Kesempurnaan Dhyana (Dhyāna Pāramitā)
Kemudian Subhuti memohon kepada Sang Buddha, sambil berkata: “Andaikata seorang siswa yang baik dan saleh, pria maupun wanita, setelah mulai melatih diri untuk mencapai Anuttara samyak sambodhi / Anuttara samma sambuddha. Dan ia masih merasakan gangguan-gangguan didalam pikirannya, cara baaimanakah supaya pikirannya itu menjadi tenang, bagaimanakah agar ia dapat mengendalikan pikiran-pikiran yang berkelana dan meredakan nafsu-nafsu keinginannya”??
Sang Buddha menjawab : Subhuti, setiap siswa yang baik dan saleh yang menjalankan latihan-latihan pemusatan pikirannya dengan usaha untuk menyakinkan Anuttara samyak sambodhi / Anuttara samma sambuddha, ia hanya harus mengembangkan pikirannya, yaitu, jika kami mencapai Kebijaksanaan sempurna yang tertinggi ini, kami akan membebaskan segala makhluk yang hidup supaya mereka mencapai nirvana, yaitu ketenangan yang kekal. Jikalau maksud dan janji ini dilaksanakan secara jujur, maka sebenarnya makhluk makhluk yang hidup itu semuanya sudah dibebaskan.
Tetapi Subhuti, walaupun demikian jika kebenaran yang penuh telah disadari, orang akan insyaf bahwa tiada satu makhluk pun yang perlu dibebaskan,. Mengapakah Subhuti? Oleh karena jikalau Bodhisattva Mahasattva itu memelihara pukiran-pikiran pengantara yang demikian seperti adanya pribadiku, pribadi-pribadi yang lain, makhluk-makhluk yang hidup ataupun pribadi kesatuan, mereka tak layak disebut Bodhisattva Mahasattva. Dan apakah maksud danan ini, Subhuti? Ini berarti bahwa tidaklah ada makhluk yang perlu di bebaskan dan tidaklah ada paham keakuan yang akan mengantar kita mencapai Anuttara samyak sambodhi / Anuttara samma sambuddha.
Bagaimana pendapatmu Subhuti? Ketika Sang Tathagata itu berada bersama Buddha Dipankara, adakah didalam pikiran beliau timbul suatu pandangan pengantara bahwa Dharma itu dapat menjamin beliau mencapai Anuttara samma sambuddha?
Tidak, Guru Yang Dirahmati. Oleh karena saya mengerti apa yang telah Guru katakan kepada kita orang., ketika Sang Buddha belajar dari Buddha Dipankara, beliau tidak mempunyai pandangan pengantara semacam itu bahwa Dharma akan menjamin beliau untuk mencari tingkat Anuttara samyak sambodhi secara intuisi.
Sang Buddha merasa gembira dengan pernyataan ini dan kemudian beliau berkata : Engkau benar Subhuti. Berbicara sebenarnya tiada pandangan pengantara tentang Dharma yang dikatakan barusan. Jikalau ada yang demikian itu (konsepsi palsu), maka Buddha Dipankara tak akan meramalkan bahwa di dalam kehidupan kami yang akan dating, kami akan mencapai tingkatan Buddha dengan nama Sakyamuni. Apakah maksud ini Subhuti? Maksudnya ialah, apa yang telah kami capai bukanlah sesuatu yang terbatas dan pengantara yang dapat disebut “Anuttara samyak sambodhi / Anuttara samma sambuddha” tetapi tingkat ke Buddhaan yang intisarinya sama dengan intisari dari seluruh benda-benda di alam semesta, yang tidap dapat digambarkan atau diterangkan dengan kekuatan akal.
Andaikata Subhuti masih ada siswa yang menganggap bahwa Sang Tathagata mempunyai sesuatu pendapat tentang Dharma yang dapat menjamin beliau untuk mencari dan mencapai tingkat Anuttara samyak sambodhi. Hendaknya dimaklumilah Subhuti, bahwa Sang Tathagata itu sebenarnya tidak mempunyai sesuatu pikiran bahwa Dharma itu dapat menjamin beliau guna mencapai Anuttara samyak sambodhi / Anuttara samma sambuddha.
Sang Buddha menekankan ini dengan mengsabdakan : Subhuti, tingkat KeBuddhaan yang telah dicapai oleh Sang Tathagata itu bukan saja sama dengan Anuttara samma sambuddha tetapi juga tidak sama. Ini hanya suatu cara lain untuk mengatakan bahwa kejadian (phenomena) semua benda-benda itu adalah demikian (suchness) sama dengan KeBuddhaan dan Anuttara samyak sambodhi / Anuttara samma sambuddha, dan hal ini bukanlah sejati juga bukannya tidak sejati, tetapi kedua-duanya berpusat satu dengan anasir-anasir lainnya di dalam kekosongan dan kesunyian, di luar kemampuan akal dan taak mungkin dapat diduga-duga. Subhuti, itulah mengapa kami katakana bahwa pelajaran Dharma dari unsure-unsur itu tidak mungkin dapat ditangkap oleh konsepsi-konsepsi pengantara tentang gejala-gejala betapapun universal atau dibatasi konsepsi itu. Itulah sebabnya dia disebut Dharma dan itulah pula sebabnya makapun dikatakan tidak ada Dharma.
Subhuti, andaikata kami berbicara tentang kebesarannya tubuh manusia, bagaimana kau menerima pengertian ini.??
Yang dimuliakan oleh seantero alam! Hamba mengerti ini bahwa Sang Buddha itu bukan membicarakan tentang kebesarannya tubuh orang itu sebagai suatu konsepsi pengantara dari keadaan Hmaba mengerti bahwa kata-kata itu hanya kosong belaka..
Subhuti, hal itu samalah seperti apabila para Bodhisattva Mahasattva berbicara tentang pembebasan berpuluh juta makhluk-makhluk yang hidup. Jikalau didalam pikiran mereka terdapat sesuatu konsepsi pengantara tentang makhluk-makhluk yang hidup atau jumlah-jumlahnya yang tertentu, mereka tidak berharga untuk disebut Bodhisattva Mahasattva. Dan mengapakah , Subhuti? Oleh karena sebab utama ini, maka mereka disebut Bodhisattva Mahasattva, ialah karena mereka telah melenyapkan konsepsi-konsepsi pengantara. Dan apa yang benar untuk suatu konsepsi pengantara tertentu, benar pula untuk konsepsi-konsepsi pengantara yang lainnya. Adapun pelajaran Sang Tathagata itu semuanya bebas daripada konsepsi-konsepsi pengantara tentang milik perorangan yang lain, milik makhluk hidup, ataupun milik perorangan universal.
Untuk menitik beratkan pelajaran ini, Sang Buddha melanjutkan : jikalau seorang Boddhisattva Mahasattva berkata seperti demikian “ Aku akan memperindah negeri-negeri Buddha (Buddha Lands)” ia tidak berharga sama sekali untuk disebut Bodhisattva Mahasattva, Dan mengapakah demikian?? Oleh karena Sang Tathagata telah mengajarkan dengan jelas bahwa apabila seorang Bodhisattva Mahasattva telah menggunakan perkataan-perkataan demikian, mereka harus tidak mempunyai konsepsi pengantara terhadap gejala-gejala tersebut : mereka harus memakai perkataan-perkataan itu semata-mata hanya sebagai ungkapan daripada perkataan-perkataan belaka.
Subhuti , hanyalah mereka siswa-siswa yang pengertiannya dapat menembus secara cukup mendalam untuk menyelami artinya pelajaran-pelajaran Sang Tathagata yang berhubungan dengan keadaan tanpa aku (egolessnes) daripada semua makhluk-makhluk yang hidup, dan mereka yang mengerti dengan jelas maksud-maksudnya, hanya mereka yang berharga untuk disebut Bodhisattva Mahasattva.
Sang Buddha kemudian bertanya kepada Subhuti: Bagaimana pendapatmu. Apakah Sang Tathagata itu memiliki sesuatu mata jasmani??
Subhuti menjawab: sesungguhnya, Guru suci, Beliau mempunyai suatu mata jasmani.
Adakah Beliau memiliki mata bathin, Subhuti?
Sesungguhnya Sang Tathagata itu memiliki mata bathin, Beliau tidak dapat disebut Sang Buddha apabila tidak demikian.,
Adakah Beliau memiliki mata budi kecerdasan yang dapat menembus keseluruh bagian?
Ya, Guru Yang Maha Mulia Sang Tathagata itu memiliki mata budi kecerdasan.
Adakah Sang Tathagata itu memiliki mata cinta kasih dan belas kasihan dari Buddha terhadap semuan makhluk-makhluk yang hidup Subhuti?
Subhuti membenarkannya dan berkata : “Guru Yang dirahmati, Junjunganku mencintai dan berbelas kasihan terhadap semua makhluk.
Bagaimana pendapatmu, Subhuti? Ketika kami berkata tentang butir-butir pasir di sungai Gangga: adakah kami menyatakan bahwa itu sebagai benar-benar butir-butir pasir?
Tidak. Yang Maha Mulia, Guru hanya bersabda itu sebagai butir-butir pasir.
Subhuti, andaikata ada sungai sungai Gangga demikian banyaknya seperti banyaknya butir-butir pasir didalam sungai Gangga itu, dan andaikata ada alam Buddha demikian banyaknya tidak terhitung, akankah alam Buddha itu dipandang sangat banyak sekali?
Sesungguhnya, sangat banyak sekali Guru Yang Maha Suci.
Dengarlah, Subhuti. Didalam alam-alam Buddha yang tidak terhitung banyaknya ini terdapay setiap bentuk makhluk-makhluk hidup dengan berbagai sifat pikirannya (mentaliteit) dan pandangan-pandangannya, semuanya itu telah diketahui dengan jelas oleh Sang Tathagata, tetapi tidak satupun daripadanya tergenggam didalam pikiran Sang Tathagata sebagai pandangan pengantara dari pada gejala-gejala tersebut. Mereka hanya berpikir belaka. Tidak satupun daripada timbunan yang berlimpah-limpah banyaknya konsepsi-konsepsi ini dari waktu yang tiada permulaannya, melalui saat-saat sekarang dan sehingga waktu yang akan datang yang tidak pernah berakhir, tidak satupun yang dapat ditangkap (dicekal).
Sang Buddha meneruskan : Subhuti, jikalau ada seseorang siswa yang baik dan saleh, wanita maupun pria akan menghaluskan (menggiling) pasir-pasir dari tiga tibu alam-alam sehingga menjadi tepung, kemudian bubuk-bubuk pasir itu disemburkan kedalam ruang angkasa, bagaimanakah pendapatmu Subhuti? Apakah kau akan berpikir bahwa bubuk-bubuk ini mempunyai bentuk (existence) tersendiri??
Subhuti menjawab : Ya, Yang Maha Mulia, sebagai bubuk-bubuk yang bertebaran dan berjumlah yang sangat tidak terbatas, boleh juga hal itu dikatakan sebagai bentuk yang nisbi (relarive existence), tetapi jika Yang Mulia menggunakan istilah-istilah itu, ia tidak mempunyai bentuk istilah-istilah itu hanya mempunyai arti yang menggambarkan (figurative meaning). Kalau tidak istilah-istilah itu akan digunakan sebagai suatu kepercayaan didalam wujud-wujud dari unsure-unsur sebagai sesuatu yang tidak bergantungan dan wujud pribadi unsure itu yang mana bukanlah demikian yang dimaksudkan.
Lebih pula, apabila Sang Tathagata mengatakan tiga ribu alam besar. Beliau hanya dapat dikatakan sedemikian sebagai suatu gambaran percakapan belaka. Dan mengapakah demikian? Oleh karena jika tiga ribu alam-alam besar ini benar-benar ada, wujud mereka yang sebenarnya itu hanya ada didalam kesatuan kosmis. Entah sebagai bubuk-bubuk yang halus maupun sebagai alam-alam besar, apakah bedanya itu? Itu hanya berada didalam pengertian (sense) dari kesatuan kosmis dari inti pokok sehingga Sang Tathagata itu dapat menunjukkannya secara benar.
Sang Buddha merasa senang dengan jawaban ini dan bersabda : Subhuti, biarpun manusia duniawi selalu menangkap konsepsi-konsepsi pengantara dari unsure-unsur dan alam-alam besar, konsepsinya itu tidak mempunyai dasar yang benar itu hanya suatu ilusi daripada pikiran yang tidak kekal. Sekalipun itu di tujukan kepada “kesatuan kosmis” itu sesuatu yang tidak dapat diterangkan.
Sang Buddha melanjutkan: jikalau seorang siswa mengatakan tentang pelajaran Sang Tathagata, Bahwa beliau kerap kali menunjukan pribadinya, sebagai pribadi-pribadi yang lain, makhluk-makhluk yang hidup, sebagai satu pribadi universal, bagaimanakah pendapatmu Subhuti, apakah siswa tersebut telah mengerti makna dari pelajaran apa yang kami ajarkan???
Subhuti menjawab: Tidak, Guru Yang Maha Mulia, siswa tersebut tidak mengerti makna dari pelajaran Sang Guru, sebab jikalau Yang Maha suci menunjukan atau mengatakan pribadi-pribadi itu, hal itu bukanlah sesungguhnya yang dimaksudkan keadaan mereka (their existence), Beliau telah menggunakan perkataan-perkataan itu hanya sebagai gambaran atau lambing belaka. Hanyalah didalam arti yang sedemikian ke pribadian-kepribadian itu boleh digunakan untuk konsepsi-konsepsi didalam cita-cita, didalam keyakinan-keyakinan yang terbatas dan didalam pelajaran Dharma, mereka itu tidak mempunyai kebenaran yang lebih daripada kebenaran-kebenaran didalam bentuk atau kejadian-kejadian.
Kemudian Sang Buddha membuat suatu pernyataan yang lebih tegas dengan mengatakan, Subhuti, apabila siswa-siswa memulai latihan-latihan untuk mencari sehingga mencapai Anuttara samyak sambodhi / Anuttara samma sambuddha, mereka wajib melihat, menyelidiki, mengerti, menyadari dan menyakinkan semua benda-benda dan semua Dharma-dharma itu bukannya benda-benda (nothing) dan oleh sebab itu, maka mereka itu tak patut menerima didalam pengertian pikiran pengantara macam apapun juga.
Sang Guru melanjutkan : Subhuti, jikalau seorang siswa mempersembahkan kepada Sang Tathagata sebagai amal bakti suatu jumlah besar dari tujug macam harta benda yang cukup untuk memenuhi alam-alam yang tak terhitung banyaknya dan tak terbatas besarnya, dan jikalau siswa yang lainnya, seorang pria maupun wanita yang baik dan saleh, didalam latihannya untuk mencari sehingga mencapai Anuttara samyak sambodhi / Anuttara samma sambuddha dengan sungguh-sungguh jujur dan patuh untuk menyelidiki dan mempelajari sekalipun hanya sebait Kitab Suci ini dan menerangkannya kepada orang-orang lain, maka berkah dan jasa-jasa yang dihasilkan daripada kebaikan-kebaikan itu akan jauh lebih besar bagi siswa yang belakangan daripada yang pertama.
Subhuti, Apakah mungkin untuk menerangkan Kitab pelajaran ini kepada orang banyak dengan tanpa mempunyai sesuatu konsepsi pengantara didalam pikiran tentang benda-benda dan kejadian-kejadian dan Dharma-Dharma?? Hal itu hanya dapat dilakukan Subhuti, dengan memegang akal ini tanpa memiliki rasa pribadi perseorangan yaitu didalam keseimbangan dan keadaan tanpa memiliki rasa pribadi perseorangan yaitu didalam keadaan Tathagata. Dan mengapa demikian? Oleh karena semua konsepsi-konsepsi pengantara dari sang pikiran ini tentang benda-benda kejadian-kejadian, dan tentang semua factor-faktor yang berkondisi dan segala konsepsi dan cita-cita yang bersangkut paut dengannya mereka hanyalah sebagai suatu impian, suatu khayal, suatu busa air, suatu bayangan, suatu embun yang akan lenyap atau sebagai suatu sinar kilat belaka. Setiap siswa sejati harus memandang sedemikian rupa terhadap semua kejadian-kejadian dan terhadap segala kegiatan-kegiatan atau pergerakan-pergerakan dari sang pikiran itu dan harus dapat memegang pikirannya di dalam keadaan kosong, tenang dan tanpa aku.
selanjutnya
Kesempurnaan-kebijaksanaan-luhur
Belum ada komentar untuk "Kesempurnaan Dhyana (Dhyāna Pāramitā)"
Post a Comment