'cookieChoices = {};' April 2014 | aneka wawasan

Hayo Berpikir Secara Luas

Pages

Powered by Blogger.

Popular Posts

Blogger news

Visitors

Blogger templates

Visitor

Friday, April 25, 2014

Kesempurnaan Kemauan



Sebelumnya Kesempurnaan Kesabaran dan Rendah Hati




Kesempurnaan Kemauan (Vîrya Pāramitā)

Bagaimanakah pendapatmu, Subhuti? Jikalau sungai-sungai Gangga itu terdapat sedemikian banyaknya seperti butir-butir pasir yang terdapat di sungai Gangga itu, banyakkah jumlahnya sungai-sungai itu??
Terlalu banyak Yang Maha Mulia.
Umpama terdapat sungai-sungai yang sedemikian banyaknya tak terhitung jumlah nya butir-butir pasir itu! Tetapi , Subhuti, jikalau seorang siswa yang saleh dan baik, wanita maupun pria, menjalankan amal tujuh macam pusaka sama banyaknya seperti butir-butir pasir tersebut, akankah berkah yang dilimpahkan kepadanya diterima olehnya itu suatu yang amat besar??
Suatu berkah yang amat besar sekali, junjunganku.
Subhuti, jikalau seorang siswa lainnya setelah mempelajari dan menyelidiki sekalipun hanya sebait dari Kitab pelajaran ini, kemudian mempersembahkan inti pelajaran itu kepada orang banyak, kebahagiaan dan jasanya itu akan jauh lebih besar..
Lebih pula, Subhuti, jika ada seorang siswa disuatu tempat yang mengajarkan walaupun hanya sebait dari kitab suci ini, tempat itu akan menjadi suci dan dimuliakan, serta akan diperkaya oleh amal-amal dari para Dewata, dan makhluk-makhluk suci, seakan-akan tempat itu merupakan sebuah Vihara atau pagoda. Alangkah lebih besar kemuliaannya tempat itu jika siswa itu mau mempelajari dan menyelidiki seluruh pelajaran kitab ini! Tanamlah keyakinan, Subhuti, bahwa siswa yang semacam itu akan mencapai tingkat Anuttara samyak sambodhi / Anuttara samma sambuddha, dan tempat tersebut dimana pelajaran ini dimuliakan akan merupakan suatu persembahan suci kepada Sang Buddha, atau kepada salah satu daripada sishya-sishya yang mulia.
Sang Buddha melanjutkan : Subhuti, jika ada siswa yang baik dan saleh, pria dan wanita, yang sewaktu-waktu bersedia mengorbankan jiwanya, dengan sungguh-sungguh menjalankan amal, baik diwaktu pagi hari, tengah hari, maupun sore hari, dan amal-amal itu demikian banyaknya seperti jumlah butir-butir pasir dari sungai Gangga, sekalipun perbuatan-perbuatan mulia ini berlangsung untuk berjuta-juta kali, akankah kebahagiaan dan jasa-jasa itu demikian besar???
Tak sangsi lagi, suatu keberkahan yang amat besar, yang Maha Mulia.
Andaikata Subhuti, seorang siswa yang lain menyelidiki dan mempelajari kitab pelajaran ini dengan suci dan penuh kejujuran, berkah dan jasanya akan jauh lebih besar. Dan jikalau seorang siswa lainnya pula, selain daripada menyelidiki dan mempelajari Kitab Suci ini, tetapi dengan penuh semangat dan kemauan menerangkan kepada makhluk-makhluk lain dan mempersembahkan pengertiannya itu kepada masyarakat, maka berkah dan jasa-jasanya akan jauh lebih besar dan berlimpah-limpah.
Dengan kata lain, Subhuti, Kitab pelajaran ini menggenggam penuh kebaikan-kebaikan dan tenaga suci yang tidak dapat dikira-kira besarnya, tiada batas-batasnya dan tak ternilai harganya, Sang Tathagata terutama menjelaskan kitab pelajaran ini kepada para siswa yang sedang sungguh-sungguh dan dengan sabar mencari pengertian sempurna dari pada Anuttara samyak sambodhi / Anuttara samma sambuddha dan mencapai tingkat Bodhisattva dengan welas asih yang mencorakkan sifat-sifat pelajaran Buddha. Jika para siswa dapat memperkembangkan kemauan yang keras dan dengan jujur menyelidiki dan mempelajari kitab pelajaran ini, mempersembahkan kepada yang lain-lain dan menyiarkan dikalangan masyarakat luas, maka Sang Tathagata akan mengakui kebaikan-kebaikannya itu dan membantu mereka sehingga mereka mencapai pada tingkat yang tiada bandingannya dan tak ada batasnya, serta kebaikan-kebaikan yang mulia. Siswa-siswa yang semacam itu akan mendapatkan bahagian-bahagian daripada beban-beban dan jasa-jasa Sang Tathagata dan mencapai tingkat Anuttara samyak sambodhi.
Dan Subhuti, apakah janji-janji ini hanya sebatas bagi para siswa Buddha saja? Hal ini oleh karena siswa-siswa lainnya belum sanggup membebaskan dirinya daripada pandangan pengantara dengan gejala-gejala milikku, milik aku lain orang, kepribadian universal, oleh sebab itu mereka belum sanggup menyelidiki dan mempelajari dengan jujur dan menerangkannya kitab ini kepada orang banyak.
Dengarlah Subhuti! Dimanapun Kitab pelajaran ini akan diselidiki, dipelajari dan diterangkan pada orang banyak, di tempat akan menjadi tempat tanah yang suci dan para dewa-dewa dan bidadari-bidadari akan membantu amalnya, dan tempat yang demikian itu, sekalipun betapa sederhana keadaannya, akan dimuliakan seakan-akan tempat itu merupakan Vihara-Vihara atau Pagoda-pagoda, dan tempat itulah kelak beratus ribu orang-orang suci akan dating berbakti. Diatas dan sekitarnya tempat itu akan berkumpul dewa-dewa dan bidadari-bidadari dengan amal baktinya dan memercikkan serta mempersembahkan bunga-bunga dewata suci nan indah dan harum.


Selanjutnya Kesempurnaan-dhyana-paramita

irawan Religi
Wednesday, April 23, 2014

Kesempurnaan Kesabaran Dan Rendah Hati



Sebelumnya Kesempurnaan WelasAsih Dan Tanpa Aku




Kesempurnaan Kesabaran dan Rendah Hati (Kshānti Pāramitā)

Bagaimana pendapatmu Subhuti? Andaikata seorang siswa yang telah mencapai tingkat srotapanna (memasuki saluran), bolehkah dia berpendapat sedemikian “ Aku telah memasuki saluran??”
Jawab Subhuti : Tidak, Yang Maha Mulia. Oleh karena dengan tingkat yang telah dicapainya itu, ini berarti dia telah memasuki saluran suci, akan tetapi di dalam arti yang sebenarnya, dia tiada pernah memasuki suatu apapun tidak pula pikirannya itu merasakan senang terhadap suatu konsepsi palsu sebagai yang bersangkutan pada rupa, rasa, suara, bau harum, raba dan perbedaan, melainkan oleh karena dalam keadaan sedemikian itulah, maka dia sesungguhnya berhak untuk disebut seorang srotapanna
Bagaimana pendapatmu, Subhuti? Andaikata seorang siswa telah mencapai sakradagamin ( hanya kembali satu kali), bolehkah dia berpikir demikian seperti “ aku telah mencapai tingkat sakradagamin?”.
Tidak, Yang Dimuliakan oleh seantero alam! Oleh karena dengan tingkat Sakradagamin ini berarti bahwa ia hanya satu kali lagi lahir kembali, baik di dunia ini maupun dunia-dunia lainnya. Melainkan sebab dia mengetahui hal ini bahwa dia berhak disebut seorang Sakradagamin.
Bagaimana pendapatmu, Subhuti?. Andaikata seorang siswa telah mencapai tingkat Anagamin ( Tak kembali lagi), bolehkah dia berpikir bahwa “Aku telah mencapai tingkat Anagamin?”.
Tidak, Yang Dimuliakan oleh seantero alam! Oleh karena : dengan tingkat Anagamin ini berarti bahwa dia tidak akan kembali lagi, namun, berbicara sebenarnya, seorang yang telah mencapai tingkat sedemikian itu tidak berhak disebut seorang Anagamin.
Bagaimana pendapatmu Subhuti? Andaikata seorang siswa mencapai tingkat arahat ( penerangan sempurna ), bolehkah dia berpikir bahwa “Aku telah mencapai tingkat Arahat.”?
Tidak, Yang Maha mulia. Oleh karena, berbicara sesungguhnya tidaklah ada yang dikatakan seorang yang telah memperoleh penerangan sempurna. Jika seorang siswa telah mencapai tingkat kesadaran, dan sementara itu dia memelihara suatu pandangan keliru didalam pikirannya seperti “Aku telah menjadi seorang Arahat” maka dia segera terbelenggu oleh unsure sedemikian, yaitu sifat keakuannya, dan keakuan-keakuan lainnya, makhluk yang hidup, ataupun suatu keakuan universal.
Ooh Jagad Guru junjungan! Kau katakana bahwa hamba telah mencapai tingkat Samadhi “tanpa pernyataan” dan oleh sebab itu telah mencapai tingkat tertinggi baik tingkatan manusia dan oleh sebab itu, hamba telah menjadi seorang Arahat. Jika saja hamba merasa senang dengan pikiran “ Aku  telah menjadi seorang Arahat dan bebas dari segala keinginan.”
Guruku Yang Mulia tentu tidak akan menyatakan bahwa Subhuti menyukai pelajaran ketenangan dan keseimbangan. Tetapi berbicara sebenarnya hamba tidak pernah memelihara pikiran palsu yang sedemikian itu, oleh karena itu Guruku dapat mengatakan, “ Subhuti merasakan bahagia didalam latihan ketenangan dan keseimbangan.”
Bagaimana pendapat Subhuti? Apabila Tathagata pada penghidupan yang lampau berada dengan Dipankara Buddha, apakah aku menerima suatu pelajaran tertentu atau mencapai suatu tingkatan tertentu daripada ketaatan (disiplin) dan oleh sebab itu kemudian aku menjadi satu Buddha?
Tidak, Yang Dimuliakan oleh seantero alam! Ketika Sang Tathagata itu menjadi siswa dari Buddha Dipankara, berbicara sebenarnya, beliau tidak menerima suatu pelajaran tertentu, tidak pula beliau mencapai suatu keistimewaan tertentu.
Bagaimanakah pendapat, Subhuti? Apakah Bodhisattva Mahasattva itu menghias / memperindah alam-alam Buddha ( Buddha lands). Waktu mereka pergi ketempat tempat tersebut?.
Tidak Yang  Dimuliakan oleh alam-alam! Dan mengapakah? Oleh karena apa yang di maksudkan oleh guru dengan pernyataan “ menghiasi / memperindah alam-alam Buddha” ini adalah bertentangan sendirinya, sebab alam-alam Buddha, yang diperindah sedemikian tak dapat lagi disebut alam-alam Buddha. Maka itu pernyataan dari pada “ memperindah alam-alam Buddha itu hanyalah suatu gambaran di dalam percakapan belaka.
Sang Buddha melanjutkan,: oleh karena itu Subhuti, pikiran-pikiran (Minds) semua Bodhisattva Mahasattva harus bersih dari segala konsepsi-konsepsi (pandangan) yang berhubungan dengan penglihatan, pendengaran, perasaan, rabaan, dan perbedaan. Mereka harus memakai akal budinya dan kecerdasan dengan murni dan sewajarnya, akan tetapi terlepas dari pengaruh-pengaruh yang timbul dari hubungan dengan indra-indra (sense).
Subhuti, andaikata seorang mempunyai tubuh sebesar gunung semeru. Akankah kau berpikir bahwa tubuhnya itu di pandang orang sangat besar?.
Sungguh besar sekali, Yang Dihormati oleh seantero alam! Oleh karena apa yang dimaksudkan oleh Sang Buddha dengan “Kebesaran tubuh orang itu” sebenarnya hanya untuk pernyataan belaka, dan tidaklah dibatasi oleh konsepsi walau bagaimanapun, maka tidak salah jika dikatakan itu besar.”
Apa yang telah diuraikan pada bagian dahulu yang berhubungan dengan pelajaran ketiga dari kesabaran Sang Tathagata itu tidak membatasi pikirannya pada suatu konsepsi semau-maunya tentang unsure-unsur kesabaran itu. Beliau hanya mengemukakan itu sebagai pelajaran ketiga (Paramita Ketiga). Dan mengapakah? Oleh karena seperti kehidupan yang lalu, ketika pangeran Kalinga menghidangkan daging paha dan tubuh kami itu, kami tidak mempunyai pikiran bahwa itu adalah milikku sendiri, atau milik yang lain, atau sebagai milik sesuatu makhluk yang hidup ataupun sebagai milik dari keseluruhan (universal). Karena jika disaat penderitaan kami itu, pada diri kami lahir pikiran yang sekehendaknya (palsu), maka sudah tentu kami akan jatuh kedalam sifat-sifat kebencian dan ketidak sabaran.
Selain itu Subhuti, aku teringat pada kehidupan kami yang terlampau yang lima ratus kelahiran itu, kami telah menggunakan kelahiran-kelahiran kehidupan-kehidupan itu untuk melatih kesabaran dan untuk memiliki kehidupan kami dengan kerendahan hati seakan akan suatu panggilan untuk menjalankan kehidupan bagaikan orang suci dengan cara hidup menderita dan merendah hati. Walaupun demikian pikiran kami bebas dari pada suatu konsepsi keliru terhadap gejala gejala milik kami, milik yang lain, milik makhluk-makhluk hidup yang terpecah ataupun milik kesatuan didalam semesta alam.
Yang Dirakhmati melanjutkan.:
Subhuti, apabila diantara siswa-siswa yang setia terdapat diantaranya yang belum masak karmanya dan yang lebih dahulu harus menderita sebagai akibat dari kesalahan yang dilakukan di dalam kehidupan yang lampau telah diturunkan untuk hidup dalam keadaan penghidupan yang lebih rendah, dan apabila mereka benar-benar dan sungguh-sungguh mempelajari dan menyelidiki kitab suci ini dan oleh sebab itu dipandangan rendah dan dihukum oleh masyarakat, karena mereka itu segera masak dan mereka akan segera mencapai Anuttara samyak sambodhi / Anuttara samma sambuddha.
Subhuti, aku teringat kejadian-kejadian yang lampau, bahwa berjuta-juta kehidupan tak terhitung banyaknya sebelum kedatangan Dipankara Buddha, tanpa sesuatu kesalahan yang telah dilakukan oleh kami, kami menyembah dan memuja serta menerima petunjuk-petunjuk kepatuhan dari delapan ratus empat ribu juta Buddha-Buddha, akan tetapi dalam kalpa terakhir dari kehidupan dunia ini, jikalau seorang siswa akan sungguh-sungguh menyelidiki dan mempelajari serta patuh melaksanakan didalam praktekapa yang diajarkan kitab suci ini, berkah yang ia akan terima dengan cara kehidupan yang sedemikian akan jauh melebihi daripada apa yang telah kami capai selama jaman yang panjang itu yang kami persembahkan dan perhambakan kepada Buddha. Ya, bahkan akan melebihi jasa-jasa kami yang amat tak berarti itu sebagai perbandingan sejuta lawan satu, malahan, sepiluh juta lawan satu.
Sang Buddha melanjutkan: Subhuti, berlawanan dengan apa yang kami katakana perihal kebahagiaan yang tak ternilai bagi siswa-siswa yang menyelidiki dan mempelajari serta mempraktekkan kitab suci ini di dalam kalpa terakhir ini, maka aku harus memberitahukan kamu bahwa mungkin akan ada beberapa siswa yang setelah mendengar pelajaran ini, akan menjadi bimbang dan tidak percaya. Subhuti, kamu harus ingat bahwa seperti dengan pelajaran Dharma yang menembuskan sanubari umat manusia, demikian juga akibat atau buah yang dihasilkan daripada mempelajari dan mempraktekkan pelajaran ini sungguh di luar dugaan.


Selanjutnya Kesempurnaan Kemauan
irawan Religi

Kesempurnaan WelasAsih Dan Tanpa Aku



Sebelumnya Kesempurnaan Murah Hati



Kesempurnaan WelasAsih dan Tanpa Aku (Sîla Pāramitā)

Subhuti, jika seorang siswa tergerak hatinya untuk menjalankan amal dengan pemberian benda-benda, ia juga seharusnya melatih sila paramita dari kewelas asihan dan tanpa aku, yaitu ia harus ingat bahwa tidak ada perbedaan antara pribadi sendiri dengan pribadi orang-orang lain, dan oleh karena itu ia harus mempraktekkan sifat kedermawanan dengan menderma amal bukan semata benda-benda belaka, tetapi juga derma kemurahan hati dan welas asih yang tidak mementingkan diri sendiri dan simpatik terhadap sesame hidup. Apabila seorang siswa dengan sungguh-sungguh hanya mempraktekkan perbuatan welas asih ini, dia kelak akan mencapai Anuttara samyak sambodhi. Anuttara samma sambuddha.
Subhuti, apa yang aku katakan barusan tentang welas asih , bagi Sang Tathagata bukan dimaksudkan bahwa seorang siswa bilamana habis menjalankan kedermawanan dia harus mengikat dalam pikirannya sesuatu konsepsi palsu tentang welas asih itu, oleh sebab welas asih itu didalam arti yang sebenarnya tidak lain hanya suatu perkataan belaka dan mengamal harus di laksanakan dengan hati ikhlas spontan dan tanpa memikirkan hasilnya untuk diri sendiri..
Sang Buddha melanjutkan wejangan nya : Subhuti, apabila seorang siswa menimbun atau menumpukkan tujuh macam harta setinggi gunung semeru dan sebanyak gunung-gunung semeru seperti terdapat di dalam tiga ribu semesta alam besar, dan kemudian dia mengamalkan harta-harta tersebut, maka jasa-jasa ini jauh berkurang apabila dibandingkan dengan jasa-jasa seorang siswa yang hanya menyelidiki dan mempelajari kitab suci ini dan di dalam kemurahan hatinya yang tulus dan ihklas menerangkan pelajaran ini kepada orang-orang lain. Siswa yang belakangan ini akan menerima berkah dan bahagia besar sekali dapat di bandingkan seratus dengan satu, ya bahkan perbandingan itu sejuta terhadap satu.sungguh tidak dapat di banding-bandingkan.
Sang Buddha melanjutkan : jangan menganggap, Subhuti, bahwa Sang Tathagata itu akan berpikir di dalam hatinya : “ Aku akan membebaskan manusia-manusia ini” Anggapan demikian amat merendahkan, Mengapa?? Oleh karena pada hakekatnya tidak satupun manusia yang dapat dibebaskan oleh Sang Tathagata, hal ini berarti bahwa Sang Tathagata iru memelihara suatu konsepsi palsu di dalam pikirannya tentang gejala-gejala seperti keakuan, dan aku-aku yang lainnya, umat yang hidup ataupun keakuan universal.
Sekalipun jika Sang Tathagata membicarakan dirinya sendiri, beliau tidak memegang konsepsi palsu itu tentangn keakuan. Hanyalah manusia duniawi yang berpikir keakuan sebagai milik perseorangan. Subhuti , walaupun dengan istilah “manusia duniawi” seperti di pergunakan oleh Sang Tathagata ini bukan di maksudkan ada manusia yang sedemikian itu. Istilah itu dipakai hanya sebagai gambaran percakapan belaka.
Sang Buddha meneruskan : Subhuti, jikalau seorang siswa mempersembahkan sebagai amal sebanyak tujuh macam harta yang cukup memenuhi dunia-dunia demikian banyaknya seperti pasir dalam sungai gangga. Dan jika seorang siswa lainnya yang setelah meyakinkan pokok dari pada tanpa aku ( egolessness) dari segala benda-benda di dunia ini dan dengan demikian telah mencapai kebebasan yang sempurna ( perfect selfless), siswa yang tanpa aku ini akan menerima berkah dan bahagia jauh lebih besar dari pada siswa yang pertama itu yang hanya mempraktekkan sedekah benda-benda. Dan mengapa demikian?? Oleh karena para Bodhisattva Mahasattva tidak memandang berkah dan jasa-jasa sebagai milik pribadi. Subhuti memohon kepada Sang Buddha : Apakah yang dimaksudkan dengan Bodhisattva Mahasattva tidak memandang berkah dan jasa-jasa sebagai milik pribadi.
Sang Buddha menjawab : Oleh karena berkah dan jasa-jasa itu tidak pernah di cari di dalam suasana ketamakan oleh Bodhisattva Mahasattva, Demikianlah maka di dalam suasana yang serupa pula mereka tidak memandang hal berkah dan jasa itu sebagai milik pribadi tetapi sebagai milik umum dari semua makhluk-makhluk yang ada (hidup).

irawan Religi
Monday, April 21, 2014

Kesempurnaan Murah Hati (Dāna Pāramitā)

Sebelum nya Kitab Sutra Intan


Kesempurnaan Murah Hati (Dāna Pāramitā)

Pada waktu Sang Buddha menguraikan kepada hadirin di dalam sidang tersebut:
“Setiap makhluk yang hidup di dunia ini, mulai dari Bodhisattva Mahasattva tertinggi, dapat mengikuti apa yang akan kuajarkan kepadamu ini, oleh karena pelajaran ini akan membawa pembebasan bagi setiap makhluk hidup baik yang melalui pengeraman telur, atau yang terbentuk dalam kandungan (metamorphose) atau dari telur ikan, ataupun menjelma dari lendir-lendir, dengan bentuk maupun tidak berbentuk, memiliki kesanggupan berpikir ataupun tanpa akal, ataupun kosong dan tidak kosong, kedua-duanya semuanya itu dapat di bimbing mencapai kesempurnaan Nirvana. Sekalipun makhluk-makhluk yang akan  kubebaskan amat banyak jumlahnya dan tidak terbatas, akan tetapi sebenarnya, tidak ada makhluk-makhluk yang akan dibebaskan. Mengapakah demikian, Subhuti? Oleh karena seandainya didalam pikiran Bodhisattva Mahasattva terdapat konsepsi demikian seperti gejala-gejala adanya ke Akuan pribadi, ke Akuan pribadi orang lain, keAkuan yang terbagi didalam jumlah yang tidak terbatas dari makhluk-makhluk yang hidup dan yang mati atau keAkuan yang disatukan dalam suatu aku maha besar (Universal Self) yang kekal, mereka sesungguhnya tiada harganya untuk di sebut Bodhisattva Mahasattva.
Terlebih pula, Subhuti, para Bodhisattva Mahasattva dalam memberikan pelajaran dharma kepada yang lain, pertama-tama harus dapat membebaskan diri dari pada pikiran-pikiran yang mengikat, dibangkitkan oleh penglihatan-penglihatan elok, suara-suara merdu, rasa-rasa manis, bau-bauan harum, sentuhan-sentuhan yang lembut, dan pikiran-pikiran yang merindukan ( yang memabukkan). Didalam mempraktekan kemurahan hati kedermawanan, mereka harus tidak dipengaruhi oleh gejala-gejala yang memabukkan merindukan ini. Dan mengapakah harus demikian. Oleh karena, Jikalau dalam mempraktekan kemurahan hati (kedermawanan) mereka tidak dipengaruhi oleh hal-hal tersebut, mereka akan menikmati suatu keberkahan dan kebahagaiaan yang tidak ada taranya dan tak dapat digambarkan oleh kata-kata. Betapa pendapatmu Subhuti? Adakah itu mungkin untuk menaksir jaraknya ruang angkasa di surga-surga sebelah Timur?
Tidak mungkin. Yang di rahmati! Tak mungkin orang dapat menafsir jaraknya ruang angkasa di surga-surga sebelah Timur.
Subhuti. Adakah itu mungkin orang menduga batas-batasnya ruang angkasa di sebelah Utara, Selatan, Barat? Atau ke salah satu penjuru dari alam semesta ini atau keatas maupun kebawah??
Tidak yang di muliakan seantero dunia.
Subhuti, ketidak-mungkinan itu serupa dengan jika orang hendak menafsir besarnya berkah atau bahagia yang di limpahkan kepada Bodhisattva Mahasattva, yang melatih kemurahan hati (kedermawanan) tanpa dipengaruhi oleh salah satu dari pada pandangan-pandangan pengantara itu kebenaran ini harus diajarkan kepada setiap makhluk didalam langkah permulaan.
Sang Buddha melanjuti pelajarannya. Bagaimana pendapatmu, Subhuti? Jika seorang siswa melakukan amal sebanyak kekayaan dari tujuh rupa benda-benda berharga yang cukup untuk mengisi tiga ribu dunia-dunia besar, akankah dia mendapatkan keberkahan dan kebahagiaan yang berlimpah-limpah?
Subhuti menjawab: Yang Di muliakan oleh seantero dunia! Siswa yang demikian itu akan menerima keberkahan yang berlimpah-limpah.
Sang Buddha bersabda: Subhuti, jikalau keberkahan dan kebahagiaan itu kosong belaka, jikalau itu pada hakekatnya bukan lain daripada hanya kata-kata belaka. Sang Tathagata tidak akan memakai kata-kata “bahagia dan Berkah.”
Bagaimana pendapatmu Subhuti? Tidakkah atom-atom debu ini tidak berarti bahwa dia mempunyai konsepsi sekehendak hatinya dan terbatas di dalam pikirannya dia sekedar menggunakan istilah itu hanya sebagai gambaran percakapannya belaka. Hal ini serupa pula dengan istilah-istilah “jagat-jagat yang besar” mereka tidak menyatakan didalamnya pikiran-pikiran terbatas, dan pengantara dia menggunakan istilah-istilah itu sebagai istilah-istilah belaka.
Subhuti, Jika ada seorang siswa baik-baik dan penuh bakti pria maupun wanita, untuk amal telah mengorbankan jiwanya dari satu kehidupan kelain kehidupan demikian banyaknya seperti jumlah butir-butir pasir dari tiga ribu alam-alam besar itu, dan siswa yang lainnya mempelajari dan menyelidiki hanya sebuah bait dari kitab ini dan menjelaskan itu kepada orang-orang lain, Kebahagiaan dan berkah baginya akan jauh lebih besar adanya.
Dan bagaimana pendapatmu, Subhuti? Jika seorang siswa menyebarkan dana sebanyak tujuh benda-benda berharga yang cukup mengisi tiga ribu jagat-jagat besar, apakah kepadanya akan dilimpahkan kebahagiaan dan keberkahan yang amat besar?
Subhuti menjawab: Suatu kebahagiaan dan berkah yang amat besar. Dan mengapakah demikian? Oleh karena apa yang Guru maksudkan dengan “berkah dan bahagia” itu tidak dapat mengenakan atas jumlah atau nilai objektif, Beliau hanya menggunakan itu didalam arti yang nisbi (relative).
Sang Buddha melanjutkan: Jikalau ada seorang siswa lainnya, setelah mempelajari dan menjalankan sekalipun hanya sebagian dari kitab ini, dan menguraikan artinya kepada orang banyak, berkah dan bahagianya akan jauh lebih besar adanya. Dan mengapakah demikian oleh karena penerangan-penerangan ini para Buddha telah mencapai kebijaksanaan sempurna yang tertinggi (anuttara-samyak-sambodhi / anuttara-samma-sambuddha) dan ajaran-ajaran mereka ini berdasarkan kitab-kitab suci ini. Akan tetapi Subhuti, pada saat kami mengucapkan kata-kata Buddha dan Dharma ini, pada detik itu pula kami harus menarik kembali perkataan-perkataan itu. Oleh karena sebenarnya tiada Buddha dan tiada Dharma.
Kemudian Sang Buddha meneruskan pelajaran nya: Sewaktu seorang Bodhisattva Mahasattva memulai latihannya untuk mencapai anuttara samyak sambodhi / anuttara samma sambuddha, Ia harus melepaskan seluruh ikatan-ikatan juga yang berkenaan dengan segala konsepsi-konsepsi palsu tentang kejadian-kejadian, sewaktu dia berpikir, dia harus tegas menghentikan segala sangkut paut dengan unsure-unsur penglihatan, suara, bau-bauan, raba, dan segala peristiwa yang menyangkut pada panca inderanya dan mempertahankan kesadarannya bebas dari segala konsepsi-konsepsi palsu tentang gejala-gejala tersebut. Adakalanya pikiran itu terganggu oleh perbedaa-perbedaan dari penangkapan konsepsi-konsepsi indra dan konsepsi-konsepsi perantara sebagai kelanjutan jalannya pikiran, oleh karena pikiran itu terganggu hingga jatuhlah ia pada renungan yang keliru yaitu yang menganggap adanya aku dan hubungannya pada aku-aku yang lain. Oleh karena itu Sang Tathagata telah berkali-kali menganjurkan kepada para Bodhisattva Mahasattva untuk melaksanakan latihan latihan dananya (amal) atau kemurahan hatinya, sedemikian rupa sehingga tidak di pengaruhi oleh suatu konsepsi yang semau-maunya saja (arbitrary) tentang gejala-gejala yang berhubungan dengan penglihatan, suara dan lain-lainnya.
Seorang Bodhisattva Mahasattva juga harus memberikan pertolongan, pemberian itu tidak boleh di pegaruhi oleh pikiran-pikiran yang di rancang lebih dahulu untuk maksud si aku atau aku-aku lain (maksudnya orang banyak tertentu) dan, atau untuk keuntungan-keuntungan tertentu bagi makhluk-makhluk yang hidup, selamanya ia harus perhatikan bahwa semua kejadian-kejadian dan makhluk hidup itu semata-mata hanya ungkapan / pernyataan belaka. Walaupun demikian, Subhuti, pelajaran-pelajaran dari Tathagata itu semuanya benar, dapat dipercaya, dan langgeng, Pelajaran-pelajaran itu tidak luar biasa (ajaib) maupun khayal. Itupun benar bagi jalan untuk mencapai tingkat Tathagata, mereka harus dianggap baik sebagai bukan kenyataan maupun bukan-bukan kenyataan.
Subhuti, jikalau dalam seorang Bodhisattva Mahasattva, didalam melatih dermawan (Dana) timbul suatu konsepsi di dalam pikirannya yang membedakan dirinya sendiri dengan diri-diri orang-orang lainnya, dia serupa dengan orang-orang yang berjalan di tempat gelap dan tidak melihat apa-apa. Akan tetapi jikalau seorang Bodhisattva Mahasattva, di dalam melatih kemurahan hati, tiada mempunyai konsepsi palsu di dalam pikirannya dari mencapai kebahagiaan dan keberkahan yang dapat dicapai di dalam latihan yang demikian ia merupakan seorang yang mempunyai penglihatan sehat, yang melihat segala unsure-unsur itu demikian terang bagaikan di bawah cahaya matahari. Jikalau di kemudian hari atau zaman yang akan datang, ada siswa-siswa yang baik dan penuh bakti, baik pria maupun wanita, yang dengan cakap dan sungguh dapat menyelidiki dan mempelajari kitab suci ini, hasil usahanya itu dan berkah yang akan didapatkan sungguh tanpa nilai serta jasa-jasanya akan di ketahui dengan lekas dan dihargakan oleh Tathagata dengan mata transcendent (mata bathin / mata dewa).

Selanjutnya Kesempurnaan WelasAsih Dan Tanpa Aku

irawan Religi