'cookieChoices = {};' Bagaimana Mencari Kebenaran | aneka wawasan

Hayo Berpikir Secara Luas

Pages

Powered by Blogger.

Popular Posts

Blogger news

Visitors

Blogger templates

Visitor

Bagaimana Mencari Kebenaran


BAGAIMANA MENCARI KEBENARAN
Jika ingin mendownload isi tulisan ini, silakan Klik
Sumber : ehipassiko.net
Sebuah rangkuman dari Kalama Sutta (Dasar Penyelidikan Bebas), sebuah panduan untuk mencari Kebenaran secara bijaksana, sebagaimana diajarkan oleh Buddha:

Semasa hidup-Nya, Buddha pernah datang ke desa yang dihuni oleh orang-orang Kalama. Suku Kalama termasuk kelompok orang yang paling cerdas dan cendekia di India. Mereka pergi untuk bertanya kepada Buddha, "Bagaimana kami tahu bahwa apa yang Anda ajarkan itu benar? Semua guru spiritual lain (ada lebih dari 60 kepercayaan agama pada masa itu) datang menyatakan bahwa hanya apa yang mereka ajarkan sajalah yang benar, bahwa semua ajaran lain tidaklah benar."

Menanggapi hal tersebut, Buddha tersenyum lembut dan menjawab:

    Janganlah percaya begitu saja pada apa yang kalian dengar hanya karena kalian telah mendengar hal itu sejak lama.
    Janganlah mengikuti tradisi secara membuta hanya karena hal itu telah dipraktikkan sedemikian secara turun-temurun.
    Janganlah cepat terpancing desas-desus.
    Janganlah meyakini segala sesuatu hanya karena hal itu sesuai dengan kitab suci kalian.
    Janganlah membuat asumsi-asumsi secara bodoh.
    Janganlah tergesa-gesa menarik kesimpulan berdasarkan apa yang kalian lihat dan dengar.
    Janganlah terkecoh oleh penampakan-penampakan luar.
    Janganlah berpegang kuat pada pandangan atau gagasan apa pun hanya karena kalian menyukainya.
    Janganlah menerima segala sesuatu yang kalian pandang masuk akal sebagai fakta.
    Janganlah meyakini segala sesuatu hanya karena rasa hormat dan segan kepada guru-guru spiritual kalian.

Seyogianya kalian bisa mengatasi pendapat dan kepercayaan. Kalian bisa menolak segala sesuatu yang mana jika diterima dan dijalankan menyebabkan meningkatnya kemarahan (kebencian), keserakahan (nafsu keinginan), dan kegelapan batin (pandangan salah). Pengetahuan bahwa kalian marah, serakah, atau gelap batin tidak bergantung pada kepercayaan atau pendapat. Ingatlah bahwa kemarahan, keserakahan, dan kegelapan batin merupakan hal-hal yang tercela di seluruh dunia. Mereka tidak bermanfaat dan semestinya dihindari.

Sebaliknya, kalian bisa menerima segala sesuatu yang mana jika diterima dan dijalankan membawa pada Cinta Kasih tanpa syarat, kebercukupan, dan Kebijaksanaan. Hal-hal ini memungkinkan kalian pada setiap waktu dan tempat untuk mengembangkan pikiran yang bahagia dan penuh damai. Oleh karena itu, mereka yang bijaksana menjunjung Cinta Kasih tanpa syarat, kebercukupan, dan Kebijaksanaan.

Hal ini seyogianya menjadi kriteria kalian mengenai apa yang merupakan Kebenaran dan apa yang bukan; mengenai apa yang merupakan praktik spiritual dan apa yang bukan."

Mendengar itu, orang-orang Kalama terpuaskan dan dengan hati dan pikiran yang terbuka, menganut semangat penyelidikan bebas, mendengarkan, bertanya, dan menerima ajaran Buddha dengan sepenuh hati.


BUDDHA

Berikut ini adalah beberapa pertanyaan umum mengenai Buddha:
Apakah Buddha Itu?

Kata "Buddha" berarti 'Yang Sadar' atau 'Yang Tercerahkan'. Sesosok Buddha sebelumnya adalah seorang manusia seperti kita, yang berhasil mencapai puncak tertinggi pengembangan spiritual, melalui pemurnian dan pengendalian pikiran, mencapai penyempurnaan tertinggi yang juga dimungkinkan bagi siapa saja. Setelah menyadari Kebenaran, Ia adalah sosok yang telah menemukan Kebahagiaan Sejati dalam menyadari hakikat sejati dari segala sesuatu. Dengan pencapaian Pencerahan (menyadari Kebenaran dari segala sesuatu), Kebijaksanaan dan Kewelasan menjadi sempurna, di samping sifat-sifat positif lain yang tak terhitung jumlahnya. Sesudah menjadi sesosok Buddha, yang bersangkutan melampaui keterbatasan manusia dan menjadi jauh lebih agung daripada seorang manusia, meraih kedamaian dan pembebasan tertinggi.
Dapatkah Kita Menjadi Buddha?

Potensi pencapaian Pencerahan atau Ke-Buddha-an ada pada setiap makhluk (termasuk kita). Kita semua memiliki sifat-sifat sempurna Buddha (benih-benih Ke-Buddha-an) di dalam diri kita, seperti bulan purnama yang terang benderang. Jalan menuju Pencerahan adalah membersihkan awan kelam kekotoran batin (sifat-sifat negatif, yakni ketamakan, kebencian, dan kegelapan batin) yang selalu menyelimuti benih Ke-Buddha-an kita, menghalanginya untuk bersinar cerah. Sudah ada tak terhitung banyaknya Buddha, dan akan lebih banyak lagi selama masih ada mereka yang sungguh-sungguh mencari Kebenaran.
Siapakah Buddha Itu?

Buddha adalah karakter terbesar yang pernah muncul dalam sejarah umat manusia-menjadi perwujudan seseorang yang sempurna dalam pikiran, perkataan, dan perbuatan. Ia merupakan sosok yang paling bijaksana dan penuh Cinta Kasih yang pernah terlahirkan di bumi ini, sebuah teladan bagaimana kita semua bisa menjadi sedemikian mulia. "Buddha" merujuk pada Buddha Sakyamuni yang lahir di India Utara lebih dari 2.500 tahun silam (sekitar 623 SM). Ia adalah pendiri ajaran Buddha dalam dunia kita ini. Ia adalah seorang pangeran Sakya bernama Siddhattha Gotama, pewaris tahta kerajaan yang kaya raya, yang memilih untuk meninggalkan warisan-Nya pada usia 29 tahun dalam usaha pencarian Pencerahan (penyadaran hakikat segala sesuatu sebagaimana adanya dan Kebahagiaan Sejati) karena Kewelasan-Nya kepada semua makhluk.

Suatu peristiwa peninggalan keduniawian yang belum pernah terjadi dalam sejarah; Ia tidak meninggalkan keduniawian pada usia senja, tetapi pada usia kejayaan dalam hidup manusia; bukan dalam kemiskinan, tetapi dalam kelimpahan. Sebagaimana dipercaya pada zaman dahulu bahwa pembebasan tidak akan tercapai kalau tidak menjalani hidup pertapaan yang keras, Ia dengan sungguh-sungguh menjalani semua bentuk penyiksaan diri yang keras. Ia melakukan usaha di luar ambang kemampuan manusia biasa selama enam tahun.

Tubuh-Nya menyusut menjadi seperti kerangka. Semakin Ia menyiksa tubuh-Nya, tujuan semakin jauh dari-Nya. Penyiksaan diri yang menyakitkan dan tanpa hasil yang Ia jalani dengan keras terbukti sia-sia belaka. Melalui pengalaman pribadi, Ia sekarang yakin sepenuhnya akan kesia-siaan menyakiti diri sendiri yang hanya melemahkan tubuh dan mengakibatkan luruhnya semangat.

Dengan mengambil pelajaran dari pengalaman yang berharga ini, Ia akhirnya memutuskan untuk mengambil jalan sendiri, menghindari kedua ekstrem, yaitu pemuasan diri dan penyiksaan diri. Jalan baru yang ditemukan-Nya sendiri adalah "Jalan Tengah", yang kelak menjadi ciri utama dari ajaran Buddha.

Suatu pagi, ketika Ia tengah memasuki meditasi yang mendalam, tak dibantu dan tak dibimbing oleh kekuatan adikodrati apa pun dan semata-mata mengandalkan usaha dan Kebijaksanaan-Nya sendiri, Ia memberantas semua kekotoran batin, memurnikan diri, dan menyadari segala sesuatu sebagaimana adanya, mencapai Pencerahan (ke-Buddha-an) pada penghujung usia 35 tahun. Ia tidak terlahir sebagai Buddha, tetapi Ia menjadi Buddha melalui perjuangan-Nya sendiri.

Sebagai perwujudan sempurna dari semua kebajikan yang Ia babarkan, disertai Kebijaksanaan mendalam yang diimbangi dengan Belas Kasih yang tanpa batas, Ia mencurahkan sisa hidup-Nya untuk melayani semua makhluk, baik melalui teladan maupun ajaran, tanpa didorong oleh motif pribadi apa pun. Setelah pelayanan yang sangat berhasil selama 45 tahun, Buddha, sebagaimana setiap manusia lainnya, terkena hukum alam perubahan yang tak terelakkan dan akhirnya meninggal dalam kedamaian Parinirwana pada usia 80 tahun. Hidup-Nya penuh dengan kisah tentang bagaimana Ia menyentuh banyak orang dari berbagai kalangan dengan Kebijaksanaan dan Kewelasan-Nya.
Apa yang Buddha Ajarkan?

Pesan Buddha sungguh menggembirakan. Ia menemukan harta berharga mengenai Kebebasan dalam Kebenaran dan mendorong kita bagaimana mengikuti jalan yang membawa kita pada harta ini. Walaupun Ia mengatakan bahwa kita sedang berada dalam kegelapan, Ia juga mengajarkan kita jalan menuju terang. Ia berharap kita untuk bangun dari kehidupan penuh impian semu ini menuju kehidupan yang lebih tinggi yang penuh dengan Kebijaksanaan di mana semua saling mencintai dan tidak membenci. Pendekatan-Nya bersifat universal, karena Ia melakukan pendekatan akal budi mengenai pencarian semua makhluk akan Kebahagiaan Sejati di dalam diri kita semua. Ia meletakkan Kebenaran untuk diuji melalui pengalaman pribadi, mendorong siapa saja untuk meragukan ajaran-Nya; Ia yakin bahwa penyadaran besar dapat muncul dari lenyapnya keraguan ini. Ia mengajarkan kepada kita untuk berperhatian murni (penuh pengamatan, waspada) akan diri kita sendiri dan untuk menjadi sadar, untuk mencari dan menemukan Kebahagiaan Sejati seperti yang telah Ia lakukan.
Bagaimana Buddha Menolong Kita?

Buddha adalah sesosok genius spiritual karena Buddha mencapai tujuan akhir dari pencarian spiritual, Pencerahan, oleh diri-Nya sendiri. Ia mampu melihat bahwa sekalipun kita juga dapat mencapai Pencerahan, berangkali kita memerlukan banyak bantuan. Karena Kewelasan-Nya, Ia mencurahkan sisa hidup-Nya untuk menjadi pembimbing bagi semua yang mau belajar dari-Nya, mengajarkan semua yang harus diajarkan, sebelum mangkat dalam Kebahagiaan abadi. Ia sangatlah piawai dalam menunjukkan kepada kita jalan menuju Kebahagiaan Sejati. Selama kita membuka hati dan pikiran kita, Buddha masih menginspirasi kita melalui ajaran-ajaran-Nya yang berharga.
Di Manakah Buddha Sekarang?

Buddha dijabarkan mempunyai tiga tubuh (Tikaya) atau aspek-aspek kepribadian, walaupun itu semua dalam Realita Tertinggi sesungguhnya adalah satu dalam semua dan semua dalam satu:

    Tubuh Kebenaran Buddha
    Tubuh Kebahagiaan Buddha
    Tubuh Penjelmaan Buddha

Tubuh Kebenaran Buddha

Tubuh Kebenaran Buddha (Dhammakaya) adalah perwujudan Dharma (Kebenaran itu sendiri) yang senantiasa ada di mana saja, diungkapkan sebagai hukum-hukum alam semesta dan proses bekerjanya hukum-hukum ini. Kadang-kadang kita menangkap sekilas realita yang menakjubkan ini ketika kita ada dalam damai dan menyatu dengan segala sesuatu. Tubuh Kebenaran ini berada dalam segala sesuatu karena tubuh ini melampaui bentuk dan ruang. Tubuh ini digambarkan sebagai Buddha Mahavairocana, Buddha pusat dan universal yang mengajarkan Kebenaran di sini dan saat ini juga. Ia bisa satu sekaligus banyak dalam waktu yang sama karena Ia mampu bermanifestasi dalam berbagai bentuk. Ketidakmampuan kita melihat atau mendengar-Nya disebabkan oleh kekotoran batin kita.

Buddha Sakyamuni mengatakan, "Siapa yang melihat Dharma (Kebenaran), melihat Buddha; siapa yang melihat Buddha, melihat Dharma." Sesosok Buddha, setelah menyadari Kebenaran, menjadi setara dengan Kebenaran. Walaupun ada banyak Buddha, semua Buddha adalah satu dan sama, tidak berbeda antara satu dengan yang lain dalam Dhammakaya, yang merupakan kemanunggalan Kebenaran.

Dhammakaya ada bersamaan dengan Sambhogakaya dan Nimmanakaya (lihat "Tubuh Kebahagiaan" dan "Tubuh Penjelmaan Buddha").

Dengan rembulan sebagai pengibaratan dari Buddha, maka Dhammakaya itu bagaikan cahaya rembulan yang bersinar pada malam hari. Berkas cahaya ini mungkin tidak terlihat oleh mata karena mereka tidak menyinari gelapnya ruang angkasa, tetapi sebenarnya cahaya itu menembus ke mana-mana.
Tubuh Kebahagiaan Buddha

Tubuh Kebahagiaan Buddha (Sambhogakaya) atau Buddha Rocana adalah tubuh penuh sukacita yang ada pada Buddha. Ini adalah aspek yang mana setiap Buddha bergembira dalam Kebenaran, dalam mengajarkan Kebenaran, dan dalam membawa makhluk lain pada realisasi Kebenaran. Karena setiap Buddha telah menjalani penyempurnaan melalui masa yang tak terhitung lamanya dan telah mencapai Kebijaksanaan dan Kewelasan nan sempurna, masing-masing mempunyai Kedamaian, Kebajikan, dan Kebahagiaan yang tak terkira, seperti yang diwujudkan dalam Sambhogakaya. Para Buddha biasanya tidak tampak dalam tubuh ini karena kita tidak mampu memahaminya akibat kurangnya pengertian kita. Alih-alih, para Buddha berwujud dalam Nimmanakaya (lihat "Tubuh Penjelmaan Buddha").

Dengan rembulan sebagai perumpamaan dari Buddha, maka Sambhogakaya itu seperti bulan purnama yang tidak terhalang awan, yang bersinar terang dalam kemilaunya.
Tubuh Penjelmaan Buddha

Sebuah contoh Tubuh Manifestasi Buddha (Nimmanakaya) di dalam dunia kita adalah tubuh penjelmaan Buddha Sakyamuni. Ini merupakan Buddha dalam wujud manusia. Buddha juga dapat bermanifestasi dalam banyak bentuk yang berbeda pada waktu yang bersamaan untuk membabarkan Kebenaran kepada banyak makhluk. Setelah mencapai Pencerahan, kemampuan sesosok Buddha jauh melampaui manusia biasa. Contohnya, karena Kewelasan untuk membabarkan Dharma pada semua makhluk, Buddha memilih untuk tampak dalam sebuah bentuk (bukan sebagai Sambhogakaya-Tubuh Kebahagiaan Buddha) agar kita dapat berhubungan.

Ketika Buddha Sakyamuni mencapai Parinirwana, hanya tubuh jasmani-Nya saja yang mati. Intisari dari Pencerahan-Nya masih ada dalam bentuk Dhammakaya (Tubuh Kebenaran Buddha). Saat ini, sisa-sisa relik Tubuh Penjelmaan Buddha Sakyamuni disemayamkan dalam berbagai stupa di seluruh dunia.

Dengan rembulan sebagai perumpamaan dari Buddha, maka Nimmanakaya adalah bagaikan pantulan rembulan di telaga, rembulan dapat dipantulkan berbeda-beda di banyak danau pada waktu yang bersamaan.


EMPAT KEBENARAN MULIA

Ajaran Buddha didasarkan pada pondasi kokoh Kebenaran dalam Empat Kebenaran Mulia yang dapat diketahui oleh kita semua. Ajaran ini bukanlah kepercayaan tanpa dasar, yang untuk diterima dengan iman belaka. Mereka berawal dari poros pengalaman-pengalaman langsung setiap manusia yang tidak dapat disangkal lagi.
Apakah Empat Kebenaran Mulia Itu?

Buddha hanya tertarik untuk menunjukkan kepada kita jalan langsung menuju Kebahagiaan Sejati. Empat Kebenaran Mulia membentuk jantung ajaran Buddha. Ajaran ini ariya (mulia, suci) karena diajarkan oleh para Ariya, mereka yang memiliki pemahaman langsung akan Kebenaran. Dengan mewujudkan ajaran ini, kita juga akan menjadi mulia.
Kebenaran Mulia Pertama

Kebenaran Tentang Dukkha.
Hidup ini penuh ketidakpuasan.

Kita mengalami banyak ketidakpuasan (dukkha) seperti:
lahir, tua, sakit, mati,
berpisah dengan apa/siapa yang kita sukai,
berada dengan apa/siapa yang tidak kita sukai,
gagal mencapai atau berada dengan apa/siapa yang kita inginkan...
Kebenaran Mulia Kedua

Kebenaran Tentang Asal Dukkha.
Penyebab ketidakpuasan.

Pengalaman yang tidak memuaskan disebabkan oleh:
nafsu keinginan (keserakahan),
ketidaksukaan (kebencian atau tidak ingin), dan
kebodohan (kegelapan, kurangnya Kebijaksanaan).
Kebenaran Mulia Ketiga

Kebenaran Tentang Akhir Dukkha - Nirwana.
Hidup bisa bebas dari ketidakpuasan.

Ada keadaan damai di mana tidak ada pengalaman yang tidak memuaskan:
Pencerahan atau Nirwana (padamnya keserakahan, kebencian, dan kegelapan batin).
Kebenaran Mulia Keempat

Kebenaran Tentang Jalan Menuju Akhir Dukkha
Jalan untuk hidup bebas dari ketidakpuasan.

Ada jalan untuk membawa kita menuju Kedamaian dan Kebahagiaan Sejati:
Jalan Mulia Berfaktor Delapan.

Mengapa Ada Begitu Banyak "Penderitaan"
Dibahas Dalam Ajaran Buddha?

Pemakaian kata "penderitaan" dalam ajaran Buddha dapat menimbulkan salah pengertian. Ketika kita mendengar Buddha berkata, "Hidup adalah penderitaan," kita jadi bertanya-tanya terhadap apa yang Ia katakan, karena sebagian dari kita tidak mengalami penderitaan yang terlalu berat dalam kehidupan.

Kata yang sesungguhnya dipakai Buddha adalah "Dukkha" yang berarti 'segala sesuatu tidak benar-benar pas dalam hidup kita-banyak terdapat kondisi yang tidak memuaskan dalam keberadaan kita; selalu saja ada sesuatu yang tampaknya tidak pas.' Jadi, "penderitaan" yang dipakai dalam ajaran Buddha merujuk pada segala jenis ketidakpuasan, baik yang besar maupun yang kecil.
Apakah Kebahagiaan Itu?

Dalam hidup ini, sedikit-banyak kita mengalami ketidakpuasan. Buddha tidak pernah menyangkal bahwa ada kesenangan dan kebahagiaan dalam hidup. Namun, masalah yang terus mengusik akibat ketidakpuasan selalu ada, sementara "kebahagiaan" selalu cepat berlalu. Inilah satu-satunya masalah dalam hidup kita, tetapi ini adalah masalah TERBESAR karena hal ini mencakup semua masalah yang kita hadapi. Buddha hanya mengarahkan perhatian kita pada kenyataan bahwa penderitaan merupakan bagian yang tak terhindarkan dari kehidupan, bahwa itu adalah masalah yang dialami oleh kita semua, yang ingin kita hindari, yang itu dapat diatasi dengan pencapaian Nirwana (Kebahagiaan Sejati).
Apakah Empat Kebenaran Mulia Itu Pesimistik?

Sebagian orang mengatakan bahwa ajaran Buddha adalah ajaran yang pesimistik karena selalu membahas tentang penderitaan. Ini jelas tidak benar. Di sisi lain, ajaran Buddha juga bukan ajaran optimistik yang membuta. Sesungguhnya, ajaran Buddha adalah ajaran yang realistik dan penuh harapan karena ajaran ini mengajarkan bahwa Kebahagiaan Sejati dapat dicapai melalui upaya pribadi, seseorang menjadi tuan atas kehidupannya sendiri.

Masalah dan kesulitan selalu ada, entah kita memikirkannya atau tidak. Akan tetapi, pemecahan hanya memungkinkan dengan pengenalan masalah secara apa adanya. Buddha menyatakan Kebenaran yang tak tersangkalkan bahwa hidup ini penuh ketidakpuasan, oleh karenanya Ia mengajarkan kita jalan keluar dari ketidakpuasan menuju Kebahagiaan Sejati!
Seberapa Penting Empat Kebenaran Mulia?

Merealisasikan Empat Kebenaran Mulia adalah tugas utama kehidupan pengikut Buddha karena hal ini membawa pada Kebahagiaan Sejati. Kita akan mendapati bahwa susunan Empat Kebenaran Mulia adalah rumus pemecahan masalah yang sangat sederhana, masuk akal, ilmiah, dan sistematik. Karena kebenaran-kebenaran ini memecahkan masalah pokok penderitaan, oleh karenanya Empat Kebenaran Mulia sangatlah penting.
Bagaimana Empat Kebenaran Mulia Bekerja?

Kebenaran pertama menyatakan adanya masalah penderitaan. Kebenaran kedua menyatakan penyebab masalah. Kebenaran ketiga menyatakan keadaan ideal tanpa masalah, dan Kebenaran keempat menyatakan bagaimana keadaan ideal itu dapat dicapai.
Apa Asal Mula Empat Kebenaran Mulia?

Empat Kebenaran Mulia diajarkan pertama kali oleh Buddha pada pembabaran Dharma yang pertama di Taman Rusa di Isipatana (bagian India kuno, di dekat Benares), setelah Ia mencapai Pencerahan, lebih dari 2.500 tahun yang lalu. Pembabaran itu dikenal dengan Dhammacakkappavattana Sutta (Ceramah Pemutaran Roda Dharma). Seluruh ajaran yang disampaikan Buddha sesudahnya merupakan penjelasan mendalam dari Empat Kebenaran Mulia, ataupun ajaran yang mengarahkan ke Empat Kebenaran Mulia. Buddha menggunakan berbagai cara dan metode yang piawai dalam mengajarkan Empat Kebenaran Mulia kepada berbagai jenis orang.


JALAN MULIA BERFAKTOR DELAPAN
Apakah Jalan Mulia Berfaktor Delapan Itu?

Jalan Mulia Berfaktor Delapan (Kebenaran Mulia Keempat) adalah suatu rumus yang sistematik dan lengkap untuk lepas dari ketidakpuasan dan mencapai Kebahagiaan Sejati. Jalan ini berisi segala sesuatu yang diperlukan untuk kehidupan yang mulia, kejernihan pemahaman, dan pencapaian kebijaksanaan, yang menghindari ekstrem pemanjaan diri maupun penyiksaan diri. Kedelapan faktor Jalan Mulia Berfaktor Delapan dapat dibagi dalam tiga aspek sebagai berikut:

Kebijaksanaan (Panna):

    Pandangan Benar
    Perniatan Benar

Disiplin Moral (Sila):

    Perkataan Benar
    Perbuatan Benar
    Penghidupan Benar

Pengembangan Batin (Samadhi):

    Pengupayaan Benar
    Penyadaran Benar
    Pengheningan Benar

Perkataan Benar

Kita seharusnya berusaha memperhatikan dan menghargai sifat-sifat baik dan pencapaian orang lain alih-alih melepaskan kemarahan atau rasa frustrasi kita kepada mereka. Kita dapat saling memberikan dukungan moral, penghiburan kala duka, dan berbagi Dhamma. Perkataan adalah alat ampuh untuk mempengaruhi orang lain. Ketika ucapan digunakan dengan bijaksana, banyak yang akan mendapat manfaat. Perkataan Benar adalah menghindari:

    Berbohong.
    Memfitnah.
    Berkata kasar.
    Obrolan tak bermanfaat.

Kita seyogianya

    Memberikan pujian dengan tepat.
    Mengkritik hanya yang bersifat membangun.
    Menyebarkan kebenaran.
    Menyampaikan ucapan yang menyembuhkan.
    Bisa tetap diam bila diperlukan.

Perbuatan Benar

Latihan Perbuatan Benar meliputi menghargai kehidupan, kepemilikan, dan hubungan pribadi pihak lain. Latihan ini membantu mengembangkan watak kendali diri dan berperhatian terhadap hak-hak makhluk lain. Perbuatan Benar adalah menghindari:

    Membunuh
    Mengambil yang tidak diberikan
    Melakukan perbuatan asusila

Perbuatan Benar termasuk juga tindakan jasmani yang membawa manfaat bagi pihak lain. Ini termasuk menolong dan menyelamatkan makhluk lain dari bahaya atau penderitaan.
Penghidupan Benar

Penghidupan Benar berarti berpencaharian dengan tidak merugikan makhluk lain. Dalam memilih pekerjaan, kita seharusnya menghargai kehidupan dan kesejahteraan semua makhluk.

Ada lima jenis mata pencaharian yang Buddha anggap sebagai cara-cara yang tidak menghargai kehidupan. Kelimanya seharusnya dihindari karena menyebabkan penderitaan dan kesengsaraan pihak lain, ataupun menciptakan perpecahan dalam masyarakat. Mata pencaharian yang seharusnya dihindari adalah:

    Berdagang senjata
    Berdagang hewan untuk disembelih
    Berdagang budak dan pelacuran
    Berdagang minuman keras
    Berdagang racun

Pengupayaan Benar

Upaya diperlukan untuk menanam kebajikan atau mengembangkan batin kita, karena kita sering lalai atau tergiur untuk mengambil jalan keluar yang gampang. Buddha mengajarkan bahwa pencapaian Kebahagiaan Sejati dan Pencerahan tergantung pada upaya kita sendiri. Upaya adalah akar dari segala pencapaian. Jadi, tak peduli betapa agung pencapaian Buddha, atau betapa hebatnya ajaran Buddha, kita harus menjalani ajaran tersebut secara nyata untuk mencapai hasil yang diharapkan. Ada empat jenis Pengupayaan Benar yang perlu dijalani:

    Upaya untuk mencegah munculnya pikiran buruk (ketamakan, kebencian, dan kegelapan batin).
    Upaya untuk melepaskan pikiran buruk yang telah muncul.
    Upaya untuk mengembangkan pikiran baik (kedermawanan, cinta kasih, dan kebijaksanaan).
    Upaya untuk memelihara pikiran baik yang telah muncul (sekalipun ketika tidak diperhatikan oleh orang lain).

Penyadaran Benar

Penyadaran murni (sati) adalah faktor penting dalam kehidupan sehari-hari kita. Ini adalah faktor batin yang membuat kita mampu mengingat serta menjaga kesadaran dan perhatian kita pada apa yang bermanfaat dalam hal pikiran, perkataan, dan perbuatan. Sebagai contoh, ketika kita bangun pada pagi hari, kita bisa bertekad, "Hari ini sebisa mungkin aku akan berusaha untuk tidak merugikan makhluk lain dan akan membantu mereka." Penyadaran murni akan membantu mempertahankan pemikiran tersebut dalam pikiran kita sepanjang hari, dan menyadarkan kita apakah perbuatan sehari-hari kita sesuai dengan niat tadi. Pikiran harus selalu sadar akan apa yang terjadi agar tidak terjadi hal-hal yang tidak diinginkan.

Melatih Penyadaran Benar diperlukan untuk mencapai kebijaksanaan dan Pencerahan. Pikiran harus terkendalikan dan terlindungi dari kekacauan. Ketamakan dan kemarahan harus dihindari dengan sadar. Penyadaran diberikan pada pikiran karena melalui pikiran segala sesuatu dicerna, ditafsir, dan dipahami. Untuk mencapai Kebahagiaan Sejati, pikiran yang tidak disiplin pertama-tama harus dikendalikan. Menaklukkan pikiran berarti menaklukkan dunia.
Pengheningan Benar

Meditasi adalah proses bertahap untuk melatih pikiran agar terpusat pada suatu obyek tunggal, dan tak tergoyahkan pada obyek tersebut. Obyek konsentrasi bisa berupa hal materi seperti bunga atau non-materi seperti cinta kasih. Bahkan jika kita berlatih meditasi selama lima belas menit setiap hari, kita akan mulai merasakan manfaatnya. Latihan meditasi yang teratur akan membantu kita untuk mengembangkan pikiran yang tenang dan terpusat, serta menyiapkan kita untuk pada akhirnya mencapai kebijaksanaan dan Pencerahan.
Pandangan Benar

Pandangan Benar atau Pemahaman Benar adalah melihat segala sesuatu sebagaimana adanya, bukannya sebagaimana tampaknya. Untuk melihat segala sesuatu sebagaimana adanya, kita harus mengamati diri kita sendiri dan sekitar dengan cermat, menyelidiki arti sebenarnya dari yang diamati. Pandangan Benar adalah pengetahuan sejati akan segala sesuatu yang direalisasikan oleh diri sendiri melalui praktik.

Sikap menyelidik dan menelaah penting untuk mencapai Pandangan Benar. Buddha mengajarkan kita untuk tidak percaya begitu saja pada desas-desus, tradisi, atau kewenangan sebagai Kebenaran, melainkan untuk menimbang Kebenaran dengan pengalaman kita sendiri yang obyektif dan adil. Buddha mengajarkan, seperti halnya orang bijaksana yang tidak menerima begitu saja bahwa setiap logam yang berkilau keemasan adalah emas, tetapi mengujinya terlebih dahulu. Dengan demikian, kita semestinya tidak menerima begitu saja apa yang didengar tanpa mengujinya dengan pengalaman kita sendiri.

Meskipun demikian, dalam mencari Kebenaran, kita bisa saja menilik ajaran Buddha sebagai acuan bantu. Ini adalah langkah pertama menuju pengembangan Pandangan Benar. Kita seyogianya mendengar dan mempelajari ajaran Buddha dan penjelasan guru-guru yang berkualitas. Akan tetapi, mendengarkan ajaran Buddha saja tidaklah cukup, kita juga harus memperhatikan dan sungguh-sungguh mencoba untuk menjalaninya.

Buddha berkata bahwa mengembangkan Pandangan Benar adalah seperti orang buta yang matanya tercelikkan, seluruh sikapnya terhadap hal-hal yang semula disukai atau tidak disukai akan berubah karena dia telah mampu melihat semuanya dengan tepat.
Perniatan Benar

Niat atau pemikiran akan mempengaruhi perkataan dan perbuatan kita. Jika kita berkata atau bertindak berdasarkan pemikiran yang tamak atau penuh amarah, maka kita akan berkata atau bertindak dengan salah, akibatnya kita akan menderita. Sangatlah penting untuk memurnikan pikiran, jika kita betul-betul berniat memperbaiki tingkah laku kita. Kehendak Benar mengetahui bagaimana menggunakan pengetahuan yang kita miliki untuk kebaikan diri kita sendiri dan semua makhluk.

Perniatan Benar berarti menghindari nafsu keinginan dan niat buruk, dan membangkitkan pikiran tentang melepaskan kemelekatan, mengembangkan cinta kasih dan kewelasan. Nafsu keinginan harus dihindari karena tidak akan pernah terpuaskan dan mengarahkan pada tindakan yang keliru. Pikiran yang tidak melekat akan menyingkirkan nafsu keinginan, sementara pikiran cinta kasih dan kewelasan akan mengenyahkan niat buruk.


PERNAUNGAN DALAM TIGA PERMATA

Ketika kita hendak menjadi umat Buddha secara formal, langkah pertama adalah menyatakan bernaung kepada Tiga Permata (Tiratana): Buddha, Dharma, dan Sangha. Itu adalah suatu ungkapan keyakinan dan tekad untuk menjalani jalan Buddha. Sejak masa kehidupan Buddha, dengan menyatakan Tiga Pernaungan ini, seseorang dikatakan menjadi pengikut Buddha.
Mengapa Bernaung?

Jika kita mengamati dunia ini dengan cermat, kita akan melihat banyak kesakitan, penderitaan, dan keputusasaan yang dialami semua makhluk. Kita akan mencari jalan untuk menghentikan semua kondisi yang menyengsarakan ini, seperti seorang pengelana yang terperangkap dalam badai mencari tempat pernaungan. Jika dia menemukan tempat bernaung yang kokoh dan aman, dia akan memanggil orang lain yang juga bergelut dalam badai untuk turut bernaung. Begitu pula, seseorang memilih menjadi pengikut Buddha ketika dia mengerti siapa Buddha itu dan bagaimana Tiga Permata dapat menyediakan jalan untuk mengakhiri penderitaan. Terdorong rasa Kewelasan, dia juga mendorong orang lain untuk berbuat yang sama.

Buddha, Dharma, dan Sangha dikenal sebagai Tiga Permata karena mereka mewakili sifat-sifat yang luar biasa dan tak ternilai. Begitu kita menyadari sifat-sifat unik ini, setelah melakukan pertimbangan secara hati-hati, dan yakin bahwa Tiga Permata dapat membawa kita pada Kebahagiaan Sejati dan Pencerahan, kita menyatakan bernaung di dalam-Nya. Oleh karena itu, ini bukan hanya keimanan belaka, namun dengan sikap pikiran terbuka dan semangat bertanya, kita mulai menjalankan ajaran Buddha.
Buddha

Kata "Buddha" berarti 'Yang Tercerahkan Sepenuhnya' atau 'Yang Sadar'. Ini adalah julukan yang diberikan kepada mereka yang telah mencapai Pencerahan Sempurna. Pengikut Buddha mengakui Buddha sebagai perwujudan Moralitas tertinggi, Konsentrasi terdalam, dan Kebijaksanaan sempurna. Buddha juga dikenal para pengikut-Nya sebagai "Yang Sempurna" karena Ia telah membasmi segala keserakahan, kebencian, dan kegelapan batin, telah mengatasi semua tindakan buruk, mengakhiri segala penderitaan di dalam dirinya.

Buddha adalah sosok yang tercerahkan sepenuhnya karena Ia telah menyadari Kebenaran dan melihat segala sesuatu sebagaimana adanya. Melalui Kebijaksanaan-Nya yang sempurna, Ia mengetahui apa yang baik dan apa yang tidak baik bagi setiap orang. Karena Kewelasan-Nya, Ia menunjukkan kepada kita jalan menuju Kebahagiaan Sejati.

Perilaku teladan, Kebijaksanaan sempurna, dan Kewelasan tanpa batas Buddha membuat-Nya menjadi guru yang luar biasa. Dengan cara-cara piawai, Ia mampu menggapai para pengikut-Nya sehingga mereka dapat memahami ajaran-Nya.
Buddha Sebagai Dokter

Pernaungan dapat diumpamakan sebagai dokter, obat, dan perawat bagi orang sakit yang perlu disembuhkan. Kita ini ibarat orang sakit karena terjangkit penyakit situasi tidak memuaskan dalam hidup. Untuk mencari pemecahannya, kita berkonsultasi kepada dokter yang piawai, yaitu Buddha, yang mendiagnosis penyebab penyakit kita, sikap pengusik, dan tindakan kacau yang telah ketika perbuat di bawah pengaruh penyakit itu. Kemudian Ia meresepkan obat, yaitu Dharma, ajaran-Nya, mengenai bagaimana mencapai Pencerahan.
Dharma

Buddha mengajarkan Dharma (ajaran mengenai Kebenaran segala sesuatu) semata-mata karena rasa Kewelasan-Nya kepada semua makhluk yang menderita dalam siklus kelahiran dan kematian. Oleh karena itu, Dharma diajarkan tanpa motif kepentingan diri. Dharma diajarkan dengan baik, sepenuhnya baik, bersifat murni, dan terang bagai cahaya yang mengenyahkan kegelapan. Dharma yang dipelajari dan dijalankan akan membawa banyak manfaat, baik saat ini maupun masa yang akan datang.

Dharma adalah ajaran tentang sifat-sifat alami kehidupan. Ajaran utama Buddha ini dimuat dalam kumpulan naskah yang disebut Tipitaka. Tipitaka terdiri dari ceramah-ceramah yang disampaikan Buddha (Sutta Pitaka), aturan disiplin monastik (Vinaya Pitaka), serta filsafat dan psikologi Buddhis (Abhidhamma Pitaka).

Kita dapat mengetahui tentang Dharma dengan membaca naskah suci. Kita juga dapat belajar dari tulisan dan penjelasan guru-guru yang berkualitas. Begitu kita telah membiasakan diri dengan Dharma melalui membaca dan mendengar, kita harus merealisasikan Kebenaran tersebut bagi diri kita sendiri dengan jalan mempraktikkannya. Ini berarti memurnikan perilaku dan mengembangkan batin kita sampai ajaran tersebut menjadi bagian dari pengalaman kita sendiri.
Dharma Sebagai Obat

Kita harus mempraktikkan Dharma, yang diumpamakan sebagai obat yang diresepkan Buddha kepada kita untuk mencapai Pencerahan. Tidaklah cukup hanya mendengarkan Dharma, kita harus dengan aktif menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari dan dalam hubungan kita dengan orang lain. Ini berarti kita harus berusaha berperhatian murni dan sadar ketika sikap yang mengganggu muncul. Kemudian, kita menggunakan obat yang membuat kita dapat mengamati situasi yang sesungguhnya. Jika orang sakit punya obat tetapi tidak meminumnya, orang itu tidak akan sembuh. Begitu pula, bisa jadi kita punya tempat pemujaan megah dan perpustakaan lengkap berisi buku Dharma di rumah, tetapi jika kita, misalnya, tidak dapat menerapkan kesabaran ketika bertemu dengan orang yang mengesalkan kita, berarti kita kehilangan kesempatan langsung untuk mempraktikkan Dharma.
Sangha

Sangha adalah komunitas para biarawan dan biarawati yang menjalani kehidupan teladan, yang berlatih pandangan cerah terhadap sifat sejati segala sesuatu. Kehidupan dan pencapaian mereka menunjukkan kepada yang lain bahwa kemajuan dalam jalan Pencerahan adalah suatu hal yang memungkinkan.

Selain itu, umumnya Sangha juga merujuk pada empat kelompok, yaitu biarawan (bhikkhu), biarawati (bhikkhuni), pengikut awam pria (upasaka), dan pengikut awam wanita (upasika), walaupun "Sangha" biasanya dimaksudkan untuk merujuk biarawan dan biarawati yang telah melepaskan kehidupan keduniawian untuk berlatih dan mengajar Dharma sepanjang waktu. Bhikkhu dan bhikkhuni dihormati karena perilaku mereka yang baik dan pengalaman mereka dalam praktik spiritual. Mereka juga dihormati karena ketekunan, perhatian murni, dan ketenangan mereka. Bijaksana dan terpelajar, mereka dapat menjadi guru Dharma, bagai sahabat terpercaya yang mengilhami kita sepanjang jalan praktik.

Pengikut awam menerima Empat Kebenaran Mulia dan ajaran-ajaran Buddha lainnya, serta mencari Kebahagiaan dan Pencerahan sebagai tujuan umum dalam kehidupan mereka. Mereka juga memegang teguh nilai-nilai moral. Oleh karena itu, seorang pengikut Buddha juga dapat meminta bantuan dan saran kepada pengikut lainnya kala diperlukan.
Sangha Sebagai Perawat

Anggota Sangha itu seperti perawat yang membantu kita untuk meminum obat Dharma. Perawat mengingatkan kita ketika kita lupa pil mana yang harus diminum. Jika kita kesulitan menelan pil yang besar, perawat akan memecahkan pil besar menjadi potongan-potongan kecil untuk kita. Begitu pula, ketika kita bingung, Sangha akan membantu kita dalam menjalankan Dharma dengan benar. Praktisi yang lebih berpengalaman dari kita dapat menjadi sahabat spiritual yang dapat membantu kita.
Perjalanan Menuju Pencerahan

Untuk lebih memahami gagasan pernyataan pernaungan, bayangkan seorang pelancong yang ingin mengunjungi sebuah kota yang jauh dan tidak pernah dikunjunginya. Dia akan membutuhkan penunjuk jalan, sebuah jalan untuk ditelusuri, dan bahkan teman seperjalanan. Pengikut Buddha yang berusaha mencapai Kebahagiaan Sejati dan Pencerahan adalah seperti pelancong ini. Buddha adalah penunjuk jalannya, Dharma adalah jalannya, dan Sangha adalah teman seperjalanannya.
Pernyataan Pernaungan

Ungkapan paling sederhana bagi niat seseorang untuk menyatakan Tiga Pernaungan (Tisarana) kepada Tiga Permata adalah dengan mengulang kalimat-kalimat berikut sebanyak tiga kali:

Aku bernaung kepada Buddha.
Aku bernaung kepada Dharma.
Aku bernaung kepada Sangha.

Kalimat-kalimat ini dapat diuncarkan sendirian di depan citra Buddha atau mengulang baris demi baris setelah bhikkhu/bhikkhuni mengucapkannya. Upacara formal ini sangatlah sederhana, tetapi komitmen dalam hati kitalah yang betul-betul bermakna. Seorang pengikut Buddha dapat mengulang Tiga Pernaungan setiap hari untuk mengingatkan dirinya bahwa dia telah membuat komitmen untuk mencapai Kebahagiaan Sejati dan Pencerahan melalui panduan dan inspirasi dari Tiga Permata.
Manfaat Pernyataan Pernaungan

Menyatakan Tiga Pernaungan adalah langkah pertama dalam jalan menuju Pencerahan. Setelah itu, melalui perilaku moral, pengembangan batin, dan kendali diri, Kebijaksanaan dan Kewelasan dapat dicapai. Bahkan jika Pencerahan tidak tercapai dalam kehidupan ini, seseorang yang menyatakan pernaungan kepada Tiga Permata dapat dikatakan memiliki kondisi yang menguntungkan untuk bertemu dengan Tiga Permata lagi, yang akan membantu pencapaian Pencerahan pada kehidupan-kehidupan selanjutnya.


LIMA DISIPLIN MORAL

Lima Disiplin Moral (Lima Sila) merupakan rekomendasi yang diberikan oleh Buddha, disarankan untuk dijalani oleh kita yang berniat untuk menjalani kehidupan yang damai sembari bersumbangsih bagi kebahagiaan keluarga dan masyarakat. Lima Sila dilaksanakan secara sukarela oleh penganut awam Buddha. Lima Sila bukanlah perintah yang harus dipatuhi dengan membuta. Lima Sila membentuk basis moralitas universal dalam aspek Disiplin Moral (Sila) dari Jalan Mulia Berfaktor Delapan, yang sangat penting dalam praktik awal jalan Buddhis.
Apakah Sila Merupakan Peraturan Tetap?

Menaati Sila secara membuta tanpa Kebijaksanaan dan pemahaman tidaklah disarankan. Lima Sila seharusnya tidak dilekati secara membuta tanpa mengindahkan keadaan sekitar; kadang ada kejadian-kejadian pengecualian ketika dengan melaksanakan Sila malah akan menciptakan lebih banyak penderitaan bagi pihak lain, jadi tidak bijaksana. Pada keadaan semacam ini, Lima Sila terpaksa "dilanggar". Sebagai contoh, kita mungkin terpaksa berbohong demi menolong seseorang yang berada dalam bahaya. Ini memang jadi "melanggar" Sila Keempat yang menyatakan untuk tidak berbohong. Kapan pun Lima Sila terpaksa "dilanggar", itu semestinya demi kesejahteraan makhluk lain, bukan demi keuntungan egoistis.
Apakah Manfaat Sila Itu?

Buddha pernah mengatakan kepada seorang pendeta bahwa lebih baik "mengorbankan" perilaku buruk kita dengan menjalankan Lima Sila daripada membunuh hewan untuk "dikorbankan kepada dewa-dewa". Ia mengajarkan bahwa dengan menjalankan Lima Sila, tidak saja kita bersyukur atas berkah-berkah yang sekarang diperoleh, tetapi juga meningkatkan kesempatan untuk memperoleh kebahagiaan dan berkah pada masa yang akan datang. Seseorang yang dengan penuh perhatian menjalankan kelima petunjuk latihan ini akan menemukan kedamaian dalam kehidupan sehari-hari dan cenderung tidak akan membawa masalah baik bagi dirinya sendiri maupun orang lain.
Apakah Lima Sila Sulit Dijalankan?

Lima Sila tidak pernah dimaksudkan untuk membatasi kebebasan; Lima Sila justru melindungi kita dan makhluk lain sepanjang dijalani dengan baik. Melanggar salah satu dari Lima Sila bukan berarti dosa yang tak terampuni-itu dipandang sebagai tindakan yang kurang piawai karena kurangnya Kebijaksanaan. Pada awalnya, pengikut awam mungkin mengalami kesulitan untuk menjalankan Lima Sila secara lengkap dan sinambung, tetapi hendaknya kita tidak putus semangat. Bahkan jika kita hanya mampu menjalankan satu atau dua Sila dengan baik, kita telah meletakkan pondasi untuk kebahagiaan pada saat ini dan yang akan datang. Setiap hari kita bisa membuat pengingat tekad menjalankan Sila untuk mengingatkan kita akan cara hidup ideal yang seharusnya dijalankan. Kita harus berusaha semampu mungkin untuk mencapai keadaan yang ideal ini. Dengan melakukan hal itu, kita akan menemukan kedamaian batin dan lebih mudah menghadapi dunia ini. Kita harus ingat bahwa sekalipun saat ini kita tidak sempurna, namun kita semua dapat berjuang menuju kesempurnaan.
Bagaimana Cara Menjalankan Lima Sila?

Untuk mengungkapkan tekad kita untuk menjalankan Lima Sila, pengikut Buddha bisa menguncarkan Lima Sila di hadapan citra Buddha atau mengikuti pengucapan bhikkhu atau bhikkhuni. Penerimaan Lima Sila biasanya dilakukan setelah pernyataan Tiga Pernaungan.
Apakah Ada Aturan Moral Lainnya?

Semua aturan moral Buddhis lainnya, termasuk Delapan dan Sepuluh Sila (aturan moral untuk pengikut awam dalam pelatihan dan retret), aturan moral untuk bhikkhu atau bhikkhuni, dan Sila Bodhisatta (aturan moral untuk menolong sebanyak mungkin makhluk lain) adalah perluasan dari Lima Sila.
Sila Pertama

Menghargai kehidupan:
tidak membunuh; melindungi kehidupan.

Aku bertekad melatih diri untuk tidak melakukan pembunuhan (jadi aku akan melatih Kewelasan dengan melindungi dan menguntungkan semua kehidupan).

Menyadari penderitaan yang disebabkan oleh penghancuran kehidupan, aku berusaha mengembangkan Kewelasan dan melindungi kehidupan manusia, hewan, dan tanaman (melindungi alam). Aku bertekad untuk tidak membunuh atau menganiaya, untuk tidak membiarkan orang lain melakukan hal itu, dan untuk tidak mendukung tindakan yang melukai jasmani atau batin.
Sila Kedua

Menghargai milik orang lain:
tidak mencuri; bermurah hati.

Aku bertekad melatih diri untuk tidak mengambil yang tidak diberikan (jadi aku akan melatih Kedermawanan dengan berbagi dan memberikan kekayaan materi dan spiritualku).

Menyadari penderitaan yang disebabkan oleh eksploitasi, ketidakadilan, pencurian, dan penindasan, aku berusaha mengembangkan Cinta Kasih demi kesejahteraan semua makhluk. Aku akan melatih Kejujuran dan Kedermawanan dengan berbagi kekayaan, waktu, tenaga, perhatian, memberikan semangat, dan sumber daya lain, khususnya pemberian Kebenaran bagi yang membutuhkannya. Aku bertekad untuk tidak mencuri apa pun (termasuk waktu, misalnya dengan terlambat atau tidak bertanggung jawab saat bekerja) yang menjadi milik orang lain. Aku akan menghargai milik orang lain dan milik umum, dan mencegah orang lain mendapatkan keuntungan di atas penderitaan makhluk lain.
Sila Ketiga

Menghargai hubungan pribadi:
tidak memanjakan indra; berkecukupan.

Aku bertekad melatih diri untuk tidak melakukan perbuatan yang berkaitan dengan pemuasan indria (khususnya perbuatan asusila, jadi aku akan melatih kecukupan hati dan menyalurkan tenagaku untuk pengembangan spiritual)

Menyadari penderitaan yang disebabkan oleh perbuatan asusila, aku berusaha mengembangkan rasa tanggung jawab dan melindungi keamanan dan keutuhan pribadi, pasangan, keluarga, dan masyarakat. Aku bertekad untuk tidak terlibat hubungan seksual tanpa cinta, tanggung jawab, dan komitmen jangka panjang. Untuk memelihara kebahagiaan diriku dan orang lain, aku akan menghargai komitmen orang lain. Aku akan berusaha sekuat tenaga untuk melindungi anak-anak dari penyalahgunaan seksual dan mencegah pasangan dan keluarga dari perpecahan akibat perbuatan asusila.

Menyadari penderitaan yang disebabkan oleh pemanjaan indria, aku juga tidak akan lalai sampai memanjakan indra-indra penglihatan, pendengaran, penciuman, perasa, peraba, dan/atau pemikiran dalam kenikmatan indria (seperti pertunjukan, musik, makanan, seks, dan sebagainya), supaya aku tidak keluar dari jalan pengembangan diri.
Sila Keempat

Menghargai Kebenaran:
tidak berbohong; jujur.

Aku bertekad melatih diri untuk tidak mengatakan ucapan yang tidak benar (dan ucapan tidak berguna lainnya, jadi aku akan melatih untuk berkomunikasi secara positif).

Menyadari penderitaan yang disebabkan oleh ucapan yang tidak terjaga dan ketidakmampuan mendengarkan orang lain, aku berusaha mengembangkan ucapan yang penuh kasih, serta mendengarkan orang lain agar membawa sukacita dan kebahagiaan bagi mereka dan membebaskan mereka dari penderitaan mereka. Aku akan berkata jujur dengan perkataan yang membangkitkan kepercayaan diri, kegembiraan, dan harapan. Aku bertekad untuk tidak menyebarkan berita, mengkritik, atau mengutuk sesuatu yang tidak kuketahui dengan pasti. Aku akan menahan diri tidak mengucapkan perkataan yang dapat menyebabkan perpecahan atau perselisihan dalam keluarga atau masyarakat. Aku akan berusaha mendamaikan dan memecahkan masalah, besar ataupun kecil.
Sila Kelima

Menghargai kesejahteraan batin dan badan:
tidak meminum minuman keras; berperhatian murni.

Aku bertekad melatih diri untuk menghindari minuman keras dan yang dapat menyebabkan lemahnya kesadaran (jadi aku akan lebih sehat dan tidak akan melanggar sila-sila karena hilangnya kesadaran).

Menyadari penderitaan yang disebabkan oleh konsumsi zat yang melemahkan kesadaran, aku berusaha mengembangkan kesehatan badan dan batin bagi diriku, keluargaku, dan masyarakat dengan melatih makan, minum, dan mengkonsumsi dengan berkesadaran. Aku bertekad untuk tidak mengkonsumsi alkohol atau senyawa yang menyebabkan kecanduan, atau mencerna makanan yang mengandung unsur negatif. Aku akan mengembangkan kesadaran, perhatian, dan kejernihan pikiran. Aku menyadari bahwa merusak badan dan batin dengan racun-racun itu akan membawa kemunduran bagi keluarga dan masyarakat. Aku akan berusaha mengubah kekerasan, ketakutan, kemarahan, dan kebingungan dalam diriku dan masyarakat dengan menyeimbangkan badan dan batin. Aku paham bahwa diet yang tepat sangatlah penting bagi perubahan positif pada diriku dan masyarakat, serta kemajuan dalam pengembangan batin.

(Aturan ini kadang ditafsirkan sebagai penghindaran sepenuhnya dari zat yang memabukkan atau sebagai dibolehkannya penggunaan minuman keras sejauh tidak terjadi pemanjaan indria atau kerusakan kesehatan atau kesadaran. Pengamanan terbaik adalah penghindaran sepenuhnya, yang akan menopang kesadaran untuk melakukan empat Sila lainnya).


TIGA CORAK UMUM

Tiga Corak Umum adalah Kebenaran alam semesta yang dikaitkan dengan seluruh kehidupan walaupun berbeda ruang dan waktu. Tiga Corak Umum mengatakan tentang sifat sejati segala sesuatu. Buddha mengajarkan bahwa semua keberadaan yang berkondisi terpengaruh oleh Tiga Corak Umum. Hal ini disebut juga sebagai Tiga Pelindung Hukum (Dharma) sebagaimana yang Buddha ajarkan bahwa setiap ajaran yang berpegang pada ketiga corak ini bisa dikatakan sebagai ajaran sejati. Ajaran apa pun yang tidak mengandung Tiga Corak Umum dan Empat Kebenaran Mulia tidak dapat dikatakan sebagai ajaran Buddha. (Pada ajaran Buddha tradisi Theravada, Dukkha diajarkan sebagai corak umum ketiga; sementara pada ajaran Buddha tradisi Mahayana, Nirwana diajarkan sebagai corak umum ketiga). Untuk mencapai Kebahagiaan Sejati atau Pencerahan, semua Kebenaran ini harus disadari untuk membantu kita menerima kenyataan.

    Anicca-Ketidakkekalan (Perubahan)
    Segala yang terkondisi selalu dalam perubahan.
    Dukkha-Ketidakpuasan (Penderitaan)
    Segala yang terkondisi tidaklah memuaskan.
    Anatta-Ketiadaan Diri (Tiada Aku)
    Segala fenomena adalah tanpa inti/aku yang kekal.
    Nirwana-Pencerahan (Keheningan Sempurna)
    Pencerahan adalah pencapaian Kedamaian Sejati dan Kebahagiaan Sejati.

Hubungan Corak-Corak Umum

Apa pun yang akan selalu dalam perubahan (Anicca) adalah tanpa inti yang kekal (Anatta) dan menyebabkan ketidakpuasan (Dukkha) jika kita melekat pada mereka. Nirwana adalah keadaan damai tanpa terpengaruh oleh ketiga corak di atas.
Anicca

Anicca menggambarkan fenomena dari sudut pandang waktu. Segala sesuatu di alam semesta, baik fisik (dari sel terkecil dari tubuh kita sampai bintang terbesar) maupun mental (seperti bentuk-bentuk pikiran yang berkeliaran dalam pikiran kita) selalu mengalami perubahan, tidak pernah tetap sama sekalipun hanya dalam perbedaan detik. Karena segala sesuatu merupakan hasil atau akibat dari sebab-sebab dan kondisi yang berubah, maka segala sesuatu juga terus-menerus berubah.

Komponen terkecil dari benda yang paling padat sekalipun hanyalah gumpalan energi yang mengalir. Pikiran yang tidak terlatih bahkan lebih berkeliaran dan rentan untuk berubah, tidak punya kestabilan. Semua unsur hidup dan tidak hidup adalah subjek pembusukan dan penghancuran. Hukum Anicca bersifat netral dan tidak memihak, tidak diatur oleh hukum apa pun yang lebih tinggi; segalanya berlalu dan terperbarui secara alamiah.
Mengapa Kita Perlu Menyadari Anicca?

Ketika kita menyadari bahwa orang (kepribadian, minat, dan sikap mereka) dan situasi hidup tidaklah tetap dan terus berubah, kita akan menyikapi setiap momen hubungan dengan pikiran terbuka, mampu bereaksi terhadap setiap situasi baru tanpa melekat pada konsepsi yang telah lalu. Dengan demikian hubungan dapat dikembangkan dengan baik.

Kesuksesan dalam hidup tergantung pada kemampuan kita untuk beradaptasi dengan perubahan situasi dan menciptakan kesempatan-kesempatan baru. Kita akan lebih sukses dalam semua upaya kita jika Kebenaran ini disadari. Kita juga akan belajar untuk menghargai kesehatan, kesejahteraan materi, hubungan, dan hidup yang tidak terlalu melekat, menggunakan kesejahteraan kita untuk dengan penuh kesadaran mempraktikkan jalan menuju Kebahagiaan Sejati atau Pencerahan. Juga dengan Anicca, kita dapat mengubah penderitaan menjadi Kebahagiaan.
Anatta

Anatta menggambarkan fenomena dari sudut pandang ruang. Segala sesuatu di alam semesta tersusun dari berbagai bagian, yang juga terdiri dari bagian-bagian yang lebih kecil. Setiap bagian selalu berubah, kadang perubahan besar, tapi kebanyakan halus (bagi indra kita). Tak satu pun komponen yang tidak berubah, segalanya selalu berubah. Sesuatu itu ada hanya jika bagian-bagian penyusunnya bergabung. Jadi, tidak ada inti atau diri yang tetap dalam segala sesuatu, inilah yang disebut tanpa-pribadi. Ini juga berarti bahwa segala sesuatu saling berhubungan dan saling bergantungan satu sama lain. Tidak ada sesuatu pun yang berdiri sendiri sebagai diri yang terpisah.

Jika ada suatu diri yang sejati atau permanen, kita harus dapat mengidentifikasikannya. Bagaimanapun juga, tubuh kita berubah tak henti-hentinya dari detik ke detik, dari kelahiran sampai kematian. Pikiran bahkan berubah lebih cepat lagi. Jadi, kita tidak dapat mengatakan bahwa badan, batin, atau gabungan tertentu dari keduanya adalah suatu diri yang berdiri sendiri. Tidak ada yang dapat berdiri sendiri karena badan maupun batin tergantung dari banyak faktor untuk eksis. Karena apa yang dinamakan "diri" ini hanyalah sekumpulan faktor fisik dan mental yang terkondisi dan selalu dalam perubahan, tidak ada unsur yang nyata atau konkrit di dalam kita.

Jika tubuh adalah diri, tubuh seharusnya mampu menghendaki atau mengendalikan dirinya untuk menjadi kuat dan sehat. Namun demikian, tubuh dapat menjadi lelah, lapar, dan jatuh sakit. Begitu pula, jika pikiran adalah diri, seharusnya pikiran dapat melakukan apa pun yang dikehendakinya, tetapi pikiran sering berlarian dari yang benar menjadi salah. Pikiran menjadi terganggu, kacau, dan bertentangan dengan kehendaknya. Oleh karena itu, baik batin maupun badan bukanlah diri.
Mengapa Kita Perlu Menyadari Anatta?

Orang yang tidak menyadari Kebenaran ini akan cenderung mementingkan diri sendiri dan egois. Orang itu tidak hanya merasa terus terancam oleh orang lain dan situasi tertentu, dia juga akan merasa terdorong untuk terus melindungi dirinya, harta bendanya, bahkan pendapatnya, dengan segala cara.

Dengan menyadari Kebenaran ini, kita akan lebih mudah untuk tumbuh, belajar, berkembang, bermurah hati, baik hati, dan berkewelasan karena kita tidak merasa selalu harus membentengi diri. Kita juga akan menghadapi situasi sehari-hari dengan lebih baik, membantu kemajuan menuju Kebahagiaan Sejati atau Pencerahan. Sepanjang kita menganggap kita memiliki diri, sikap "aku-punyaku-milikku" akan menguasai hidup kita dan membawa berbagai macam masalah.
Dukkha

Tidak ada sesuatu pun di alam semesta ini yang dapat memberi kita kepuasan yang lengkap dan abadi. Hal ini dikarenakan adanya perubahan terus-menerus pada segala hal (termasuk apa yang kita nilai berharga) dan nafsu keinginan yang selalu berubah dalam pikiran kita yang tidak terlatih. Bahkan selama pengalaman yang paling menyenangkan pun, terdapat kecemasan bahwa momen itu pun tidak akan berlangsung lama. Mencari kebahagiaan abadi dalam perubahan terus-menerus akan mengganggu kedamaian batin, menyebabkan penderitaan. Hal ini juga berakhir dalam penderitaan kelahiran kembali yang terus berulang.
Mengapa Kita Perlu Menyadari Dukkha?

Menyadari bahwa ketidakpuasan bersifat universal dan tak terhindari, memungkinkan kita untuk menghadapi kenyataan hidup dengan ketenangan. Kita akan mampu mengatasi penuaan, kesakitan, dan kematian tanpa merasa kecil hati atau putus asa. Kesadaran ini juga menyemangati kita untuk mencari penyelesaian masalah ketidakpuasan seperti yang Buddha lakukan, serta mencari Kebahagiaan Sejati atau Pencerahan.
Nirwana

Nirwana adalah dasar kehidupan, substansi dari segala sesuatu. Contohnya, ombak tidak harus "mati" untuk menjadi air. Air adalah substansi ombak. Ombak merupakan air juga. Kita juga seperti itu. Kita membawa dasar antar-makhluk (saling keterhubungan), Nirvana, "dunia" yang melampaui kelahiran dan kematian, kekal dan tidak kekal, diri dan tiada diri. Nirwana adalah keheningan sejati dari konsep dan fenomena-Kedamaian Sejati. Nirwana adalah dasar dari semua itu, seperti ombak yang tidak akan ada tanpa ada air. Jika Anda tahu bagaimana menyentuh ombak, Anda tahu bagaimana menyentuh air pada saat yang sama. Nirwana tidak berdiri terpisah dari Anicca dan Anatta. Jika Anda tahu bagaimana menggunakan hal itu untuk menyadari kenyataan, Anda bersentuhan dengan Nirwana di sini dan saat ini.

Nirwana adalah punahnya segala konsep pemikiran. Kelahiran dan kematian adalah konsep pemikiran. Jadi dan tidak jadi adalah konsep pemikiran. Dalam kehidupan sehari-hari, kita harus berurusan dengan kenyataan relatif ini. Akan tetapi, jika kita mengamati hidup dengan lebih mendalam, kenyataan akan terungkap dengan sendirinya dalam jalan yang lain. Ketika Anda memahami Anicca dan Anatta, Anda telah terbebas dari penderitaan dan mencapai Nirwana. Nirwana bukanlah sesuatu yang Anda cari-cari untuk masa mendatang. Sebagai pelindung Dharma, Nirwana ada dalam semua ajaran Buddha. Nirwana bukanlah tiadanya kehidupan. Nirwana dapat ditemukan dalam kehidupan ini juga. Nirwana berarti keteduhan, keheningan, atau padamnya api penderitaan. Nirwana mengajarkan bahwa kita telah menjadi apa yang kita inginkan. Kita tidak harus mengejar segala sesuatu lagi. Kita hanya perlu kembali kepada kita sendiri dan memahami hakikat sejati kita. Ketika kita melakukan ini, kita akan berada dalam kedamaian dan sukacita sejati.
Mengapa Kita Perlu Menyadari Nirwana?

Nirwana adalah istilah "teknis" Buddhis untuk Pencerahan-pembebasan dari segala penderitaan atau Kebahagiaan Sejati! Jika kita ingin sungguh-sungguh berbahagia, Nirwana harus kita capai.


KARMA

Karma (Sanskerta: karma) berarti perbuatan. Karma merujuk pada perbuatan berkehendak yang kita lakukan dengan tubuh, ucapan, dan pikiran kita melalui berbuat, berkata, dan berpikir. Karma adalah kaidah bahwa setiap perbuatan yang dilakukan, jika kondisinya sesuai, akan menghasilkan akibat tertentu.
Bagaimana Karma Bekerja?

Semua perbuatan meninggalkan jejak atau benih pada kesadaran kita, yang akan masak menjadi pengalaman-pengalaman kita ketika kondisi yang sesuai muncul. Sebagai contoh, jika kita menolong seseorang dengan hati yang tulus, perbuatan ini akan meninggalkan jejak-jejak positif dalam arus pikiran kita. Ketika kondisinya memadai, jejak ini akan masak dalam bentuk kita menerima pertolongan tatkala kita membutuhkannya.

Benih-benih Karma terus mengikuti kita dari satu kehidupan ke kehidupan berikutnya. Bagaimanapun juga, jika kita tidak menciptakan sebab-sebab atau Karma untuk terjadinya sesuatu, kita tidak akan mengalami hasilnya. Jika kita tidak menanam benih tertentu, tanaman tidak akan tumbuh. Buddha mengajarkan:

Sesuai benih yang ditabur,
begitulah buah yang dituai.
Pelaku kebaikan akan meraih hasil yang baik,
Pelaku keburukan akan memetik hasil yang buruk.
Jika engkau menanam benih yang baik,
engkau akan menikmati buah yang baik.
Apakah Pengaruh Karma?

Karma mempengaruhi kelahiran kita yang akan datang dan mempengaruhi apa yang kita alami selama hidup ini: bagaimana orang lain memperlakukan kita, kekayaan kita, status sosial kita, dan sebagainya. Karma juga mempengaruhi kepribadian dan watak kita, bakat kita, perilaku kita, dan kebiasaan kita. Jenis lingkungan tempat kita dilahirkan juga dipengaruhi oleh Karma.

Kita yang sekarang ini sesuai dengan apa yang telah kita lakukan. Kita yang akan datang sesuai dengan apa yang tengah kita lakukan.
Ada Jenis Karma Apa Saja?

Jika suatu perbuatan membawa derita dan sengsara dalam jangka panjang bagi diri sendiri dan makhluk lain, itu adalah Karma yang buruk atau negatif. Sebaliknya, jika suatu perbuatan membawa kebahagiaan, itu adalah Karma yang baik atau positif. Perbuatan pada hakikatnya bukanlah baik atau buruk-mereka hanya sedemikian tergantung pada motivasi dan konsekuensi yang dihasilkannya. Kebahagiaan dan keberuntungan apa pun yang kita alami dalam hidup kita berasal dari tindakan-tindakan positif kita sendiri, sementara masalah-masalah kita datang dari tindakan-tindakan negatif kita sendiri.
Bagaimana Terjadinya Karma Buruk?

Ada sepuluh perbuatan negatif yang seharusnya dihindari jika kita tidak ingin menciptakan Karma buruk, yaitu:

    Membunuh
    Mencuri
    Berzinah
    Berbohong
    Memfitnah
    Berkata kasar
    Berbicara yang tak berguna
    Serakah
    Marah/Membenci
    Berpandangan salah

Bagaimana Terjadinya Karma Baik?

Ada sepuluh perbuatan bermanfaat yang seharusnya kita perjuangkan untuk menciptakan Karma baik. Kesepuluh perbuatan baik ini juga termasuk menghindari sepuluh perbuatan buruk. Adapun sepuluh perbuatan baik itu antara lain:

    Bermurah hati
    Mengendalikan diri
    Bermeditasi
    Menghormat
    Melayani
    Melimpahkan jasa
    Berbahagia atas jasa pihak lain
    Mendengarkan Dharma
    Mengajarkan Dharma
    Meluruskan pandangan

Dapatkah Karma Diciptakan Secara Bersamaan?

Karma bisa kolektif maupun individual. Karma kolektif adalah perbuatan yang dilakukan bersama-sama dalam sebuah kelompok. Contohnya, sepasukan tentara bersama-sama membunuh. Hasil perbuatan ini dapat dialami bersama-sama sebagai satu kelompok, seringnya dalam kehidupan yang akan datang. Namun setiap anggota kelompok berpikir, berbicara, dan bertindak secara berbeda-beda, hal ini juga menghasilkan karma individual, yang akibatnya akan dialami oleh masing-masing pribadi.
Siapakah yang Mengendalikan Karma?

Tidak ada siapa pun yang menentukan "imbalan dan hukuman" untuk apa yang kita lakukan. Kita menciptakan penyebab-penyebab dari tindakan kita, dan kita akan mengalami akibat-akibatnya. Kitalah yang bertanggung jawab atas pengalaman kita sendiri. Buddha menemukan hukum Karma-Ia tidak menciptakannya (tidak ada satu makhluk pun yang menciptakannya). Dengan mengajarkan hukum Karma kepada kita, Buddha menunjukkan kepada kita bagaimana seharusnya kita bertindak di dalam fungsi sebab dan akibat agar kita mencapai Kebahagiaan Sejati dan terhindar dari penderitaan.
Apakah Segala Sesuatu Terjadi Karena Karma?

Hukum Karma tidak berlaku untuk perbuatan-perbuatan "tanpa kesadaran" seperti berjalan, duduk, atau tidur. Perbuatan-perbuatan seperti itu tidak menghasilkan akibat-akibat selain dari perbuatan itu sendiri (bagaimanapun juga, Karma berlaku pada gagasan-gagasan kita yang didasari kehendak). Begitu juga, kecelakaan dianggap Karma netral karena hal itu tidak disengaja. Bagaimanapun, kita seharusnya selalu berusaha meningkatkan kewaspadaan kita agar kecelakaan tidak terjadi.
Dapatkah Karma Berubah?

Karma bukanlah kartu mati-karma bukan berarti nasib atau takdir. Perbuatan-perbuatan berkehendak pada suatu waktu tertentu akan menghasilkan akibatnya ketika berada dalam kondisi yang sesuai. Walaupun pada kehidupan sekarang kita mengalami akibat-akibat dari perbuatan (Karma) yang silam, kita masih mungkin untuk mengubah, mengurangi atau menambah akibat-akibat dari perbuatan-perbuatan lampau ini melalui perbuatan-perbuatan saat ini, yang akan mempengaruhi masa depan maupun kehidupan yang akan datang. Memahami hukum Karma membantu kita menyadari bahwa kita sendirilah yang menentukan kita akan menjadi seperti apa. Kita sepenuhnya bertanggung jawab atas nasib kita sendiri.
Bagaimana Kita Mengetahui Karma Kita?

Buddha memberikan kepada kita panduan umum mengenai akibat dari berbagai jenis perbuatan. Sebagai contoh, Buddha mengajarkan kepada kita bahwa membunuh akan mengakibatkan umur pendek dan kemurahan hati akan membawa kekayaan. Bagaimanapun juga, hanya pikiran mahatahu Buddha-lah yang mampu memahami bekerjanya Karma secara lengkap.

Ada kelenturan dalam berfungsinya perbuatan dan akibatnya. Sekalipun kita tahu bahwa jika kita terus-menerus menyakiti makhluk lain, contohnya, akan membawa kita pada kelahiran kembali yang kurang menguntungkan, tetap saja kita tidak tahu secara pasti dalam bentuk apakah nantinya kita dilahirkan. Jika tindakan kita sangat berat-misalnya, dengan kemurkaan besar kita terus-menerus menganiaya banyak orang dan merasa puas bahwa kita telah menyakiti orang itu, akibat yang akan kita terima tentu akan lebih tidak menyenangkan dibandingkan jika kita sekadar sembrono mengejek orang lain lalu menyesali kekurangpekaan kita. Berbagai keadaan yang hadir pada saat buah Karma masak, juga mempengaruhi akibat spesifik apakah yang akan terjadi.
Apakah Karma Selalu Adil?

Ketika kita melihat orang yang tidak jujur hidup kaya, atau orang kejam yang penuh kuasa, atau orang baik yang mati muda, kita mungkin jadi meragukan hukum Karma. Namun, banyak sekali akibat yang kita alami pada kehidupan ini merupakan akibat dari tindakan-tindakan kita pada kehidupan lampau kita; dan banyak tindakan-tindakan yang kita lakukan dalam kehidupan sekarang ini hanya akan masak dalam kelahiran yang akan datang-inilah yang disebut Karma jangka panjang (Karma jangka pendek adalah Karma yang berbuah dalam waktu yang relatif singkat). Kekayaan orang yang tidak jujur mungkin saja akibat kedermawanan orang itu dalam kehidupan lampaunya. Bagaimanapun juga, ketidakjujuran orang itu saat ini, meninggalkan benih-benih Karma bagi mereka untuk mengalami kemiskinan dalam kehidupan mendatang. Demikian pula, penghargaan dan kewenangan yang dimiliki oleh orang-orang yang kejam merupakan hasil perbuatan positif yang mereka lakukan pada kehidupan lampau. Pada kehidupan sekarang, mereka menyalahgunakan kekuasaan untuk hal-hal yang tidak baik, hal ini menciptakan sebab bagi penderitaan masa depan. Mereka yang mati muda sedang mengalami akibat perbuatan-perbuatan negatif seperti pembunuhan yang dilakukannya pada kehidupan lampau. Bagaimanapun, kebaikan mereka pada kehidupan saat ini akan menanamkan benih-benih atau jejak-jejak dalam arus kesadaran mereka untuk mengalami kebahagiaan pada masa yang akan datang.
Pastikah Kita Akan Mengalami Karma Buruk?

Ketika benih sekecil apa pun ditanam di tanah, pada akhirnya mereka akan berkembang-kecuali mereka tidak mendapatkan kondisi-kondisi yang diperlukan bagi pertumbuhan, seperti air, sinar matahari, dan pupuk. Jalan pamungkas untuk mencabut jejak atau benih Karma adalah dengan bermeditasi pada Kesunyaan (kekosongan) keberadaan. Inilah jalan untuk memurnikan kecenderungan dan jejak-jejak Karma yang merugikan. Pada tataran spiritual seperti kita, hal ini mungkin cukup sulit, tetapi kita tetap dapat menghentikan masaknya jejak-jejak merugikan dengan cara memurnikan mereka. Hal ini seperti mencegah benih untuk menerima air, sinar matahari, dan pupuk. Banyak melakukan kebajikan juga dapat "melarutkan" dampak merugikan dari Karma buruk.
Bagaimanakah Kita Memurnikan Karma Buruk?

Pemurnian sangatlah penting karena hal ini mencegah penderitaan pada masa mendatang dan meredakan perasaan bersalah. Dengan memurnikan pikiran, kita akan mampu untuk menjadi lebih tenang dan memahami Dharma dengan lebih baik. Empat kekuatan penangkal yang digunakan untuk memurnikan jejak atau benih negatif adalah:

    Penyesalan.
    Tekad untuk tidak mengulangi tindakan merugikan itu lagi.
    Mengambil Tiga Pernaungan dan membangkitkan Kewelasan kepada semua makhluk.
    Melakukan latihan-latihan penyembuhan sebenarnya (perbuatan baik apa pun-termasuk meditasi dan menguncar Sutta/Mantra).

Keempat kekuatan ini harus dilakukan berulang-ulang. Karena kita telah melakukan banyak sekali perbuatan negatif, kita tidak bisa berharap dapat memurnikan Karma-Karma buruk itu sekaligus. Semakin besar kekuatan empat komponen itu, semakin kuat tekad kita untuk tidak mengulangi perbuatan itu lagi, semakin kuatlah pemurnian kita.
Apakah Karma Mempengaruhi Siapa yang Kita Jumpai?

Ya, tetapi ini bukan berarti bahwa semua hubungan telah ditakdirkan. Kita mungkin punya kecenderungan Karma tertentu untuk merasa dekat atau merasa kurang pas dengan orang-orang tertentu. Akan tetapi, hal ini tidak berarti bahwa hubungan kita dengan mereka harus berlanjut terus seperti itu. Jika kita berbaik hati kepada mereka yang menyakiti kita dan mencoba untuk berkomunikasi dengan mereka, hubungan ini akan berubah, menciptakan Karma positif yang akan membawa kebahagiaan pada masa yang akan datang.

Kita tidak terikat kepada orang lain secara Karma-tidak ada orang tertentu yang khusus hanya untuk kita. Karena kita memiliki banyak kehidupan lampau, kita telah berhubungan dengan semua makhluk pada suatu waktu sebelumnya. Hubungan kita dengan orang tertentu juga terus berubah-ubah. Bagaimanapun juga, hubungan Karma lampau dapat mempengaruhi hubungan kita sekarang. Contohnya, jika seseorang telah menjadi guru spiritual kita pada suatu kehidupan lampau, kita mungkin akan bersua kembali dengan orang itu dalam kehidupan sekarang, dan ketika orang tersebut mengajarkan Dharma kepada kita, hal itu mungkin berpengaruh kuat bagi kita.
Jika Makhluk Lain Menderita Akibat Karma Buruknya, Dapatkah Kita Menolongnya?

Kita semua tahu bagaimana rasanya menderita, dan itu pulalah yang dirasakan makhluk lain ketika mereka mengalami akibat perbuatan buruk mereka. Didasarkan empati dan Kewelasan, sudah semestinya kita menolong mereka! Walaupun mereka menciptakan sendiri sebab-sebab bagi penderitaan mereka, mungkin mereka juga menciptakan sebab-sebab untuk menerima pertolongan dari kita! Kita semua adalah sama dalam hal mengharapkan kebahagiaan dan berusaha menghindari penderitaan. Tanpa pandang penderitaan atau masalah siapakah itu, kita seharusnya mencoba meringankannya. Sebagai contoh, berpikir bahwa "orang miskin itu miskin karena perbuatan lampau mereka sendiri-karena kikir; jika aku menolong mereka, aku akan ketularan miskin", ini merupakan pandangan salah yang kejam. Kita tidak seharusnya merasionalisasi kemalasan, sikap apatis, dan keangkuhan kita dengan salah mengartikan kaidah sebab dan akibat. Kewelasan dan tanggung jawab universal sangatlah penting untuk perkembangan spiritual kita sendiri dan kedamaian dunia.


KELAHIRAN BERULANG

Kelahiran berulang atau tumimbal lahir mengacu pada pikiran kita yang mengambil badan baru setelah kematian. Pikiran kita mengacu pada seluruh pengalaman emosi dan rasio kita yang tak berbentuk. Ketika kita hidup, batin dan badan kita saling terkait, tetapi pada saat kematian, keduanya berpisah. Badan menjadi mayat sedangkan batin terus berlanjut untuk bergabung dengan badan yang lain. Untuk menekankan kesinambungan dari kesadaran yang berubah, kita gunakan kata "arus kesadaran" untuk mengacu pada pikiran kita. Setiap orang mempunyai pikiran atau arus kesadaran masing-masing.
Kapankah Kelahiran Kembali Dimulai?

Pikiran kita, yang sinambung dari satu kehidupan ke kehidupan selanjutnya, tidaklah berawal-kesinambungan ini tidak terbatas. Setiap momen pikiran kita adalah kelanjutan dari momen sebelumnya. Siapa kita ini, dan apa yang kita pikir dan rasakan, tergantung dari siapa kita kemarin. Pikiran kita sekarang adalah kelanjutan dari pikiran kita sebelumnya. Suatu momen dalam pikiran kita disebabkan oleh momen pikiran sebelumnya. Kesinambungan ini dapat dilacak kembali sampai masa kecil dan bahkan sampai ketika kita masih berupa janin dalam kandungan ibu. Bahkan sebelum masa pengandungan, arus kesadaran kita telah ada di tubuh yang lain.

Dengan menggunakan contoh garis bilangan, tengoklah ke kiri dari posisi nol, tidak ada angka pertama yang terkecil, dan tengoklah ke kanan, tidak ada angka terakhir yang terbesar, selalu bisa ditambahkan atau dikurangkan satu. Demikian pula, arus kesadaran kita tidak memiliki awal atau akhir. Kita semua sudah memiliki kelahiran lampau yang tak terhitung banyaknya, dan pikiran kita akan terus ada. Dengan memurnikan arus kesadaran, kita dapat membuat keberadaan kita pada masa yang akan datang menjadi semakin baik.
Apa yang Menyebabkan Kelahiran Berulang?

Walaupun semua makhluk hidup memiliki benih ke-Buddha-an (potensi untuk menjadi Buddha), pikiran mereka selalu diliputi oleh ketidaktahuan sejak waktu yang tak berawal. Dari ketidaktahuan atau kegelapan batin, bersemailah ketamakan (keserakahan) dan kemarahan (kebencian), yang menyebabkan kita terus-menerus mendambakan kehidupan dan kenikmatan-kenikmatan semunya, sementara kita membenci atau menolak kematian dan hal-hal yang tidak menyenangkan. Setiap momen ketidaktahuan dihasilkan dari momen-momen pendahulunya yang tanpa awal. Meskipun ketidaktahuan tidaklah berawal, hal itu dapat diputus melalui pencapaian Kebijaksanaan dalam Pencerahan.
Bagaimana Kelahiran Berulang Terjadi?

Indra penglihatan, pendengaran, penciuman, pengecapan, perabaan, serta kesadaran, berfungsi aktif selama kita hidup. Ketika kita meninggal, indra-indra tersebut berhenti berfungsi dan terserap ke dalam kesadaran halus.

Kesadaran halus merekam jejak-jejak perbuatan yang pernah kita lakukan (Karma) dengan semua kecenderungan, kesukaan, kemampuan, dan karakteristik yang telah dikembangkan dan terkondisi selama kehidupan.

Setelah kematian, kesadaran halus ini meninggalkan tubuh, memasuki keadaan antara, dan terbangkitkan kembali dalam sel telur yang telah dibuahi dalam tubuh yang lain. Setelah kesadaran halus bergabung dengan tubuh baru pada masa pengandungan, kesadaran pengindraan dan kesadaran batin kasar muncul kembali, dan orang "baru" itu kembali melihat, mendengar, berpikir, dan sebagainya.

Kesadaran halus yang berpindah dari kehidupan yang satu ke kehidupan berikutnya adalah sebuah fenomena yang terus-menerus berubah. Hal ini bukanlah jiwa atau kepribadian yang nyata. Demikianlah seseorang terlahir kembali dan mengembangkan kepribadian yang terkondisi baik oleh karakteristik batin yang terbawa sejak sebelum lahir maupun oleh lingkungan yang baru. Kepribadian akan berubah dan termodifikasi oleh usaha sadar dan faktor-faktor pengkondisi seperti pendidikan, pengaruh orang tua, dan masyarakat. Pada saat kematian, kesadaran ini muncul kembali dalam sel telur baru yang sudah terbuahi.

Proses mati dan lahir kembali ini akan terus berlangsung sampai kondisi-kondisi yang menyebabkannya-yaitu keserakahan, kebencian, dan ketidaktahuan-terpadamkan. Ketika keadaan ini tercapai, alih-alih terlahir kembali, kesadaran mencapai suatu keadaan yang disebut Nirwana, terbebas dari segala penderitaan.
Bagaimana Kesadaran Berpindah dari Satu Tubuh ke Tubuh Lainnya?

Arus kesadaran kita ini seperti gelombang radio, yang merupakan energi yang dipancarkan dengan frekuensi yang berbeda-beda. Gelombang radio dipancarkan melalui angkasa, tertarik dan tertangkap oleh pesawat penerima dengan gelombang yang sama, dan disiarkan sebagai musik. Ini mirip dengan kesadaran. Pada saat kematian, energi batin melewati ruang, tertarik dan tertangkap oleh sel telur terbuahi. Sejalan dengan pertumbuhan embrio, energi tadi akan berpusat dalam jaringan otak, yang nantinya akan "menyiarkan" diri sebagai sebuah kepribadian baru.
Apakah Terlahir Kembali Itu Baik?

Gagasan Kelahiran Berulang bisa sangat melegakan karena gagasan ini menawarkan kesempatan untuk memperbaiki kekeliruan-kekeliruan yang telah kita perbuat dalam kehidupan, dan juga waktu untuk lebih jauh mengembangkan keahlian dan kemampuan yang telah kita pupuk dalam kehidupan ini. Jika kita belum berhasil mencapai Pencerahan dalam kehidupan ini, kita akan punya kesempatan untuk mencoba kembali pada kelahiran berikutnya. Jika kita telah melakukan kekeliruan dalam kehidupan ini, kita akan dapat belajar dari kekeliruan kita. Hal-hal yang tidak dapat kita lakukan atau capai pada kehidupan saat ini akan sangat mungkin dapat kita wujudkan dalam kehidupan selanjutnya.

Akhirnya, tujuan akhir dari umat Buddha adalah untuk mengakhiri roda Kelahiran Berulang-untuk terbebas dari siklus kelahiran dan kematian, yang merupakan penderitaan berulang. Atas dasar Kewelasan, seseorang yang telah terbebas juga dapat membantu menunjukkan jalan pembebasan bagi yang lain.
Dapatkah Kita Mengingat Kehidupan Lampau Kita?

Pikiran kita sudah terkaburkan oleh ketidaktahuan, sehingga kita sulit untuk mengingat kehidupan sebelumnya. Juga, banyak perubahan yang terjadi pada tubuh dan kesadaran kita pada saat kita mati dan lahir kembali, hal ini menyulitkan kita untuk mengingat. Tidak ingat tidaklah berarti bahwa suatu hal tidak pernah ada-bahkan kita kadang lupa di mana kita memarkir kendaraan kita! Bagaimanapun, sebagian orang mampu mengingat kehidupan lampau mereka melalui meditasi.
Haruskah Kita Mengetahui Kehidupan Lampau Kita?

Yang lebih penting adalah bagaimana kita hidup dalam kehidupan yang sekarang ini. Mengetahui seperti apakah kita ini pada kehidupan lampau hanya berguna jika hal itu membantu membangkitkan tekad kita untuk menghindari perbuatan negatif atau untuk membebaskan diri dari Kelahiran Berulang. Yang penting adalah memurnikan perbuatan-perbuatan negatif kita yang terdahulu, berusaha untuk tidak menciptakan perbuatan negatif yang baru, dan mengerahkan daya upaya untuk mengembangkan potensi-potensi positif dan sifat-sifat baik kita.

Jika kita ingin mengetahui kehidupan kita yang sebelumnya, kita hanya perlu melihat keadaan kita saat ini. Jika kita ingin tahu kehidupan kita yang akan datang, kita hanya perlu melihat apa yang kita lakukan saat ini. Hal ini karena kehidupan kita yang sekarang adalah akibat dari tindakan kita pada masa lampau.

Kelahiran sebagai manusia merupakan suatu berkah, dan kita telah menciptakan sebabnya dengan hidup secara baik pada kehidupan lampau kita. Sebaliknya, kelahiran kita yang akan datang akan ditentukan oleh apa yang kita pikirkan, katakan, dan perbuat pada saat ini-dan batin kita mendorong semua tindakan ini. Jadi, kita bisa mendapat gambaran seperti apa kehidupan kita yang akan datang dengan melihat sikap dan tindakan kita pada saat ini, serta menilai apakah hal itu bersifat membangun atau merusak. Kita tidak perlu pergi ke peramal nasib untuk menanyakan apa yang akan terjadi pada diri kita-dengan mudah kita dapat melihatnya dengan menimbang jejak-jejak yang kita tinggalkan dalam arus kesadaran kita melalui pikiran, perkataan, dan perbuatan kita saat ini.
Apa yang Menentukan Keadaan Kelahiran Kembali Kita?

Faktor terpenting yang mempengaruhi di mana kita akan terlahir kembali dan kehidupan macam apa yang akan kita dapati adalah Karma-perbuatan-perbuatan batin dan jasmani yang didahului oleh kehendak. Bagaimana kita saat ini sangat ditentukan oleh bagaimana kita berpikir dan bertindak pada masa lampau. Begitu juga, bagaimana kita berpikir dan bertindak saat ini akan mempengaruhi apa jadinya kita pada masa yang akan datang.

Seseorang yang lembut dan penuh kasih cenderung terlahir kembali di alam surga atau sebagai manusia yang akan banyak merasakan pengalaman menyenangkan. Orang yang sangat kejam cenderung terlahir kembali di alam neraka atau sebagai manusia yang akan banyak merasakan pengalaman menyedihkan. Orang yang mengembangkan hawa nafsu, hasrat buruk, dan ambisi membara yang tak pernah terpuaskan cenderung terlahir sebagai hantu kelaparan atau sebagai manusia yang tersiksa oleh rasa tak pernah puas. Kebiasaan-kebiasaan batin apa pun yang dikembangkan saat ini akan berlanjut dalam kehidupan selanjutnya.
Dapatkah Kita Menentukan Bagaimana Kita Akan Terlahir Kembali?

Ya, itulah sebabnya satu di antara Jalan Mulia Berfaktor Delapan adalah Usaha Benar. Hal itu tergantung dari ketulusan kita, seberapa besar daya yang kita kerahkan dan seberapa kuat kebiasaan kita. Sebagian orang menjalani kehidupan ini dengan begitu saja, di bawah pengaruh kebiasaan lampau mereka, tanpa berusaha untuk berubah. Orang seperti itu akan terus menderita apabila ia tidak mengubah kebiasaan negatifnya. Semakin lama kita membiarkan kebiasaan negatif, akan semakin sulit kebiasaan tersebut diubah.

Pengikut Buddha memahami hal ini dan mengambil setiap kesempatan untuk melenyapkan kebiasaan yang berakibat buruk dan untuk mengembangkan kebiasaan yang akan membawa kebahagiaan. Meditasi adalah salah satu teknik yang digunakan untuk mengubah pola kebiasaan batin seperti untuk berbicara atau menahan diri untuk tidak berbicara, bertindak atau menahan diri untuk tidak bertindak dalam cara-cara tertentu. Keseluruhan kehidupan Buddhis merupakan latihan untuk memurnikan dan membebaskan pikiran.
Sebuah Contoh Kelahiran Kembali

Jikalau pada kehidupan lampau Anda adalah orang yang berwatak sabar dan murah hati, kecenderungan tersebut akan bangkit kembali dalam kehidupan yang sekarang. Jika sifat-sifat itu diperkuat dan dikembangkan dalam kehidupan saat ini, mereka akan bangkit lebih kuat dan lebih nampak pada kehidupan selanjutnya. Hal ini berdasarkan pada fakta sederhana yang dapat diamati bahwa kebiasaan yang dibangun sejak lama cenderung sulit untuk ditinggalkan. Jika Anda penyabar dan murah hati, Anda cenderung tidak mudah terusik oleh orang lain, Anda tidak mendendam, orang-orang menyukai Anda, dan oleh kerena itu pengalaman-pengalaman Anda cenderung lebih membahagiakan.

Mungkin Anda datang ke dunia ini dengan kecenderungan untuk menjadi sabar dan murah hati dikarenakan kebiasaan batin Anda pada kehidupan yang lampau. Jika dalam kehidupan sekarang, Anda lalai untuk memperkokoh dan mengembangkan sifat-sifat itu, sifat-sifat tersebut berangsur-angsur akan melemah, luntur, dan bisa jadi akan benar-benar lenyap dalam kehidupan mendatang. Melemahnya kesabaran dan kemurahan hati dalam hal ini, membuka kemungkinan dalam kehidupan sekarang atau yang akan datang untuk bermunculannya sifat-sifat buruk, kemarahan, atau kekejaman yang sekaligus menciptakan pengalaman-pengalaman yang tidak menyenangkan.

Bagaimanapun juga, jika Anda datang dalam kehidupan ini dengan kecenderungan mudah marah dan tidak sabar, dan menyadari bahwa kebiasaan seperti itu hanya menimbulkan penderitaan, Anda dapat berusaha untuk menggantikannya dengan sifat-sifat yang positif. Jika Anda telah sepenuhnya menghapus sifat-sifat buruk itu, Anda akan terbebas dari penderitaan yang disebabkan oleh perangai suka marah dan tidak sabar. Jika Anda hanya mampu melemahkan kecenderungan itu, sifat-sifat tersebut akan bangkit kembali pada kehidupan selanjutnya, yang mana dengan usaha yang lebih tekun, sifat-sifat tersebut dapat dihapuskan sama sekali, membebaskan Anda dari akibat-akibat yang tidak menyenangkan.
Apakah Ada Bukti Kasus Kelahiran Kembali?

Bukan cuma ada bukti-bukti ilmiah yang mendukung kepercayaan Buddhis akan Kelahiran Berulang, teori ini adalah satu-satunya teori pasca-kehidupan yang didukung oleh bukti-bukti yang kuat. Selama 30 tahun terakhir, pakar-pakar parapsikologis telah mempelajari laporan-laporan mengenai orang-orang yang memiliki ingatan kuat akan kehidupan lampau mereka.

Sebagai contoh, di Inggris, seorang gadis berusia lima tahun menyatakan bahwa ia mampu mengingat "Ayah dan Ibunya yang lain" dan dia berbicara dengan jelas mengenai sesuatu yang mirip dengan kejadian-kejadian dalam kehidupan orang lain. Pakar parapsikologis diundang dan mereka menanyakan ratusan pertanyaan yang dijawab oleh gadis cilik ini. Dia bercerita bahwa dahulu dia tinggal di sebuah desa yang sepertinya berada di Spanyol. Dia menyebutkan nama desa tersebut, nama jalan tempat ia tinggal, nama para tetangga, dan rincian mengenai kehidupannya sehari-hari di sana. Dia juga menceritakan dengan sendu bahwa ia telah tertabrak mobil dan meninggal karena luka-lukanya dua hari kemudian. Ketika rincian-rincian ini diperiksa, para penyelidik menemukan bahwa hal-hal tersebut adalah persis adanya. Di Spanyol terdapat sebuah desa seperti yang telah disebutkan oleh gadis itu. Di sana juga terdapat rumah yang persis sama dengan yang dia gambarkan, berikut nama jalannya. Lebih lanjut, ditemukan fakta bahwa dahulu ada seorang wanita berumur 23 tahun yang tinggal di rumah tersebut dan meninggal lima tahun yang lalu karena tertabrak mobil. Nah, bagaimana mungkin seorang anak lima tahun yang tinggal di Inggris, yang sebelumnya tidak pernah pergi ke Spanyol, bisa mengetahui semua rincian tersebut? Dan tentu saja, ini bukanlah satu-satunya kasus tentang kelahiran kembali.

Sebagai contoh, Profesor Ian Stevenson dari Fakultas Psikologi Universitas Virginia telah menggambarkan lusinan kasus seperti ini di dalam buku-bukunya. Dia adalah seorang ilmuwan yang telah diakui, yang lebih dari 25 tahun mempelajari orang-orang yang mengingat kehidupan lampau mereka. Hal ini merupakan bukti yang sangat kuat bagi ajaran Buddha mengenai Kelahiran Berulang.
Apa yang Dijelaskan Oleh Kelahiran Berulang?

Karma dan Kelahiran Berulang menjelaskan banyak misteri yang "tak terpecahkan":

    Ketidaksetaraan manusia dan berbagai pengalamannya (bahkan saudara kembar pun mempunyai perangai yang berbeda).
    Bakat orang-orang genius dan anak ajaib.
    Pemunculan spontan naluri suka dan tidak suka pada bayi.
    Perbedaan intelektual antara orang tua dengan anak mereka.
    Ledakan emosi yang mendadak dan perubahan kepribadian.
    Kematian mendadak dan perubahan nasib yang tak terduga.

Apakah Para Ilmuwan Percaya Akan Kelahiran Berulang?

Thomas Huxley, yang berjasa atas masuknya ilmu pengetahuan ke dalam kurikulum sekolah di Inggris pada abad ke-19, ilmuwan pertama yang mendukung teori Darwin, percaya bahwa Kelahiran Berulang adalah gagasan yang sangat masuk akal. Dalam bukunya yang terkenal, "Evolution and Ethics and other Essays", ia mengatakan:

"Doktrin transmigrasi, baik menurut Brahmanisme maupun Buddhisme, menawarkan cara untuk menyusun pembuktian yang masuk akal mengenai hubungan alam semesta dengan manusia. Sampai sekarang, doktrin ini tidak kalah masuk akalnya dengan dalil-dalil yang lain. Tak seorang pun kecuali pemikir yang gegabah akan menolak gagasan tersebut karena begitu melekatnya pada kemustahilan. Seperti halnya doktrin evolusi, doktrin transmigrasi juga berakar pada dunia nyata dan didukung argumen yang kuat yang mampu memenuhi tuntutan tersebut."

Profesor Julian Huxley, ilmuwan Inggris ternama lainnya, yang pernah menjabat Direktur Jenderal UNESCO yakin bahwa Kelahiran Berulang selaras dengan pemikiran ilmiah. Ia mengatakan:

"Tak seorang pun menyangkal bahwa ada suatu kekuatan, yang tetap hidup, yang terpancar pada saat kematian, ibarat gelombang berisi pesan yang disiarkan oleh alat pemancar yang bekerja dengan cara tertentu. Namun, harus diingat bahwa gelombang tersebut hanya akan berubah menjadi pesan lagi jika ada kontak dengan susunan materi baru, yaitu alat penerima/mesin radio. Demikian pula halnya dengan kemungkinan asal-usul unsur batin dalam diri kita. Unsur tersebut tidak akan bisa mewujudkan pikiran dan perasaannya, kecuali jika 'terwujud lagi' dengan cara tertentu. Dalam kasus ini, 'kematian', sejauh yang bisa dilihat orang, bukanlah apa-apa, kematian hanyalah pola-pola yang berbeda yang mengembara dalam ruang, sampai... mereka kembali, dengan cara berkontak dengan sesuatu yang bekerja sebagai alat penerima bagi pikiran."


ENAM ALAM KEHIDUPAN
Di Manakah Kita Dapat Terlahir Kembali?

Buddha mengajarkan bahwa ada enam alam kehidupan, di mana kita terus-menerus terlahirkan kembali. Keenam alam kehidupan ini berkenaan dengan enam keadaan pikiran, yang mana kita terus-menerus jatuh ke dalamnya karena ketamakan, kebencian, dan kegelapan batin. Keenam alam kehidupan ini ada secara fisik dalam dunia kita dan dimensi lain-ada yang tampak dan ada yang tidak tampak. Alam-alam ini adalah dunia-dunia yang terwujud melalui kekuatan karma makhluk hidup. Keenam alam kehidupan juga merupakan dunia-dunia psikologis (keadaan pikiran) yang secara berulang-ulang kita lalui keluar-masuk dalam kehidupan ini (atau bahkan dalam satu hari). Tidak satu pun dari keenam alam kehidupan ini yang bersifat kekal-sekalipun surga atau neraka. Ketika karma suatu makhluk dalam suatu alam habis, ia akan terlahir kembali sesuai dengan kekuatan karmanya.
Apa Sajakah Keenam Alam Kehidupan Itu?

Ketiga alam pertama disebut alam rendah-di sini terdapat banyak penderitaan besar. Tiga alam lainnya disebut alam yang lebih tinggi-di sini pada umumnya terdapat lebih banyak kebahagiaan, walaupun penderitaan masih tetap ada. Tidak satu pun dari alam-alam kehidupan ini yang merupakan tempat pernaungan yang aman (bahkan alam dewa sekalipun). Semua Buddha telah terbebas dari rantai Kelahiran Berulang dalam enam alam kehidupan, walaupun atas dasar Kewelasan mereka dapat memilih untuk bermanifestasi dalam segala alam untuk mengajarkan Dharma kepada semua makhluk. Keenam alam kehidupan tersebut adalah:

    Alam Makhluk Neraka
    Alam Hantu Kelaparan
    Alam Binatang
    Alam Manusia
    Alam Semidewa
    Alam Dewa

Apakah Alam Makhluk Neraka Itu?

Neraka adalah dimensi alam yang mengerikan dengan derita dan siksa terus-menerus, di mana penghuninya menjadi bahan siksaan para setan keji dan binatang buas. Panas api neraka setara dengan tingkat kebencian dan ketakutan para makhluk di dalamnya; sementara dingin membeku dari es neraka setara dengan tingkat kekejaman dan ketegaan hati para makhluk di dalamnya. Neraka terdiri dari banyak tingkatan yang masing-masing terkhususkan dalam memberikan hukuman yang sesuai dengan bobot karma dari perbuatan jahat yang dilakukan. Makhluk-makhluk di neraka terbakar oleh amarah atau tersiksa oleh keresahan mereka sendiri. Mereka tidak melihat bahwa siksaan ini diakibatkan oleh pikiran mereka sendiri yang salah. Kehidupan di neraka juga lama sekali, namun tidak abadi selamanya.
Neraka Dalam Dunia Kita

Sebuah Perang Dunia dapat disetarakan dengan neraka, di mana kekerasan, kebencian, dan ketakutan ada di mana-mana. Dipaksa untuk menghadapi fobia yang sudah melekat kuat dalam diri kita, seperti naik pesawat atau memasuki tempat yang belum pernah kita kenal, bisa juga menjadi pengalaman yang menyerupai neraka.
Apakah Kita Ini Makhluk Neraka?

"Manusia neraka" hidup dengan kebiasaan memandang dunia ini penuh dengan orang tak dikenal yang berbahaya, setiap orang terus-menerus tampak mengancam. Motivasi utama "manusia neraka" adalah untuk memusnahkan atau melenyapkan ancaman-ancaman mereka, dan mereka pun memusuhi orang-orang yang mereka temui. Mereka sangat menderita karena merasa tidak aman dan mereka merasakan derita dan penghinaan yang disebabkan oleh pandangan salah mereka sendiri. Karena tingkah laku mereka terhadap orang lain, mereka membayangkan setiap orang adalah musuh. Makhluk neraka dikuasai oleh keadaan batin yang penuh dengan kebencian, rasa takut, dan/atau bahkan kekerasan. Mereka seolah-olah hidup di neraka dalam dunia ini karena mereka membuat setiap situasi sebagai tempat siksaan bagi mereka sendiri. Jika seseorang meninggal dunia dalam keadaan batin seperti ini, ia cenderung untuk terlahir kembali di alam neraka.
Apakah Alam Hantu Kelaparan Itu?

Dimensi dari hantu kelaparan adalah makhluk seperti hantu yang mewakili bauran antara sifat ketamakan dan kebencian. Mereka tersiksa oleh keinginan yang tidak terpenuhi dan nafsu yang tidak pernah terpuaskan. Mereka adalah makhluk menyedihkan yang penuh kekurangan dalam diri mereka sendiri, yang tidak mampu melihat bahwa sesuatu yang telah berlalu tidak mungkin diperoleh kembali. Keadaan mereka mewakili kemelekatan mereka terhadap masa lalu. Pada saat lapar dan haus, mereka tidak dapat makan atau minum tanpa mengakibatkan mereka sangat tersiksa. Tenggorokan mereka yang kurus panjang sangatlah panas dan sempit, sehingga jika mereka menelan, tenggorokan mereka akan terasa terbakar. Perut buncit mereka pun tidak mampu mencerna makanan.
Hantu Kelaparan Dalam Dunia Kita

"Manusia hantu kelaparan" adalah seorang kikir yang selalu memikirkan uang, uang, dan uang dengan segala cara; berpandangan keliru bahwa uang adalah sumber Kebahagiaan Sejati. Hantu kelaparan yang lain adalah pecandu obat-obatan yang nyaris tidak mampu bertahan hidup dan hanya berpikir bagaimana mendapatkan obat lagi, yang ketika pengaruh obatnya memudar, ia akan kembali ketagihan. Sepasang kekasih yang saling tergantung secara berlebihan juga bisa menjadi hantu kelaparan jika mereka selalu mendambakan sesuatu dari pasangannya, padahal pasangannya juga mungkin tidak mampu memenuhinya.
Apakah Kita Ini Hantu Kelaparan?

Sebagian orang begitu dikuasai oleh nafsu keinginan sampai-sampai mereka hidup hanya untuk mengumpulkan harta benda atau pemuasan nafsu untuk kepentingan mereka sendiri. Sekalipun mereka mendapatkan apa yang mereka inginkan, itu hanya memberikan mereka sedikit kepuasan. Tidak peduli berapa pun banyaknya yang mereka miliki, mereka selalu merasa ada sesuatu yang kurang. Orang-orang seperti ini terus mengejar pengalaman-pengalaman tertentu untuk merasa nyata dan hidup, membutakan diri mereka sendiri dari ketenteraman batin. Mereka dikuasai oleh keadaan batin yang penuh nafsu. Jika seseorang meninggal dalam keadaan batin seperti ini, orang tersebut cenderung terlahir kembali di alam hantu kelaparan.
Apakah Alam Binatang Itu?

Alam binatang adalah pemuasan naluriah akan segala dorongan biologis seperti rasa lapar dan birahi. Semua usaha ditujukan untuk pemuasan hasrat badaniah dan kelangsungan diri. Di alam ini, karena ketidaktahuan, mereka tidak mampu melihat hal-hal selain kebutuhan alami dari jasmani.
Binatang Dalam Dunia Kita

Seorang manusia bisa saja terlahir kembali sebagai binatang tertentu jika watak dan kebiasaannya menyerupai binatang. "Manusia Binatang" juga ada dalam dunia kita-seperti "kentang tidur" yang hanya makan, tidur, dan nonton televisi sepanjang hari, semakin hari semakin tak berguna-malas dan tidak berkesadaran. Seseorang yang dengki dan penuh rasa curiga bisa terwujud kecil dan kurus kering, mirip dengan penampakan dan sifat ular beracun.
Apakah Kita Ini Binatang?

"Manusia binatang" adalah seseorang yang menolak untuk melihat arti dan tujuan hidup sebenarnya. Kebutuhan ragawinya akan makanan, tidur, dan seks bisa saja terpenuhi dan ia mendapatkan kepuasan dan kenikmatan di sana. Akan tetapi, pemuasan itu menjadi tujuan akhir dalam hidupnya sendiri. Baginya, hidup tidak memiliki arti yang lebih dari itu. Walaupun dia gelap batin karena tidak mampu melihat tujuan mulia yang lebih tinggi, belum tentu ia bodoh dalam hal intelektual, tetapi ia tidak mempunyai cita-cita luhur dalam hidup dan tidak bisa hidup di luar dirinya. Ia hidup tanpa visi atau budaya, padahal ia dapat memilih untuk mengembangkan batinnya. Orang seperti itu dikuasai oleh keadaan batin yang penuh kegelapan. Seseorang yang meninggal dalam keadaan batin seperti ini cenderung terlahir kembali sebagai binatang.
Apakah Alam Manusia Itu?

Alam kehidupan manusia adalah dunia kita sehari-hari seperti ini. Alam manusia juga mengandung alam-alam kehidupan lain yang diciptakan oleh manusia sendiri.
Manusia Dalam Dunia Kita

Inilah alam di mana manusia mencari jati dirinya. Pada dasarnya manusia tidak yakin akan sifat segala sesuatu-termasuk dirinya yang sebenarnya. Di dalam dunia inilah, pandangan cerah transendental terhadap sifat sejati "diri" dapat dicapai. Inilah dunia di mana seseorang dapat cukup sadar untuk menyadari keadaannya yang tidak memuaskan dan berusaha untuk mencari pembebasan, menjadi tercerahkan, melepaskan diri dari roda kelahiran dan kematian.
Apakah Kita Ini Manusia?

Seorang manusia yang benar-benar hidup adalah orang yang menyadari keadaannya yang spesial dan begitu menghargainya, karena tidaklah mudah untuk terlahir kembali sebagai manusia. Kita tidak boleh menganggap remeh kehidupan ini, tidak berusaha menyadari arti kehidupan ini. Alam manusia adalah alam yang paling menguntungkan karena di dalamnya terdapat bauran suka dan duka yang memberikan kita banyak kesempatan untuk menyadari sifat sejati kehidupan. Kelahiran Berulang di alam-alam lainnya kalah menguntungkan, karena penderitaan terus-menerus di alam rendah dapat membuat patah semangat, sementara kesenangan terus-menerus di alam yang lebih tinggi menjadikan kita terbuai secara spiritual. Manusia terjangkit oleh tiga racun: ketamakan, kebencian, dan kegelapan dengan kadar yang berbeda-beda. Dalam kehidupan yang berharga ini, seseorang dapat terlahir kembali ke alam kehidupan yang lain atau membebaskan diri dari siklus Kelahiran Berulang. Oleh karena itu, hidup sebagai manusia sangatlah berharga, karena ini adalah titik tolak bagi keberadaan kita, untuk menjadi lebih baik atau lebih buruk.
Apakah Alam Semidewa Itu?

Alam semidewa (asura) atau surga rendah terdiri dari asura-asura jantan yang ganas, buruk rupa, dan penuh iri, yang selalu bertikai dengan dewa-dewa di alam dewa demi kekuasaan dan kebahagiaan. Mereka berusaha mewujudkan nafsu ego untuk menambah kekuatan. Mereka tidak pernah menang karena para dewa sendiri telah menciptakan karma untuk dapat menikmati posisi mereka. Semidewa betina tidak kalah dengki dan serakahnya, tetapi mereka tidak menggunakan kekuatan melainkan dengan godaan dan rayuan. Semidewa menyerupai dewa dalam hal kekuasaan dan keperkasaan, walaupun mereka sama sekali tidak bahagia. Kesuksesan, kepemilikan, dan kesejahteraan pihak lain membuat mereka sirik. Kepuasan mendalam yang orang lain dapatkan dari karma baik mereka bisa membuat para semidewa ini berjuang keras, bahkan dengan kekerasan, untuk merampasnya.
Semidewa Dalam Dunia Kita

"Manusia semidewa" bukanlah tidak umum dalam dunia politik, bisnis, sindikat bandit, dan berbagai bidang di mana banyak orang yang relatif makmur terus-menerus berusaha untuk saling mengungguli dalam segala aspek kehidupan-baik dalam pangkat karier, kepemilikan harta benda, atau bahkan keluarga. Hal ini sering makan pengorbanan yang besar, bahkan mengorbankan persahabatan sekalipun.
Apakah Kita Ini Semidewa?

Semidewa selalu berusaha untuk menjadi lebih pintar, lebih kuat, lebih kaya, atau lebih berpengalaman dibandingkan dengan yang lain. Masing-masing selalu berharap yang lain melemah supaya ia selalu tetap menjadi yang terkuat. Walaupun selalu ingin membuktikan superioritasnya, mereka sangat sadar akan kepangkatan dan cenderung untuk membentuk struktur kekuatan, bersekutu untuk menjegal pihak lain-yang ujung-ujungnya demi mereka pribadi. Mereka dapat berhubungan dengan yang lain hanya berdasarkan kekuasaan atau ketundukan, tidak ada kesetaraan, dan ketika mereka bisa, mereka akan menguasai. Menikam dari belakang dan bersekongkol adalah hal yang biasa. Seorang manusia dapat terlahir kembali sebagai semidewa jika dia egois dan gila kekuasaan. Bagaimanapun, dia tetap memerlukan karma baik untuk dapat terlahir kembali di suatu surga. Orang seperti itu terkuasai oleh keadaan batin yang penuh dengan ketamakan dan kebencian, karena jasa-jasa kebaikannya dilakukan tanpa Kebijaksanaan. Seseorang yang meninggal dalam keadaan batin seperti ini akan cenderung terlahir kembali sebagai semidewa.
Apakah Alam Dewa Itu?

Alam dewa (dalam hal ini, dewa tidak mengacu pada sosok maha pencipta) atau surga terdiri dari berbagai tingkatan kepuasan dan kegembiraan indrawi. Para dewa dapat menikmati keindahan dengan kebaikan mereka sendiri. Mereka adalah makhluk-makhluk dengan tubuh yang lembut dan rupawan, yang menyukai musik dan tarian, karenanya mereka dapat menikmati kesenangan yang menghanyutkan. Pengalaman seperti itu dapat dikembangkan dengan meditasi, tetapi berbahaya karena seseorang akan terbuai, padahal hal ini hanya bersifat sementara. Setelah waktu yang lama, para dewa akan jatuh dari keadaan kebahagiaan mereka. Jika mereka tidak menyadari bahwa mereka tidak kekal adanya dan mulai menjalani kehidupan spiritual, mereka akan terlahir kembali ke alam kehidupan yang lebih rendah tatkala mereka telah menghabiskan karma baiknya di surga.
Dewa Dalam Dunia Kita

"Manusia dewa" adalah seperti para raja dan ratu pada zaman dulu, yang hidup dalam kemewahan dan penuh kekuasaan. Mereka dapat memenuhi semua keinginan mereka hanya dengan memerintah. Pada zaman sekarang, mereka adalah orang-orang kaya, terkenal, dan berkuasa yang tingkat kehidupannya jauh di atas orang biasa, sering kali memanjakan diri dengan pemborosan dan kemewahan.
Apakah Kita Ini Dewa?

Dewa adalah seseorang yang memiliki kekuasaan besar dalam posisinya. Permintaannya akan berbagai benda dengan mudah dapat terkabul. Karena posisinya tercapai lewat pengumpulan banyak karma baik, tentu saja ia dapat menikmati kesejahteraan yang pantas diperolehnya. Namun, ia cenderung terlalu menikmati kegembiraannya dan melupakan gambaran yang lebih besar, lupa bahwa keadaannya yang sekarang tidaklah abadi, dan masih banyak makhluk-makhluk yang kurang beruntung yang dapat ia bantu. Seorang manusia dapat terlahir kembali menjadi dewa jika ia sangat berbudi. Orang seperti itu terselubungi oleh ketidaktahuan karena ia membuat banyak jasa kebajikan tanpa Kebijaksanaan dan kurang menyadari pentingnya kehidupan spiritual. Seseorang yang meninggal dalam keadaan batin seperti ini cenderung untuk terlahir kembali sebagai dewa.


EMPAT PIKIRAN LUHUR

Setiap orang ingin berbahagia, tetapi kebahagiaan tidak dapat dicapai dalam pemisahan diri. Kebahagiaan seseorang bergantung pada kebahagiaan bersama dan kebahagiaan bersama bergantung pada kebahagiaan seseorang. Hal ini dikarenakan semua kehidupan adalah saling bergantung. Untuk menjadi bahagia, kita perlu mengembangkan sikap yang baik kepada orang lain dalam masyarakat dan kepada semua makhluk hidup.

Cara terbaik untuk mengembangkan sikap yang baik kepada semua makhluk hidup adalah melalui meditasi. Di antara banyak topik meditasi yang diajarkan oleh Buddha, ada empat yang secara spesifik berkenaan dengan pengembangan Cinta kasih, Kewelasan, Kegembiraan Simpatik, dan Keseimbangan Batin. Empat hal ini disebut Empat Pikiran Luhur. Keempatnya tertuju kepada makhluk hidup yang tak terhingga banyaknya dan karma baik yang dihasilkan dengan menjalankan keempatnya tidaklah terukur. Empat Pikiran Luhur itu memunculkan "Cinta Sejati", yang membawa sukacita bagi kita dan orang-orang yang kita cintai. Jika cinta kita tidak membawa sukacita bagi diri kita sendiri dan orang-orang yang kita cintai, itu bukan Cinta Sejati. Dalam Cinta Sejati, juga tidak ada perasaan yang terpisah dari yang lain. Aspek-aspek Cinta Sejati, seperti semua aspek dari ajaran Buddha, saling berhubungan; ini berarti bahwa setiap aspek mengandung semua aspek lainnya.

Dengan mengembangkan sikap-sikap luhur Cinta Kasih, Kewelasan, Kegembiraan Simpatik, dan Keseimbangan Batin, kita dapat secara bertahap melenyapkan niat buruk, kekejaman, iri hati, dan nafsu keinginan. Dengan jalan ini, mereka dapat mencapai kebahagiaan bagi diri mereka sendiri dan pihak lain, sekarang dan pada masa yang akan datang.
Cinta Kasih

Cinta kasih adalah pengharapan agar semua makhluk, tanpa terkecuali, berbahagia. Cinta kasih menangkal niat buruk (kebencian). Sikap Cinta Kasih adalah seperti perasaan yang ada pada seorang ibu terhadap bayi yang baru dilahirkannya. Ia berharap agar anaknya beroleh kesehatan yang baik, memiliki teman-teman yang baik, pandai, dan sukses dalam segala usahanya. Pendeknya, ia berharap dengan tulus agar anaknya berbahagia. Kita dapat memiliki sikap Cinta Kasih yang sama kepada seorang teman atau orang lain di kelas, komunitas, atau negara kita.

Cinta Kasih yang meluas dalam contoh di atas terbatas pada orang-orang yang mana kita masih memiliki keterikatan atau kepedulian. Akan tetapi, meditasi Cinta Kasih menuntut kita untuk meluaskan Cinta Kasih bukan hanya kepada orang-orang yang kita merasa dekat, tetapi juga kepada orang-orang yang hanya kita kenal sekilas atau bahkan tidak kita kenal sama sekali. Akhirnya, Cinta Kasih kita diperluas meliputi semua makhluk di seluruh alam kehidupan. Hanya dengan begitulah sikap Cinta Kasih universal yang dijumpai dalam kehidupan sehari-hari bisa mencapai tataran yang luhur atau tak terbatas.
Kewelasan

Kewelasan atau Belas Kasihan adalah pengharapan agar semua makhluk hidup terbebas dari penderitaan. Ini adalah kehendak dan kemampuan untuk membebaskan dan mengubah penderitaan dan meringankan kesengsaraan ketika menghadapi kekejaman. Ketika seorang ibu, misalnya, melihat anaknya sakit serius, secara alami ia akan tergerak oleh rasa Kewelasan dan berharap dengan sungguh-sungguh dan bertindak sedemikian rupa supaya anaknya dapat terbebas dari penderitaan akibat penyakitnya. Begitu pula, kebanyakan orang telah mengalami perasaan Kewelasan ketika menyaksikan penderitaan kerabatnya, teman sekolahnya, bahkan hewan peliharaannya. Kewelasan harus melampaui batas-batas kelompok atau individu yang kita cintai atau pedulikan. Kewelasan harus diperluas meliputi semua makhluk hidup di segenap alam kehidupan agar menjadi tak terbatas.
Kegembiraan Simpatik

Kegembiraan Simpatik adalah sikap ikut bergembira akan kebahagiaan dan kebajikan semua makhluk hidup. Sikap ini berlawanan dengan iri hati dan mengurangi keterpusatan pada diri sendiri.

Kegembiraan Simpatik dapat dialami oleh seorang ibu yang bersukacita karena anaknya sukses dan bahagia dalam hidupnya. Demikian pula, hampir setiap orang pada suatu saat pernah mengalami perasaan sukacita atas nasib baik temannya. Hal-hal ini merupakan bentuk-bentuk Kegembiraan Simpatik pada umumnya. Dengan melakukan meditasi Kegembiraan Simpatik, kita memancarkan sukacita kepada semua makhluk dan tidak hanya kepada orang-orang yang dicintai. Hanya dengan demikian kita mengalami Kegembiraan Simpatik sebagai suatu keadaan pikiran yang luhur dan tak terbatas.
Keseimbangan Batin

Keseimbangan Batin adalah sikap menganggap semua makhluk hidup adalah setara, terlepas dari hubungan mereka dengan diri sendiri. Keseimbangan Batin menetralkan ketamakan dan kebencian, Keseimbangan Batin tidak dingin atau tidak acuh-Keseimbangan Batin adalah kasih yang tidak terbagi dan tanpa prasangka.

Ketika seorang anak yang bertumbuh dewasa tinggal bersama keluarganya, ia mulai menjalani kehidupan yang mandiri dan bertanggung jawab kepada diri sendiri. Meskipun ibunya masih memiliki perasaan Cinta Kasih, Kewelasan, dan Kegembiraan Simpatik kepadanya, ketiga perasaan tersebut sekarang tergabung dengan sebuah perasaan baru akan Keseimbangan Batin. Sang ibu mengenali posisi baru anaknya dalam kehidupannya yang mandiri dan bertanggung jawab, dan tidak mengikat dia erat-erat.

Bagaimanapun juga, untuk mencapai keadaan pikiran yang luhur, sikap Keseimbangan Batin harus diperluas mencakup semua makhluk. Untuk melakukan hal ini, kita perlu ingat bahwa hubungan kita dengan para keluarga, teman, bahkan orang yang memusuhi adalah akibat dari karma lampau kita. Dengan demikian, seyogianya kita tidak melekat erat pada keluarga dan teman sementara memandang yang lain dengan tak acuh atau kebencian. Lebih jauh, keluarga dan teman kita dalam kehidupan sekarang mungkin pernah menjadi lawan dalam suatu kehidupan lampau dan mungkin menjadi lawan lagi pada kehidupan yang akan datang, sedangkan lawan kita dalam kehidupan sekarang bisa jadi adalah keluarga dan teman kita dalam suatu kehidupan lampau, dan mungkin akan menjadi keluarga dan teman kita lagi dalam kehidupan yang akan datang.


MUSABAB YANG SALING BERGANTUNG

Buddha sering mengajarkan perihal Musabab yang Saling Bergantung. Melalui pemahaman tentang Musabab yang Saling Bergantung, Buddha mencapai Pencerahan. Buddha berkata, "Sungguh dalam, Musabab yang Saling Bergantung ini. Dikarenakan tidak menyadari prinsip inilah, semuanya jadi ruwet seperti sebuah bola benang, tak mampu menghentikan penderitaan dan Kelahiran Berulang."
Hukum Musabab yang Saling Bergantung

Dasar Musabab yang Saling Bergantung adalah bahwa kehidupan dan dunia ini dibangun oleh serangkaian hubungan, yang mana kemunculan dan lenyapnya suatu faktor tergantung pada beberapa faktor lain yang mengondisikannya:
Bila ini ada, itu ada.
Ini muncul, itu muncul.
Bila ini tidak ada, itu tidak ada.
Ini lenyap, itu lenyap.

"Ini" + Kondisi Tertentu = "Itu"

Pada prinsip ketergantungan dan relativitas, terletak kemunculan, keberlanjutan, dan kelenyapan berbagai keberadaan. Hal ini dinamakan Hukum Musabab yang Saling Bergantung. Di sini ditekankan bahwa segala fenomena di alam semesta merupakan keadaan yang terkondisi secara relatif dan tidak muncul sendiri tanpa kondisi-kondisi yang mendukung. Suatu fenomena muncul karena adanya kombinasi dari berbagai kondisi yang mendukung kemunculan fenomena itu. Fenomena tersebut akan lenyap jika kondisi dan komponen pendukung kemunculannya telah berubah dan tidak dapat menopangnya lagi. Keberadaan kondisi-kondisi pendukung ini juga tergantung pada faktor-faktor lain untuk kemunculan, keberlanjutan, kelenyapan, dan kemungkinan kemunculannya kembali. Dalam hal ini, segala sesuatu adalah sunya (mempunyai karakteristik kekosongan) dari suatu sifat diri yang terpisah. Hukum ini juga menjelaskan bagaimana Kelahiran Berulang bisa terjadi.
Sebuah Contoh Musabab yang Saling Bergantung

Untuk menggambarkan sifat saling bergantungnya segala sesuatu di sekitar kita, kita umpamakan sebuah lampu minyak. Nyala api dalam sebuah lampu minyak tergantung pada udara, minyak, panas, dan sumbu. Ketika semua faktor ini ada, api akan menyala. Jika salah satu atau lebih dari faktor-faktor ini tidak ada, nyala api akan padam. Demikianlah, kemunculan semua fenomena tergantung pada sejumlah faktor penyebabnya, tidak berdiri sendiri. Inilah prinsip Musabab yang Saling Bergantung.
Musabab yang Saling Bergantung dan Relativitas

Hukum Musabab yang Saling Bergantung adalah cara yang realistik untuk memahami alam semesta. Kenyataan bahwa segala sesuatu tak lebih dari serangkaian hubungan yang kompleks, konsisten dengan pandangan ilmiah modern (seperti Teori Relativitas Einstein dan Teori Kuantum). Karena segala sesuatu adalah terkondisi, relatif, dan saling tergantung, di dunia ini tidak ada sesuatu yang bisa dipandang sebagai sebuah sosok yang permanen dengan identitas yang permanen pula. Segala sesuatu adalah seperti apa adanya, hanyalah terkondisi oleh hal-hal lainnya.

Sebagai contoh, seseorang tidak dapat dengan sendirinya atau begitu saja menjadi seorang ayah-dia menjadi ayah karena hubungannya dengan anaknya. Seseorang yang menjadi ayah bagi anaknya, juga menjadi anak bagi ayahnya. Identitasnya bersifat relatif dan tergantung pada hubungannya dengan orang lain. Istilah-istilah seperti panjang dan pendek, tinggi dan rendah, ayah dan anak, dan sebagainya bersifat relatif dan hanya akan berarti dalam kaitannya dengan yang lain. Relativitas berarti bahwa dikarenakan setiap hal tidak ada secara mandiri, dengan sendirinya hal itu tidak memiliki suatu sifat yang ajek secara intrinsik.

Dunia ini dibangun oleh sekumpulan hubungan yang saling terkait, namun lumrahnya pikiran kita menciptakan gambaran-gambaran semu akan kekekalan suatu hal dikarenakan kegelapan batin dan nafsu kita. Sebagai contoh, sudah lazim bagi kita untuk melekat pada apa yang kita anggap cantik dan kita sukai, serta menolak apa yang buruk dan tidak kita sukai. Karena takluk oleh kekuatan ketamakan dan kebencian, kita disesatkan oleh kegelapan batin. Kita tidak menyadari bahwa ini semua sesungguhnya tidak nyata. Seperti sebuah bola api yang diputar dengan cepat, pada suatu momen dapat menciptakan ilusi sebuah lingkaran cahaya.
Sebuah Percakapan Menarik Tentang Musabab yang Saling Bergantung

Cuplikan berikut ini disunting dari sebuah ceramah Dharma di National University of Singapore Buddhist Society. (YM: Yang Mulia Thubten Chodron; PM: Pemirsa)
Di Mana Biskuitnya?

YM: (Memegang sebuah biskuit) Sebuah biskuit kelihatan seperti biskuit nyata karena ada beberapa "sifat biskuit" padanya-sepertinya biskuit ini eksis betulan, terpisah dari pemikiran kita. Jika biskuit ini benar-benar ada seperti itu, lalu ketika kita menganalisis dan mencari apa sebenarnya biskuit ini, kita seharusnya mampu menemukannya. (Biskuit tersebut dipatahkan dan sepotong diperlihatkan ke pemirsa). Apakah potongan ini sebuah biskuit?

PM: Ya.

YM: (Mengangkat potongan lainnya) Apakah ini biskuit?

PM: Ya.

YM: (Meremukkan potongan biskuit) Apa ini sekarang?

PM: Remah-remah.

YM: Jadi sekarang tidak ada lagi biskuit? Apa yang terjadi pada biskuit yang kita lihat sebelumnya? Jika biskuit itu memiliki sifat kebiskuitan di dalamnya, di manakah sifat itu sekarang? Apa yang kita punyai sekarang adalah atom dan molekul yang sama dengan sebelumnya, tetapi sekarang kita menyebutnya remah-remah, bukan biskuit!

Jika ada biskuit yang intrinsik di sana, kita seharusnya mampu menemukannya, entah di antara bagian-bagiannya ataupun terpisah dari bagian-bagiannya-tetapi ia tidak ada di mana pun. Ini berarti tidak ada biskuit yang intrinsik sejak awalnya.

PM : Sebuah biskuit adalah kumpulan atom dan molekul. Biskuit merupakan kesemua bagiannya yang menjadi satu.

YM : Namun suatu kumpulan hanyalah sekelompok dari bagian-bagiannya. Jika tidak ada satu bagian pun yang memang dengan sendirinya adalah sebuah biskuit, bagaimana mungkin beberapa bagian yang bersatu itu lantas menjadi sebuah biskuit yang berdiri sendiri dengan sifat kebiskuitannya? Jika Anda mengumpulkan serangga yang bukan kupu-kupu, misalnya belalang, apakah itu akan membentuk seekor kupu-kupu? Bagaimana mungkin sekelompok non-biskuit atau remah-remah bisa membentuk sebuah biskuit yang nyata?

PM: Kalau begitu tidak ada biskuit sama sekali? Lalu apa yang saya makan ini?

YM: Apa yang tengah kita bahas adalah biskuit yang tidak tergantung pada bagian-bagian penyusunnya. Biskuit yang nyata berdiri sendiri tidak dapat ditemukan karena ia memang tidak ada. Tetapi biskuit yang keberadaannya tergantung pada hal-hal lain, itu ada! Apa yang Anda makan masih tetap sebuah biskuit!

Biskuit ada karena sekumpulan atom dan molekul bersatu dalam pola tertentu. Pikiran kita melihatnya dan mencerapnya sebagai sebuah benda dan menyebutnya biskuit-benda itu menjadi biskuit karena kita semua telah memahaminya dengan cara yang senada dan setuju, dengan kesepakatan bersama, untuk menyebutnya "biskuit".

Biskuit itu ada bergantung pada faktor-faktor penyebab dan kondisinya: tepung, air, pembuat roti, dan sebagainya. Ia bergantung pada pikiran kita mencerapnya sebagai suatu benda dan menamakannya "biskuit". Terpisah dari biskuit yang keberadaannya bergantung pada faktor lain, tidak ada lagi biskuit yang lain. Jadi benda ini sunya atau kosong dari sifat biskuit yang intrinsik dan terpisah. Ia ada, tetapi tidak sama dengan cara kita melihatnya. Ia tampaknya berdiri sendiri, padahal sebenarnya tidak demikian.
Di Manakah Diri Itu?

YM: Hal yang sama juga berlaku bagi "diri" atau "aku". Ingat saat Anda sedang marah. Bagaimana "aku" muncul kemudian? Ia tampak sangat solid-seolah-olah ada aku yang nyata yang sedang dihina orang lain. "Aku" itu merasa nyata, seakan berdiri sendiri, tetapi masih di suatu tempat di dalam batin dan badan kita. Kita menjadi marah untuk mempertahankan "aku" yang tampak begitu nyata. Jika "aku" yang solid dan berdiri sendiri itu ada sebagaimana tampak oleh kita, kita harus mampu menemukannya, entah di dalam batin
atau badan kita, ataupun terpisah dari mereka. Tidak ada tempat lain di mana "aku" dapat berada. Mari kita lihat, apakah "Anda" adalah badan Anda?

PM: Ya.

YM: Bagian mana dari badan Anda yang merupakan "Anda"? Apakah "Anda" lengan Anda? Dada Anda? Ujung kaki Anda? Otak Anda? Jelas bahwa kita bukan bagian apa pun dari badan kita. Mari kita coba lagi. Apakah "Anda" adalah batin Anda?

PM: Mestinya demikian.

YM: Batin yang manakah "Anda"? Apakah "Anda" adalah kesadaran penglihatan Anda? Kesadaran pendengaran Anda? Kesadaran batin Anda? Apakah Anda adalah suatu perangai tertentu? Jika Anda adalah sifat marah Anda, kelau begitu Anda akan selalu marah!

PM: "Aku" adalah yang pergi dari satu kehidupan ke kehidupan selanjutnya.

YM: Tetapi, apa yang pergi dari satu kehidupan ke kehidupan selanjutnya terus-menerus berubah. Dapatkah Anda menunjukkan suatu momen pikiran Anda yang telah menjadi dan selalu akan menjadi "Anda"? Apakah Anda adalah pikiran yang kemarin? Pikiran hari ini? Ataukah pikiran besok?

PM: "Aku" adalah mereka semua.

YM: Namun itu merupakan kumpulan bagian-bagian, yang tak satu pun merupakan "aku". Menyebutnya sebagai "aku" adalah seperti menyebut kumpulan belalang sebagai seekor kupu-kupu. Bisa jadi Anda benar-benar terpisah dari batin dan badan Anda. Kalau benar begitu, dapatkah Anda membawa pergi batin dan badan Anda sementara "Anda" ("aku") tetap tinggal terpisah? Jika "aku" terpisah dari batin dan badan, batin dan badan saya bisa di sini dan "aku" bisa berada di seberang ruangan sana. Mungkinkah itu?

"Aku" atau "diri" tidak berdiri terlepas dari batin dan badan. Dia bukan batin dan dia bukan badan; bukan pula gabungan batin dan badan. Dengan kata lain, "aku" yang solid yang kita rasakan ketika kita marah ini, tidak ada. Inilah yang dimaksud dengan "tiada diri": tidak ada diri yang mutlak eksis atau terpisah keberadaannya. Ini tidak berarti bahwa "aku" ini tidak ada sama sekali. Yang kita tiadakan adalah keberadaannya yang kekal dan lepas terpisah. Secara konvensional, keberadaan "aku" yang marah itu ada, tetapi "aku" itu tidak eksis secara terpisah.

"Aku" bergantung pada sebab-sebab dan kondisi-kondisi: bertemunya sperma dan sel telur orang tua kita, kesadaran kita dari kehidupan sebelumnya, dan lain-lain. "Aku" juga bergantung pada bagian-bagian penyusunnya: batin dan badan kita. "Aku" juga bergantung pada konsep dan penamaan, yaitu dengan bergabungnya batin dan badan kita, kita mencerap seseorang dan menamainya "aku". Kita ada hanya karena "diberi label" dengan dasar penyusunnya-batin dan badan kita.
Bagaimana Pemahaman Tentang Musabab yang Saling Bergantung Dapat Membantu Kita?

PM: Bagaimana pemahaman tentang kaidah ini dapat membantu kita?

YM: Ketika kita menyadari Kesunyaan, kita mampu melihat bahwa tidak ada sosok nyata yang marah. Tidak ada sosok nyata yang perlu dipertahankan reputasinya. Tidak ada seseorang atau sebuah objek indah yang berdiri sendiri, yang harus kita miliki. Dengan menyadari Kesunyaan, kemelekatan kita, kemarahan, iri hati, kesombongan, dan sifat-sifat tak terpuji lainnya akan musnah, karena tidak ada sosok nyata yang mutlak harus dilindungi dan tidak ada objek nyata yang mutlak harus dilekati.

Ini tidak berarti kita menjadi lembam dan tidak bergairah, dengan berpikiran, "Tidak ada aku yang nyata, tidak ada tujuan yang nyata, lalu buat apa repot-repot berbuat ini dan itu?" Menyadari ketiadaan diri (Kesunyaan) memberikan kita ruang gerak yang luas. Alih-alih menghabis-habiskan energi untuk kemelekatan, amarah, dan kegelapan batin, kita bebas menggunakan Kebijaksanaan dan Kewelasan kita yang besar, dengan berbagai cara untuk membantu makhluk lain.


KESUNYAAN

Kesunyaan (Sanskerta: sunyata), yang merupakan salah satu kebenaran yang paling mendalam di dalam ajaran Buddha, sering disalahpahami. Sunya adalah istilah yang paling tepat, meskipun tidak pas diterjemahkan sebagai 'kekosongan'. Kesunyaan merupakan kebenaran praktis yang sangat membantu kita dalam kehidupan sehari-hari.
Contoh-Contoh Kesunyaan

Sebuah analogi untuk menjelaskan Kesunyaan adalah sebuah sungai. Sebuah sungai tidak sungguh-sungguh eksis karena sungai itu merupakan banyak arus air yang datang dan pergi, yang merupakan penyusunnya. Setiap arus ini tidak substansial, masing-masing tersusun dari kumpulan arus-arus yang lebih kecil lagi di dalamnya. Tidak ada sungai yang substansial atau "riil"-yang ada hanya aliran. Kita mengatakan bahwa sungai itu kosong dari sifat nyata yang pasti-inilah Kesunyaan. Segala sesuatu di alam semesta (fenomena fisik dan mental) menunjukkan karakteristik Kesunyaan.

Contoh lain adalah sebuah air terjun. Sebuah air terjun yang dilihat dari jauh tampak seperti ujud utuh helaian yang berkilau. Namun, ketika diamati lebih dekat, kita melihat dengan jelas bahwa "helaian" itu tak lain adalah sebuah arus air yang mengalir secara sinambung. Pada hakikatnya, tidak ada "air terjun" yang riil-yang ada hanyalah tetes air yang terjun.
Dua Sisi Kesunyaan

Berikut adalah sebuah ungkapan yang berguna untuk mengingat konsep pokok Kesunyaan:

Kesunyaan menerima Keberadaan dari Keberadaan;
Kesunyaan menolak Inti Diri dalam Keberadaan.

Ini berarti bahwa Kesunyaan TIDAK menyangkal keberadaan segala sesuatu, tetapi menyangkal adanya suatu diri yang tetap dan tidak berubah di dalam atau di balik segala sesuatu.

Kembali memakai perumpamaan sebuah sungai, kita dapat mengatakan bahwa keberadaan sebuah sungai (yang tersusun dari banyak arus kecil) tergantung pada atau terkondisi oleh arus-arus kecil tersebut-ini menjelaskan aspek pertama dari ungkapan di atas. Karena sungai terus mengalir (terus mengalami perubahan), kita mengatakan bahwa sungai tidak eksis secara bebas lepas atau tidak terkondisi (karena ia tidak memiliki hakikat atau diri yang tidak mengalami perubahan)-ini menjelaskan aspek kedua dari ungkapan di atas.
Kesunyaan dan Jalan Tengah

Kedua aspek Kesunyaan di atas harus disadari secara bersama karena keduanya secara bersama-sama menunjukkan Jalan Tengah yang mengatasi segala ekstrem.

Menyadari aspek Kesunyaan pertama tanpa menyadari aspek yang kedua dapat menyebabkan kita menjadi serakah dan mementingkan diri sendiri, secara keliru percaya bahwa segala kenikmatan dan materi adalah "nyata" dan abadi.

Menyadari aspek kedua tanpa menyadari aspek yang pertama dapat membuat kita menjadi pesimistik, pasif, atau amoral, berpandangan salah bahwa tidak ada apa pun yang layak diperjuangkan karena segala sesuatu itu hampa dan tak berarti.

Karena itu, sangatlah penting untuk melihat kedua aspek ini secara bersama untuk difungsikan dengan Kebijaksanaan dalam suatu cara yang seimbang dalam kehidupan sehari-hari. Kita harus belajar memandang segala sesuatu sebagaimana adanya sembari mengetahui sifat sejati keberadaan mereka. Seseorang yang menyadari Kesunyaan dapat hidup dengan positif dalam ketenteraman dan kebebasan, menghargai segala sesuatu tanpa kemelekatan.
Kesunyaan Bukan Berarti Tidak Ada Apa-Apa

Kesunyaan TIDAK berarti kehampaan fisik atau mental-ini adalah kaidah keterbukaan total dan kemungkinan-kemungkinan tanpa batas. Kesunyaan, bagaikan langit luas nan cerah yang membiarkan awan-awan, burung-burung, pesawat-pesawat terbang, dan lain-lain datang dan pergi, membiarkan segala fenomena terjadi di dalamnya. Dengan demikian, Kesunyaan jauh melampaui segala sesuatu yang dapat dicerap oleh makhluk yang belum tercerahkan. Karena Kesunyaan, segala sesuatu-termasuk kita-dapat terus berubah ke arah yang lebih baik. Apa pun dapat berubah menjadi sesuatu yang lain jika ada perpaduan sebab dan kondisi yang tepat. Demikian pula, siapa saja dapat menjadi tercerahkan jika dia berkembang secara spiritual. Dengan demikian, Kesunyaan merupakan ajaran yang penuh harapan.
Kesunyaan Mental dan Materi

Kesunyaan berlaku untuk semua entitas fisik/materi. Jauh lebih halus lagi, Kesunyaan juga berlaku untuk semua entitas mental (keadaan pikiran). Dalam pemeriksaan yang terperinci, semua entitas fisik hanyalah fluktuasi molekul, atom, elektron, netron, proton, partikel, partikel sub-atom, dan energi yang tiada hentinya. Semua hanyalah manifestasi energi yang tiada batasnya.

Dalam pemeriksaan yang terperinci, semua entitas mental hanyalah proses-proses yang berubah dengan hampir tidak kentara sepanjang waktu. Misalnya, kita tahu bahwa kita memiliki gagasan, tetapi bagaimana suatu gagasan mengalir dari satu gagasan ke gagasan yang lain adalah hal yang paling tidak kentara bagi pikiran yang tidak terlatih.
Pesona Kesunyaan

Segala sesuatu semata-mata adalah seperti apa yang tampak, di balik itu... tidak ada "apa-apa".

Di depan kita ada segala sesuatu, tetapi di belakang segala sesuatu itu tidak ada sesuatu yang substansial (karena semuanya adalah perubahan abadi). Namun segala sesuatu yang ada di sini sesungguhnya ADA di sini! Dan "ketiadaan" di balik mereka sesungguhnya ADA di sini, sekaligus di tempat dan waktu yang sama!

Segala sesuatu adalah sama, sekaligus berbeda.

Segala sesuatu adalah sama dalam pengertian bahwa semuanya sama-sama kosong. Bagaimanapun juga, segala sesuatu jelas berbeda karena mereka bermanifestasi dalam berbagai bentuk yang tak terhingga banyaknya. "Segala sesuatu" juga merujuk pada semua kepemilikan kita, keluarga, kesehatan, kekayaan, ketenaran, dan lain-lain.

Sebagaimana dalam perumpamaan sungai, sungai adalah di sini sekaligus tidak di sini pada tempat dan saat yang sama. Hal ini berlaku untuk segala sesuatu. Seluruh jagad raya yang kita ketahui adalah "nyata tapi tidak nyata" pada saat yang sama. Ini adalah "tipuan sulap" yang terhebat, yang mana orang yang belum tercerahkan tidak mampu melihatnya, sehingga terpikat padanya.
Manfaat Menyadari Kesunyaan

Kegelapan batin kita melihat ilusi sebagai sesuatu yang "begitu nyata". Kita melihat perubahan yang terus-menerus sebagai sesuatu yang tidak berubah dan menjadi melekat pada hal-hal yang tidak substansial. Ketidak-mampuan melihat ketidak-nyataan diri menciptakan penderitaan yang terpusat di sekitar pandangan kita yang salah tentang diri. Tidak ada petunjuk tentang suatu diri yang kekal di dalam segala sesuatu, baik fisik maupun mental. Tidak ada "saya, kamu, milik saya, milik kamu...". Jika diri disadari sebagai kosong dan tidak nyata, segala perbedaan yang bertentangan akan sirna, semuanya tampak sebagaimana adanya dalam realitas mereka yang telanjang tanpa label-label kosong, penghakiman, atau prasangka.

Kemampuan menerapkan Kesunyaan dalam kehidupan sehari-hari membawa kemudahan dan kebahagiaan yang tak terkira karena kita menjadi terbebaskan dari belenggu kemelekatan. Menyadari Kesunyaan adalah mencapai Kebijaksanaan tentang ketiadaan diri (melihat hakikat tiada inti diri dalam segala sesuatu). Berfungsinya ketiadaan inti diri adalah Kewelasan. Jadi, Kebijaksanaan sejati adalah Kewelasan dan Kewelasan sejati adalah Bijaksana-keduanya saling berkaitan. Kesempurnaan Kebijaksanaan dan Kewelasan membentuk puncak ganda pengembangan spiritual atau Pencerahan.

Jika kita membiasakan diri kita dengan Kesunyaan, secara berangsur-angsur kita membuka pikiran kita dan membebaskan diri kita dari belenggu ketidaktahuan yang memahami realita secara salah. Pada waktunya, kita akan mengenyahkan segala kegelapan batin, kemarahan, kemelekatan, keangkuhan, iri hati, dan sikap-sikap negatif lainnya dari pikiran kita. Dengan berbuat demikian, kita tidak lagi menciptakan tindakan-tindakan merusak yang termotivasi oleh semua ketidakbaikan itu. Selanjutnya kita akan terbebaskan dari semua masalah. Dengan kata lain, menyadari Kesunyaan mendatangkan Kebahagiaan Sejati.

Sebagai rangkuman, sebuah penerapan praktis Kesunyaan dalam kehidupan sehari-hari adalah:

Hargailah segala sesuatu (pada saat ini)
karena semuanya adalah sementara;
Janganlah melekat pada segala sesuatu (pada saat ini)
karena semuanya adalah sementara.


KETUHANAN DALAM AJARAN BUDDHA
Yang Tak Terkondisi

Buddha telah mencapai Pencerahan Sempurna, dengan demikian Buddha menghayati dan memahami Ketuhanan dengan sempurna pula. Buddha bersabda bahwa ada Yang Tidak Terlahir, Yang Tidak Terjelma, Yang Tidak Tercipta, Yang Mutlak (Udana VIII:3). Yang Mutlak itu Esa adanya, disebut Asamkhata-Dharma, Dharma Yang Absolut, Yang Tak Terkondisi. Dengan adanya Yang Mutlak, Yang Tak Terkondisi, maka manusia yang terkondisi (samkhata) dapat mencapai kebebasan mutlak dari lingkaran kehidupan-kematian (samsara).

Ketuhanan Yang Maha Esa dapat dihayati melalui hukum-hukum Dharma yang berlaku di alam semesta. Hal ini ibarat udara. Apakah udara itu ada? Ya, tentu saja. Akan tetapi, mana udara itu? Bisakah dipegang? Bisakah dilihat? Bisakah didengar? Tentu saja tidak. Walau demikian, kita bisa memastikan bahwa udara itu ada dari gejala-gejalanya, seperti nyiur yang melambai, asap yang bergerak, debu yang beterbangan, dan lain-lain.

Dengan adanya hukum-hukum Dharma, unsur imanen dari Ketuhanan Yang Maha Esa tidak lenyap sama sekali, namun ajaran Buddha menekankan unsur transenden dari Ketuhanan Yang Maha Esa. Semua yang bersifat transenden adalah tidak terkonsepkan. Mereka harus dipahami secara langsung (intuitif) melalui pencerahan, bukan melalui konsep. Akan tetapi, hal itu sulit dilakukan. Karena kesulitan itu, ada yang berusaha memahami dengan pendekatan konseptual. Tidak terelakkan, ketika manusia berbicara mengenai konsep Ketuhanan, diperlukanlah nama. Salah satu nama yang digunakan dalam ajaran Buddha adalah "Adi-Buddha". Dalam kitab-kitab Buddhis berbahasa Kawi (Jawa Kuno), nama-nama lain dari Adi-Buddha adalah Advaya, Diwarupa, dan Mahavairocana. Sebutan lain Adi-Buddha adalah Vajradhara (Tibet-Kargyu dan Gelug), Samantabhadra (Tibet-Nyingma), dan Adinatha (Nepal).

Adi-Buddha merupakan Realitas Absolut atau Kebenaran Mutlak, bukan suatu personifikasi. Adi-Buddha tak lain adalah Dhammakaya, Tubuh Dharma Yang Absolut. Dhammakaya bersifat kekal, meliputi segalanya, tidak terbatasi oleh ruang dan waktu, ada dengan sendirinya, bebas dari pasangan yang berlawanan, bebas dari pertalian sebab-akibat.

Konsep Ketuhanan menurut ajaran Buddha ini perlu dipahami dengan benar, mengingat masih banyak yang mencampuradukkan dengan konsep Ketuhanan menurut agama-agama lain.
Asal Alam Semesta

Semua agama mempunyai dongeng dan sejarah yang berupaya menjawab pertanyaan ini. Pada zaman dahulu, ketika pikiran manusia masih sederhana, dongeng-dongeng sudah mencukupi. Namun pada abad milenium ini, era fisika, astronomi, dan geologi modern berangsur-angsur telah menggantikan dongeng-dongeng tersebut dengan fakta-fakta ilmiah.

Sungguh menarik bahwa penjelasan Buddha mengenai asal mula alam semesta ternyata sangat sesuai dengan pandangan ilmu pengetahuan. Dalam Aganna Sutta, Buddha menggambarkan alam semesta berulang kali mengalami kehancuran dan tersusun kembali seperti saat ini selama masa yang tak terhitung lamanya. Bumi ini bukanlah satu-satunya planet, masih ada gugus-gugus yang lebih besar, tata surya, galaksi, mahagalaksi, dan seterusnya, tanpa batas. Kehidupan pertama terbentuk di atas permukaan cairan, dan berangsur-angsur berevolusi dari organisme yang sederhana menjadi semakin kompleks. Segala proses ini tidak berawal, tidak berakhir, dan berlangsung secara alamiah.
Keyakinan Umat Buddha

Pengikut Buddha yakin bahwa setiap makhluk hidup adalah bernilai dan penting, setiap makhluk memiliki potensi untuk mencapai ke-Buddha-an-tingkat kesempurnaan suatu makhluk. Pengikut Buddha yakin bahwa setiap orang akan mampu mengatasi kegelapan batin, serta melihat segala sesuatu sebagaimana adanya; kebencian, keserakahan, dan kejahatan dapat digantikan oleh cinta kasih, kemurahan hati, dan kebajikan. Semua ini ada dalam jangkauan setiap orang jika kita mau berusaha, mengendalikan diri, bersemangat, dan meneladani jejak Buddha. Seperti yang dikatakan-Nya dalam Dhammapada 165:

Oleh diri sendiri kejahatan dilakukan,
oleh diri sendiri pula seseorang ternoda.
Oleh diri sendiri kejahatan tak dilakukan,
oleh diri sendiri pula seseorang menjadi suci.

Suci atau tidak suci tergantung diri sendiri,
tak seorang pun dapat menyucikan orang lain.
Kita sendirilah yang harus menjalaninya,
para Buddha hanyalah penunjuk jalan.


UPACARA DAN HARI RAYA

Dalam praktiknya, upacara dan perayaan Buddhis memberikan keragaman dalam pembelajaran kehidupan dan ajaran Buddha. Upacara Buddhis mencakup banyak ibadah, beberapa di antaranya umum bagi seluruh pengikut Buddha, sementara yang lainnya merupakan ciri khas budaya atau negara tertentu. Karena kita adalah makhluk-makhluk yang memiliki rasio dan emosi, upacara kebaktian adalah penting untuk membantu kita terhubung secara emosional dengan Buddha dan ajaran-Nya. Ritual dapat memberikan kekhusukan yang berarti dalam latihan, membantu kita memusatkan pikiran dan mencapai ketenangan. Ini harus dilakukan dengan keyakinan tulus, bukan karena rasa takut, ketamakan, atau takhayul.
Altar

Altar yang dijumpai di vihara-vihara atau di rumah-rumah pengikut Buddha adalah sebuah titik fokus peribadahan pengikut Buddha terhadap Tiga Permata. Citra (arca dan/atau gambar) Buddha di tengah altar mewakili dan mengingatkan kita kepada Buddha, cita-cita Pencerahan, serta kesempurnaan Kebijaksanaan dan Kewelasan-Nya. Hal ini membantu menginspirasi kita karena kita mengingat kembali keagungan Buddha dan ajaran-Nya. Beberapa objek lain juga dapat diletakkan di altar, seperti naskah-naskah suci Buddhis yang melambangkan Dharma. Di beberapa altar juga terdapat gambar atau foto bhikkhu dan bhikkhuni yang melambangkan Sangha. Ketika seorang pengikut Buddha berdiri di depan altar, objek-objek yang dilihatnya di sana membantunya mengingat sifat-sifat Tiga Permata. Ini akan menginspirasinya untuk berjuang mengembangkan sifat-sifat positif tersebut di dalam dirinya.
Bersujud

Bersujud di hadapan citra Buddha bukanlah memuja berhala, ini merupakan ungkapan rasa hormat yang mendalam. Sujud merupakan pengakuan bahwa Buddha telah mencapai Pencerahan Sempurna. Sikap seperti ini membantu kita untuk mengatasi perasaan egois, untuk menjadi lebih siap belajar dari Buddha.
Beranjali

Menangkupkan telapak tangan di depan dada (anjali) merupakan suatu tradisi sikap tubuh untuk mengungkapkan penghormatan mendalam kepada Tiga Permata. Ketika sesama pengikut Buddha saling menyapa, mereka menangkupkan telapak tangan seperti sekuntum kuncup teratai (lambang kesucian dalam ajaran Buddha), sedikit membungkukkan badan, dan dalam hati mengucap: "Sekuntum teratai untukmu, seorang bakal Buddha." Salam ini memberikan pengakuan adanya benih-benih Pencerahan atau benih ke-Buddha-an di dalam diri orang lain, oleh karenanya kita mengharapkan kesejahteraan dan kebahagiaan baginya. Menangkupkan telapak tangan juga memiliki efek pemusatan dan penenangan pikiran.
Padakkhina

Padakkhina merupakan kegiatan mengelilingi sebuah objek pemujaan, seperti stupa (bangunan tempat menyimpan relik Buddha atau guru Dharma), pohon Bodhi (pohon yang menaungi Buddha saat mencapai Pencerahan), atau citra Buddha, sebanyak tiga kali atau lebih sebagai wujud sikap hormat. Hal ini dilakukan dengan meditasi berjalan searah jarum jam-menjaga sisi kanan tubuh kita ke arah objek pemujaan.
Persembahan

Memberikan persembahan di altar merupakan wujud bakti, yang mengekspresikan penghargaan dan penghormatan kepada Tiga Permata. Setiap objek yang dipersembahkan memiliki makna masing-masing.
Pelita

Persembahan pelita (lilin atau lampu minyak) mengingatkan kita pada pancaran cahaya Kebijaksanaan yang menghalau gelapnya ketidaktahuan dalam jalan menuju Pencerahan. Hal ini mendorong kita untuk mencari terang Kebijaksanaan tertinggi.

Menghormati Buddha, kita mempersembahkan pelita:

Kepada-Nya, yang merupakan terang dunia, kami persembahkan pelita. Dari pelita-Nya yang agung, kami nyalakan pelita dalam diri kami. Semoga pelita Pencerahan bersinar dalam hati kami.
Bunga

Persembahan bunga-bunga yang segar dan indah, yang segera akan menjadi layu, tidak lagi wangi, dan pudar warnanya, mengingatkan kita akan ketidakkekalan segala sesuatu, termasuk kehidupan kita juga. Hal ini mendorong kita untuk menghargai setiap momen dalam hidup kita sekaligus tidak melekat padanya.

Menghormati Buddha, kita mempersembahkan bunga:

Bunga-bunga yang saat ini segar dan mekar dengan indahnya. Bunga-bunga ini esok akan memudar, layu, dan berguguran. Begitu jualah tubuh kita ini, seperti bunga, akan lapuk juga.
Dupa

Persembahan dupa wangi yang dibakar memenuhi udara sekitar melambangkan kebajikan dan efek pemurnian tingkah laku yang bermanfaat. Hal ini mendorong kita untuk mengakhiri semua kejahatan dan mengembangkan hal-hal yang baik.

Menghormati Buddha, kita mempersembahkan dupa:

Dupa nan harum semerbak di udara. Harumnya hidup nan sempurna, lebih semerbak daripada dupa. Menyebar ke segenap penjuru dunia.
Air

Persembahan air melambangkan kemurnian, kejernihan, dan ketenangan. Hal ini mendorong kita untuk melatih pikiran, perkataan, dan perbuatan kita untuk mencapai kualitas-kualitas di atas.
Buah-buahan

Buah-buahan melambangkan buah dari pencapaian spiritual yang membawa ke buah tertinggi-Pencerahan, yang merupakan tujuan akhir semua pengikut Buddha. Hal ini mendorong kita untuk berjuang mencapai Pencerahan bagi kebahagiaan semua makhluk.
Puja

Puja adalah penguncaran ayat-ayat ajaran Buddha secara beralun. Di samping membantu pengingatan akan ajaran Buddha, lantunan puja mempunyai efek menenangkan, baik bagi penguncarnya maupun pendengarnya. Puja seharusnya dilakukan dengan khidmat, dengan perhatian murni dan semangat. Seperti meditasi, puja membantu kita berkonsentrasi dan mengembangkan kedamaian batin.

Ucapan-ucapan Buddha juga dapat diuncarkan dengan perhatian murni pada Tiga Permata pada saat kita merasa takut atau resah sehingga gangguan itu dapat teratasi. Hal ini bisa terjadi karena Tiga Permata bebas dari segala cemaran dan rintangan seperti ketamakan, kebencian, dan kegelapan batin. Puja bisa dilakukan dalam segala bahasa. Bahasa-bahasa yang populer antara lain adalah Pali, Sanskerta, Mandarin, Tibet, Thai, Inggris, dan lain-lain.

Para perumah tangga biasanya melakukan puja pada pagi dan sore hari. Tujuan puja pagi adalah mengingatkan kita untuk sadar sepanjang hari akan ajaran yang diuncarkan. Tujuan puja sore adalah untuk merenung kembali apakah sepanjang hari tersebut kita telah melaksanakan apa yang telah kita tekadkan pada pagi harinya. Walaupun pilihan puja berbeda-beda dari satu tradisi ke tradisi yang lain, beberapa isi puja yang umum meliputi: Pernyataan Perlindungan, Lima Sila, Pujian Kepada Tiga Permata, Sutta, Mantra, Penghormatan Kepada Para Buddha dan Bodhisatta, Pengakuan Kesalahan, Sukacita Jasa Kebajikan, dan Pelimpahan Jasa.
Mantra

Mantra adalah frasa-frasa atau ungkapan pendek yang melambangkan ajaran atau kualitas tertentu yang mewakili Kebenaran dalam berbagai aspeknya (seperti mantra enam suku kata: "Om Mani Padme Hum" yang melambangkan Kewelasan). Menguncarkan mantra membantu membawa ketenangan dan kedamaian pikiran sembari memurnikannya. Setiap mantra khusus dapat membantu menumbuhkan sifat-sifat positif dalam pikiran, seperti Kewelasan, Kebijaksanaan, Semangat, dan sebagainya.

Penghormatan Kepada Para Buddha dan Para Bodhisatta

Penghormatan pada nama para Buddha dan Bodhisatta bisa dilafalkan untuk mengingat dan membangkitkan kebajikan dan kualitas yang mereka lambangkan. Melakukan hal ini akan mengingatkan kita bahwa seperti halnya para Buddha dan Bodhisatta, kita pun dapat mencapai kesempurnaan dalam berbagai sifat.
Hari Waisak

Waisak adalah peristiwa tahunan yang terpenting bagi umat Buddha. Waisak memperingati kelahiran, pencapaian Pencerahan, dan Parinirwana Buddha. Ketiga peristiwa ini jatuh pada hari bulan purnama, bulan kelima penanggalan bulan. Peristiwa ini diperingati oleh jutaan umat Buddha di seluruh dunia. Ini merupakan perayaan untuk bersukacita dan berbagi niat baik bagi semua. Ini juga merupakan momen untuk merenungkan kembali perkembangan spiritual kita.

Bagi sebagian pengikut Buddha, perayaan Waisak dimulai pagi-pagi sekali dengan berkumpul di vihara untuk melaksanakan Delapan Sila. Sebagian yang lain bergabung dengan perayaan umum untuk mengikuti upacara dengan mengambil Tiga Pernaungan, menjalankan Lima Sila, membuat persembahan di altar, dan menguncarkan Sutta. Mereka juga bisa mengikuti prosesi dan padakkhina, serta mendengarkan ceramah-ceramah Dharma.

Di beberapa vihara, umat Buddha mengambil bagian dalam upacara pemandian arca bayi Pangeran Siddhattha yang ditempatkan di bejana air wangi yang bertaburan bunga. Air wangi digayung dengan sendok besar dan dicucurkan ke arca tersebut. Ini melambangkan pemurnian perbuatan buruk dengan perbuatan baik.

Sebagian umat hanya menyantap makanan vegetarian pada hari ini sembari merenungkan ajaran Kewelasan universal. Pada hari Waisak, vihara-vihara dirias indah dengan bendera Buddhis dan lampu-lampu; altar dipenuhi bunga-bunga, buah-buahan, dan persembahan lainnya.
Hari Uposatha

Saat Uposatha atau hari bulan baru dan bulan purnama (tanggal 1 dan 15 penanggalan bulan), banyak umat Buddha berhimpun di vihara untuk bermeditasi, melakukan persembahan, menguncarkan Sutta, dan melakukan penghormatan kepada Tiga Permata. Sebagian juga melaksanakan vegetarian pada hari-hari tersebut, sekaligus menjalankan Delapan Sila.
Hari Ullambana

Ullambana adalah perwujudan rasa hormat umat Buddha kepada leluhur mereka dan Kewelasan mereka kepada semua makhluk yang menderita di alam-alam menyedihkan. Peringatan Ullambana pada tanggal 15 bulan ketujuh penanggalan bulan didasarkan pada kejadian saat Mogallana, siswa Buddha, melalui kekuatan meditasinya mendapati bahwa ibunya terlahir kembali di salah satu alam menyedihkan. Karena sedih, Mogallana memohon bantuan Buddha, yang kemudian menasihatinya untuk membuat persembahan kepada Sangha, karena jasa perbuatan itu dapat membantu membebaskan penderitaan ibunya dan makhluk-makhluk lain di alam-alam menyedihkan. Karena itulah, melakukan persembahan untuk membebaskan penderitaan orang yang telah meninggal dan makhluk-makhluk lain di alam sengsara menjadi perayaan umum yang populer.

Ullambana dirayakan dengan mempersembahkan kebutuhan-kebutuhan Sangha, menguncarkan Sutta, dan melakukan perbuatan-perbuatan amal. Jasa dari perbuatan-perbuatan ini lalu dilimpahkan kepada semua makhluk.
Upacara Pengalihan Pelita

Dalam upacara ini, para umat memegang sebatang lilin yang disulut setelah matahari terbenam sambil berjalan mengitari vihara, objek suci, atau bangunan bersejarah sembari menguncarkan mantra atau nama Buddha. Upacara ini melambangkan penerusan pelita Kebijaksanaan (penyebaran Kebenaran) ke segenap penjuru dunia untuk menghalau gelap ketidaktahuan. Pada tataran pribadi, hal ini bermakna menyulut pelita Kebijaksanaan dalam diri kita.

Nyala api yang dipindahkan ke lilin-lilin lain yang tak terhitung banyaknya tanpa memadamkan nyalanya sendiri, melukiskan bahwa Kebijaksanaan tidak pernah habis terbagi. Terbakarnya sumbu disertai lelehnya lilin mengingatkan kita pada ketidakkekalan dan perubahan segala sesuatu yang terkondisi, termasuk hidup kita sendiri. Merenungkan hal ini dapat membantu kita menghargai setiap momen dalam hidup tanpa menjadi melekat padanya. Perhatian murni dapat dilatih dengan menjaga agar nyala lilin tidak padam. Ini melambangkan penjagaan pikiran dari faktor-faktor negatif yang merusak kehidupan spiritual. Dalam upacara ini, menyaksikan secercah api yang menerangi kegelapan, hingga samudra cahaya yang saling berbagi penerangan, sungguh sangat menginspirasi.
Upacara Tiga Langkah Satu Sujud

Dalam upacara ini, para pengikut biasanya berbaris sebelum matahari terbit dengan mengitari vihara, membungkukkan badan satu kali setiap tiga langkah, sambil menguncarkan mantra-mantra atau nama Buddha sebagai penghormatan. Pada setiap sujud, Buddha dapat divisualisasikan tengah berdiri di telapak tangan kita yang terbuka. Telapak tangan yang terbuka melambangkan bunga teratai, lambang merekahnya kesucian (sekalipun akar teratai berada di lumpur kotor, bunganya mekar dengan anggun dan bersih dari lumpur). Setiap sujud merupakan penyampaian rasa hormat kepada Buddha (atau kepada para Buddha dan Bodhisatta yang tidak terhitung jumlahnya). Latihan ini membantu pemurnian pikiran, mengikis ego, dan mengurangi rintangan sepanjang jalan spiritual, sambil kita menyesali tindakan-tindakan buruk yang lalu dan mencita-citakan kemajuan spiritual. Dengan perhatian murni pada pikiran, perkataan, dan perbuatan selama latihan, konsentrasi dan ketenangan dapat dicapai.

Upacara yang panjang ini mengingatkan kita pada perjalanan menuju Pencerahan yang panjang dan sulit. Namun, ini juga mengingatkan kita bahwa asalkan kita bertekad kuat, seluruh rintangan akan dapat ditanggulangi. Keteguhan dalam menuntaskan latihan ini dengan segala kesulitannya juga membantu memperkuat keyakinan pada Buddha dan ajaran-Nya yang menuntun kita menuju Pencerahan.

Merekahnya fajar pada akhir upacara melambangkan cahaya Kebijaksanaan yang menghalau kegelapan batin karena kita terus melaju dalam perjalanan menuju Pencerahan.


MEDITASI

Meditasi adalah pengembangan Batin. Melalui meditasi, batin dan seluruh kehidupan kita bertumbuh secara spiritual-karena kesadaran kita menjadi semakin berkembang. Kita menjadi semakin sadar akan diri kita, orang lain, dan lingkungan kita, dan akhirnya menyadari realitas itu sendiri. Kesadaran yang meningkat ini membantu kita untuk berurusan dengan situasi kehidupan sehari-hari dengan lebih tenang dan bijak.

Meditasi sebagaimana dialami dan diajarkan oleh Buddha memiliki dua aspek: Ketenangan (Konsentrasi) dan Pandangan Cerah (Kebijaksanaan). Karena pikiran menjadi semakin tenang, dan kesadaran kita menjadi semakin jernih, kita mulai memperoleh "kilatan" pandangan cerah akan sifat sejati segala sesuatu-yang membangkitkan Kebijaksanaan. Karena Ketenangan dan Pandangan Cerah berjalan bergandengan, meditasi menjadi lengkap hanya setelah kita mencapai Ketenangan dan Pandangan Cerah.
Bagaimana Meditasi Dapat Membantu Kita?

Dengan membangun kebiasaan pikiran yang baik dalam meditasi, tingkah laku kita dalam kehidupan sehari-hari berangsur-angsur berubah. Dengan redanya sifat pemarah, kita akan mampu membuat keputusan yang lebih baik dan kita menjadi semakin jauh dari ketidakpuasan dan kegelisahan. Hasil-hasil meditasi ini dapat dialami saat ini juga. Namun, kita harus selalu mencoba untuk memiliki motivasi bermeditasi dengan cakupan yang lebih luas dan lebih jauh daripada sekadar demi kebahagiaan kita sendiri pada saat ini. Kita dapat membangkitkan motivasi untuk bermeditasi dalam rangka membuat persiapan untuk kehidupan-kehidupan yang akan datang, atau untuk mencapai kebebasan dari siklus berbagai masalah, atau untuk mencapai Pencerahan penuh demi kepentingan semua makhluk.
Apakah Meditasi Penting Bagi Kita?

Menjalankan latihan meditasi secara teratur adalah sangat bermanfaat, bahkan jika latihan itu hanya berlangsung sejenak saja setiap harinya. Tidaklah tepat untuk berpikir, "Aku ini orang kerja. Hari-hariku begitu sibuk dengan karier, keluarga, dan tanggung jawab sosial, sehingga saya tidak dapat bermeditasi." Jika meditasi itu sangat bermanfaat bagi kita, kita seharusnya menyisihkan waktu untuknya. Bahkan jika kita tidak bermeditasi, penting sekali menyisihkan suatu waktu hening untuk kita sendiri setiap hari-suatu waktu untuk merenungkan apa yang kita lakukan dan mengapa, atau belajar mengenai Dharma.

Adalah sangat penting bahwa kita belajar menyayangi diri kita dan bahagia dalam kesendirian. Menyisihkan sejenak waktu hening, pada pagi hari sebelum memulai kegiatan harian atau pada penghujung hari, adalah perlu-khususnya di masyarakat modern di mana setiap orang begitu sibuk. Kita selalu punya waktu untuk memberi makanan kepada badan kita; kita tidak pernah melewatkan makanan karena kita memandang hal itu penting. Demikian pula, kita semestinya menyediakan waktu untuk memberikan makanan kepada batin kita, karena batin pun begitu penting. Di atas semua itu, bukan badan kita, tetapi batin kitalah yang berlanjut dalam kehidupan yang akan datang. Mempraktikkan Dharma bermanfaat bagi sesama dan diri kita sendiri. Karena Dharma menjabarkan bagaimana menciptakan sebab bagi Kebahagiaan Sejati, dan karena kita semua mendambakan Kebahagiaan Sejati, sudah semestinya kita mempraktikkan Dharma semampu-mampunya kita.
Dapatkah Kita Bermeditasi untuk Mendapatkan Kesaktian?

Ya, namun itu bukan tujuan yang tertinggi dari praktik meditasi. Sebagian orang sangat bergairah untuk memiliki kekuatan-kekuatan batin. "Setiap orang akan berpikir bahwa aku ini hebat dan akan datang kepadaku untuk meminta petuah. Aku akan menjadi kondang dan dihormati!" Ini adalah motivasi yang membesarkan ego! Jika kita, misalnya, masih tetap suka marah-marah dan tidak mampu mengendalikan apa yang kita pikirkan, katakan, dan perbuat, kekuatan-kekuatan tersebut tidak ada gunanya, bahkan menjadi gangguan bagi latihan kita. Adalah jauh lebih bermanfaat menjadi orang yang lebih bijak dan lebih baik hati.

Jika kita berhati baik, mengembangkan kekuatan batin bisa bermanfaat bagi pihak lain. Para praktisi yang telah mencapai tingkat tinggi tidak pernah memamerkan kesaktian mereka. Orang yang rendah hati lebih mengesankan daripada orang yang sombong, ketenteraman dan sikap hormat mereka memancar kepada orang lain. Orang-orang yang telah menaklukkan kesombongan mereka, yang memiliki Cinta Kasih kepada makhluk lain, dan yang mengembangkan Kebijaksanaan, adalah orang-orang yang dapat kita percaya.
Apakah Meditasi Itu Berbahaya?

Jika kita belajar bermeditasi dari guru yang berpengalaman, yang memberikan petunjuk dengan metode andal yang telah teruji oleh waktu, dan jika kita mengikuti petunjuk-petunjuknya dengan benar, tidak ada bahaya sama sekali. Meditasi semata-mata adalah membangun kebiasaan-kebiasaan pikiran yang baik. Hal ini kita lakukan dengan jalan bertahap; tidaklah bijaksana bagi seorang pemula untuk melakukan latihan tingkat tinggi tanpa petunjuk yang tepat.


BUAH-BUAH PENCAPAIAN

Ajaran Buddha ada dan bertujuan untuk Pencerahan semua makhluk. Karena itu, ke-Buddha-an atau Pencerahan Tertinggi merupakan tujuan akhir pengikut Buddha. Secara sederhana, ini adalah pencapaian Kebahagiaan Sejati. Sebagai ringkasan yang sangat umum, berikut ini adalah berbagai pencapaian spiritual dalam Pencerahan.
Bodhisatta

Bodhisatta adalah seseorang yang bertekad, atas dasar Kewelasan, untuk menolong semua makhluk hidup lain, bersama dengan dirinya, untuk melaju menuju Pencerahan Tertinggi. Meskipun para Bodhisatta bersumpah untuk tidak memasuki kebahagiaan Pencerahan Tertinggi sebelum makhluk-makhluk lain terbebas dari penderitaan, mereka menyadari bahwa hanya para Buddha-Yang Tercerahkan Sempurna-yang memiliki Kebijaksanaan dan Kewelasan sempurna untuk menolong makhluk lain dengan cara terbaik. Dengan demikian, mereka berupaya untuk mencapai Pencerahan Tertinggi, tetapi mereka tidak tinggal diam dalam keadaan bahagia mereka dan melupakan makhluk-makhluk lain. Mereka bermanifestasi dalam berbagai wujud untuk dengan piawainya membimbing makhluk-makhluk lain menuju Pencerahan.
Arahatta

Seseorang dapat bercita-cita untuk mencapai tataran Arahatta, atau menjadi seorang Araha. Araha adalah seseorang yang telah mencapai kebahagiaan dan Pencerahan Nirwana, mencapai kebebasan dari ketamakan, kebencian, dan kegelapan batin-yang menyebabkan segala penderitaan, ia telah mengakhiri siklus kelahiran dan kematian bagi dirinya.
Ke-Buddha-an

Sesosok Buddha adalah ia yang telah mencapai Pencerahan Tertinggi, memiliki Kebijaksanaan dan Kewelasan nan sempurna. Ketika sesosok Buddha "mangkat", Ia meninggalkan tubuh-Nya dan memasuki kebahagiaan sempurna Parinirwana.


AJARAN BUDDHA DAN ILMU PENGETAHUAN

Suatu ketika, sekelompok cendekiawan yang berjumlah lebih dari 10.000 orang memohon kepada Buddha untuk menjelaskan tentang kejadian dan cara munculnya kehidupan dan alam semesta. Hal ini berlanjut dengan serangkaian ceramah dan demonstrasi harian yang berlangsung selama tiga bulan. Penjelasan Buddha mendatangkan kepuasan penuh bagi setiap orang yang hadir.

Yang paling mengagumkan adalah ketika penuturan Buddha dirangkum menjadi prinsip-prinsip dasar, ternyata banyak pernyataan di dalam naskah-naskah Buddhis yang selaras dengan penemuan-penemuan ilmiah modern. Ajaran Buddha bersifat ilmiah dalam hal menggabungkan pengamatan, pengujian, dan penelaahan objektif dalam semangat penyelidikan bebas.

Ajaran Buddha melebihi ilmu pengetahuan karena ajaran Buddha dapat bersumbangsih dalam kehidupan modern dengan menyediakan panduan moral dan spiritual kepada orang banyak pada era teknologi yang semakin maju dan semakin materialistik, menunjukkan kepada kita jalan menuju Kebahagiaan Sejati. Seperti yang dikatakan Einstein, "Agama tanpa ilmu pengetahuan adalah buta; ilmu pengetahuan tanpa agama adalah pincang."
Anda Terpanah!

Pada kenyataannya, Buddha tidak pernah berkeinginan untuk menghabiskan waktu untuk perkara-perkara spekulatif (atau metafisik) tentang alam semesta karena hal ini kecil nilainya bagi pengembangan spiritual menuju Kebahagiaan Sejati. Ia hanya mengajar kepada orang-orang atas dasar Kewelasan-entah membabarkan suatu ajaran pokok atau memuaskan keingintahuan orang-orang yang mau mendengarkan ajaran-Nya yang sesungguhnya. Buddha meyakinkan kita bahwa pada saat Pencerahan, semua pertanyaan spekulatif akan terjawab dengan sendirinya, dan oleh karena itu kita tidak perlu menanyakannya saat ini.

Buddha mengibaratkan orang yang terus-menerus mengajukan pertanyaan-pertanyaan spekulatif dengan seseorang yang tertembak anak panah beracun, yang menolak untuk mencabutnya sebelum dia tahu siapa yang memanahnya, kenapa panah itu ditembakkan, dari mana anak panah itu ditembakkan.... Pada saat semua pertanyaannya terjawab, dia sudah akan mati lebih dahulu. Begitu pula, kita pun "terpanah" oleh anak panah ketidakpuasan dan kematian yang tak tertunda dan tak terduga; janganlah pernah melupakan tujuan kita untuk mencapai Pencerahan.
Wujud

Ajaran Buddha: "Wujud adalah Kesunyaan; Kesunyaan adalah Wujud. Wujud tidak berbeda dari Kesunyaan; Kesunyaan tidak berbeda dari Wujud," merujuk pada fakta bahwa materi tidak benar-benar serupa maupun berbeda sama sekali dari "Kesunyaan" energi, karena dengan tidak adanya inti yang "solid", materi dapat menjadi non-materi, dan sebaliknya. Ini adalah kaidah terkenal E=mc2 versi Buddhis (E=energi, m=massa, c=kecepatan cahaya). Bom atom adalah sebuah contoh tentang bagaimana sebuah materi kecil dapat diubah menjadi energi yang dahsyat. Begitu pula, energi dapat diubah menjadi materi! Meskipun ilmu pengetahuan belum menemukan bagaimana hal itu bisa terjadi, Buddha tercatat telah menunjukkan "prestasi" yang sedemikian menakjubkan. Buddha berbuat demikian semata-mata atas dasar Kewelasan, untuk merendahkan hati orang-orang yang angkuh, yang Ia ketahui telah siap mendengarkan ajaran-Nya, yang hanya terhalangi oleh keangkuhan.
Pikiran

Buddha menyatakan bahwa faktor utama dan kekuatan paling dahsyat di alam semesta adalah pikiran. Para ilmuwan dewasa ini tengah melihat Kebenaran ini-menyadari bahwa pikiran seseorang mampu menciptakan realita menurut apa yang dicerap. Energi pikiran belum dimengerti sepenuhnya oleh ilmu pengetahuan, namun Buddha telah mengajarkan kepada kita dengan sangat rinci tentang dinamika pikiran. Penguasaan pikiran adalah hal terpenting karena ini merupakan kunci menuju kebebasan dan Kebahagiaan Sejati.
Relativitas

Buddha, seperti Einstein, menemukan kebenaran tentang relativitas-bahwa ruang dan waktu tidaklah mutlak, namun relatif, berfungsi dengan saling bergantung. Ruang dan waktu dialami secara berbeda-beda oleh makhluk-makhluk di pelbagai alam dan keadaan pikiran. Dunia yang dialami dalam keadaan Pencerahan adalah kesadaran jernih dari penembusan ruang dan waktu.
Waktu

Buddha mendefinisikan waktu sebagai "ukuran untuk perubahan". Ini adalah definisi ilmiah karena waktu dikaitkan dengan gerakan materi (atau energi) dalam ruang, yang menciptakan gaya (tenaga). Konsep waktu tidak memiliki arti jika tidak ada perubahan. Menurut ajaran Buddha, waktu tidak memiliki awal atau akhir karena segala sesuatu (kecuali keadaan Pencerahan) mengalami perubahan terus-menerus. Hanya ada saat penting "saat ini" yang berarti bagi keberadaan kita.
Ruang

Dalam ajaran Buddha, ruang didefinisikan sebagai Kesunyaan di antara materi yang memungkinkan pergerakan dan interaksi. Karena ruang meluas secara tak terbatas ke segenap penjuru, sebuah titik di alam semesta dapat dianggap sebagai suatu pusat. Demikian pula, para ilmuwan melihat ke jagad raya dan menemukan bahwa posisi kita di alam semesta hanya seperti halnya titik-titik yang lain di ruang angkasa. Tidak ada posisi istimewa di alam semesta karena alam semesta secara homogen terpenuhi dengan sistem-sistem dunia yang lain. Hanya ada tempat penting "di sini" yang berarti bagi keberadaan kita.
Atom

Karena atom (yang diduga sebagai zat yang tidak dapat dibagi) baru-baru ini terbukti dapat dibagi dengan tak terbatas, karena itu atom bukan kesatuan materi yang mendasar. Dengan demikian, sebuah atom bukan benar-benar sebuah atom (Latin: 'yang tak terbagi'); ia disebut demikian untuk memudahkan saja. Begitu pula, Buddha mengatakan bahwa ketika Ia berbicara tentang "alam semesta" (tersusun dari energi dan atom-atom), Ia tidak benar-benar mengartikannya "alam semesta"-Ia menyebutnya demikian hanya sebagai penamaan.
Fisika Kuantum

Para ilmuwan menemukan dalam fisika kuantum bahwa partikel-partikel atom dan sub-atom tidak memiliki lokasi-lokasi yang tertentu (pasti) atau gerakan yang "berarti", tampak acak dan tidak dapat diperkirakan. Hal ini membuat mereka menyimpulkan bahwa "bangunan realita" merupakan "hantu-hantu khayalan". Cara pandang seorang pengamat menentukan perwujudan fenomena yang diamati. Hal-hal yang terwujud hanyalah potongan dan interaksi pikiran pengamat dengan fenomena. Teori ini juga menyarankan bahwa realita tidak hanya tersusun oleh pikiran pengamat, tetapi ada realita-realita yang tak terhitung banyaknya yang tersusun oleh pikiran yang tak terhitung banyaknya-masing-masing sama-sama nyata atau sama-sama tidak nyata. Mungkin mereka sangat banyak kemiripannya satu sama lain, atau malah sebenarnya saling bertentangan.

Demikian pula, dalam ajaran Buddha, pikiranlah yang membangun sifat tak menentu dari perwujudan realita tertinggi dengan suatu cara tertentu. Dalam kondisi-kondisi tertentu, pikiran membangun realita dalam suatu cara tertentu, secara umum dalam hal eksistensi atau non-eksistensi, dan secara lebih spesifik dalam bentuk enam alam kehidupan atau tiga puluh satu alam kehidupan.
Saling Bergantung

Unsur-unsur penyusun alam semesta, baik materi maupun mental, berinteraksi satu sama lain sedemikian hingga tidak satu pun yang berdiri secara terpisah, segala sesuatu sama-sama pentingnya. Buddha mengajarkan hal ini sebagai Musabab yang Saling Bergantung pada segala fenomena.
Perubahan

Keberadaan objek apa pun merupakan ilusi karena alam semesta sekadar proses rumit dari berbagai aktivitas yang tiada hentinya yang saling terkait, yang mana tidak ada sesuatu yang bergerak sendiri di antara yang lain. Buddha mengajarkan hal ini sebagai fluktuasi konstan dan sifat perubahan dalam segala sesuatu yang terkondisi-bahkan sampai tingkat materi terkecil.
Jasad Renik

Suatu ketika Buddha memegang sebuah cawan dan mengatakan bahwa ada 84.000 (sebuah angka untuk menunjukkan "banyak" atau "tak terhitung") makhluk di dalamnya. Pada masa itu, tidak seorang pun mengerti apa yang Ia maksud. Saat ini, dengan mikroskop kita mengerti bahwa Buddha merujuk pada jasad renik yang tidak kasad mata.
Evolusi Alam Semesta

Buddha mengajarkan bahwa alam semesta mengalami dua periode perubahan besar yang berulang-ulang tiada akhirnya-mengembang dan mengerut. Ini seperti model alam semesta yang berdenyut, yang mengatakan bahwa alam semesta dimulai dengan sebuah Ledakan Besar (Big Bang), ketika segala sesuatu meledak dan meluas, membentuk galaksi-galaksi. Ketika kekuatan ekspansi surut, alam semesta menguncup dengan sendirinya melalui gaya gravitasi dengan sebuah Kerutan Besar (Big Crunch), sebelum mengembang sekali lagi. Dengan demikian, kemungkinan besar ada, pernah ada, dan akan ada alam semesta yang tiada batasnya. Evolusi alam semesta merupakan sebuah siklus tertutup-menyerupai siklus air di mana air menguap membentuk awan lalu jatuh sebagai hujan dan menguap lagi. Dengan demikian, keberadaan air (dan segala fenomena lain) tidak memerlukan sesosok pencipta karena hal ini merupakan sebuah proses alami dari dirinya sendiri.
Susunan Alam Semesta

Menurut Buddha, alam semesta ada dalam berbagai deretan, yang terkecil adalah Sistem Dunia Kecil-ini melukiskan sebuah galaksi (misalnya Bima Sakti), yang mengandung jutaan bintang dan planet. Deretan berikutnya disebut Sistem Dunia Sedang-ini melukiskan gugus-gugus galaksi (misalnya Coma Berenices). Sistem Dunia Sedang terdiri dari ratusan atau ribuan gugus galaksi. Berikutnya adalah Sistem Dunia Besar, yang terbentuk oleh gugus-gugus Sistem Dunia Sedang-ini melukiskan metagalaksi (misalnya Big Dipper yang "membingkai" setidaknya sejuta galaksi). Meskipun ini merupakan penemuan terjauh yang dapat diamati oleh peralatan-peralatan modern yang canggih, Buddha mengajarkan pandangan kosmik ini jauh sebelum teleskop ditemukan.
Galaksi

Naskah-naskah Buddhis menjabarkan bahwa ada "dunia-dunia yang berbentuk seperti bunga"-ini berhubungan dengan kabut gas antargalaksi yang bergelombang (yang mengandung miliaran bintang) yang diamati dengan berbagai teleskop-radio. "Beberapa di antaranya luas seperti lautan, berpilin bagai roda yang berputar. Sebagian lagi ramping (seperti galaksi yang dapat diamati di Cetus, Pegasus, dan Hercules). Sebagian lainnya kecil. Mereka memiliki bentuk-bentuk yang tak terhitung banyaknya (galaksi memiliki bentuk yang tak terhitung). Mereka berputar dalam berbagai cara (galaksi berputar mengelilingi pusatnya).... Beberapa dunia tampak seperti roda yang bercahaya (beberapa galaksi memiliki pancaran yang kuat)."
Kuasar

Beberapa sistem dunia (galaksi) digambarkan dalam naskah-naskah Buddhis meletup-letup dengan dahsyat seperti gunung berapi. Ini berkenaan dengan kuasar yang meletus secara aktif, memuntahkan materi yang luar biasa banyaknya dari inti galaksi.
Lubang Hitam

Beberapa dunia kosmik dilukiskan di dalam naskah-naskah Buddhis menyerupai "mulut singa" yang memangsa segala sesuatu-ini adalah lubang hitam yang menelan segala sesuatu yang berada di dalam jangkauan gravitasinya.
Planet

Naskah-naskah Buddhis melukiskan bahwa "banyak sistem dunia penuh dengan tanah berkarang tajam-berbahaya dan membinasakan". Hal ini tidak hanya benar untuk planet-planet dari berbagai sistem bintang yang lain, namun juga terbukti benar untuk planet-planet Tata Surya kita seperti Mars dan Venus. Bumi juga digambarkan terbentuk dari sebuah massa materi yang tebal dan berat yang secara berangsur mengeras hingga padat-hal ini disetujui oleh ilmu pengetahuan.
Evolusi

Hingga tahap tertentu, ajaran Buddha setuju dengan teori Darwin tentang Evolusi dan Seleksi Alam. Buddha mengajarkan bahwa semua makhluk hidup, dengan naluri untuk mempertahankan hidup, terus berevolusi ke bentuk-bentuk kehidupan yang lebih tinggi (dan lebih cerdas) atau "mundur" ke bentuk-bentuk kehidupan yang lebih rendah (melalui kekuatan Karma-dalam satu kehidupan tunggal atau melalui Kelahiran Berulang). Hal ini berlangsung dalam jangka waktu yang tidak terbatas hingga suatu makhluk mencapai tingkat evolusi yang tertinggi, menjadi Buddha-yang telah berkembang penuh secara fisik dan mental.

Penjelasan Buddha tentang bagaimana kehidupan muncul dan berkembang di dunia kita secara mengejutkan mirip dengan bagian-bagian dari teori evolusi yang diajukan oleh Charles Darwin. Dalam Aganna Sutta, Buddha menceritakan pemunculan dan pembentukan kembali alam semesta dalam periode jutaan tahun yang tak terhitung lamanya dalam kaitannya dengan evolusi umat manusia, munculnya kebaikan dan kejahatan dalam masyarakat, dan bagaimana masyarakat berkembang. Buddha juga mengajarkan tentang bagaimana kehidupan yang pertama terbentuk di permukaan air di Bumi, dan lagi-lagi, selama jutaan tahun yang tak terhitung, organisme berkembang dari bentuk yang sederhana ke bentuk yang kompleks. Semua proses ini tanpa mula dan akhir, dan bergerak karena sebab-sebab alamiah. Di dalam Brahmajala Sutta juga tercatat tentang bagaimana alam semesta yang lampau berakhir dan menjadi stabil, berkembang kembali dan stabil kembali dengan pemunculan makhluk-makhluk dari alam kehidupan yang berbeda.
Energi

Ajaran Buddha meyakini sifat energi yang tidak dapat dimusnahkan atau bersifat kekal. Ini selaras dengan hukum kekekalan energi, yang menyatakan bahwa energi tidak dapat diciptakan ataupun dimusnahkan; energi hanya dapat diubah dari satu bentuk ke bentuk lainnya. Ajaran tentang Kelahiran Berulang, adalah satu contoh tentang perpindahan pikiran atau energi mental yang tidak dapat mati dari satu tubuh ke tubuh lainnya.
Makhluk Planet Lain

Buddha menggambarkan dunia-dunia lain di luar dunia kita dalam ruang angkasa yang mahaluas dan dimensi lain yang dihuni oleh banyak makhluk hidup lain yang cerdas, yang kebanyakan tidak seperti kita. Kemungkinan adanya kehidupan di luar kehidupan dunia kita sangat bisa diterima oleh para ilmuwan dewasa ini.
Sebab-Akibat

Buddha mengajarkan bahwa semua fenomena fisik dan mental muncul oleh kombinasi berbagai sebab dan kondisi. Hukum Karma sama dengan hukum kausalitas (sebab-akibat) dalam ilmu pengetahuan. Dipercaya bahwa ada sebab untuk setiap hal (akibat) yang terjadi atau eksis. Dengan kondisi-kondisi yang tepat, setiap akibat pada gilirannya dapat berubah menjadi sebab bagi akibat yang lain. Dalam ajaran Buddha tidak ada fenomena yang tidak dapat diterangkan, acak, atau adikodrati. Fenomena adikodrati hanyalah gejala yang belum dimengerti oleh mereka yang belum tercerahkan.
Psikologi

Buddha adalah yang pertama kali melihat dengan dalam ke batin manusia dan berbagai pengalamannya. Ajaran-Nya merupakan pengobatan mujarab bagi ketidakpuasan batin. Orang-orang Barat menemukan bahwa psikologi modern hanya merupakan perluasan ajaran Buddha. Meditasi Buddhis tidak disangkal lagi menawarkan motode-metode penyembuhan diri dan psikoterapi yang tak lekang oleh waktu sekaligus paling maju.
Kekuatan Batin

ESP (Extra Sensory Perception), telekinesis, dan fenomena-fenomena semacamnya telah diterangkan oleh Buddha sebagai kekuatan-kekuatan batin yang dapat dicapai oleh siapa saja yang mampu berlatih memusatkan pikiran (ini adalah "pikiran mengatasi materi"). Karena pikiran adalah kekuatan yang paling dahsyat di alam semesta, penguasaan pikiran membuka gerbang menuju kekuatan yang tidak terbatas. Buddha sendiri memiliki kemampuan penuh atas berbagai kekuatan gaib karena Ia telah menguasai pikiran-Nya dengan sempurna. Akan tetapi, menguasai berbagai kekuatan gaib tidak membawa Kebahagiaan Sejati. Berbagai keajaiban yang dipertunjukkan Buddha sekadar "pertunjukan sampingan" untuk mengilhami keyakinan, dan merupakan hal yang sekunder bagi ajaran-Nya.
Elektron

Ahli fisika kenamaan dari Amerika, Robert Oppenheimer mengatakan, "Jika kita ditanya, misalnya, apakah posisi elektron tetap sama, kita harus menjawab 'tidak'; jika kita ditanya apakah posisi elektron berubah bersama waktu, kita harus menjawab 'tidak'; jika kita ditanya apakah elektron bergerak, kita harus menjawab 'tidak'." Buddha juga telah memberikan jawaban senada ketika ditanya tentang kondisi-kondisi diri seseorang setelah kematiannya.


KETAHUILAH!
Buddha Masih Hidup!

Sebagian orang berpikir bahwa Buddha dilahirkan di India lebih dari 2.500 tahun yang lalu dan wafat 80 tahun kemudian. Buddha "manusia" ini hanyalah penampakan lahiriah dari Dhammakaya Buddha yang kekal adanya. Buddha yang sejati ini muncul di dunia kita dalam bentuk manusia tak berapa lama setelah Ajaran Kebenaran (Dharma) dilupakan oleh manusia.

Bagi mereka yang tidak mengerti, Buddha muncul untuk mati begitu saja. Seandainya saja pembimbing dan guru Anda yang terhormat wafat, bukankah hal ini akan membuat Anda mengandalkan diri Anda sendiri untuk melakukan kebajikan dan berjuang untuk mencapai kebebasan? Inilah tujuan dari "kematian" Buddha.

Bagi mereka yang mengerti, Buddha tidak pernah mati. Buddha adalah Kebenaran dan Kebenaran tidak pernah mati-kelahiran dan kematian tidak berkuasa atas Kebenaran. Bahkan setelah wujud manusia Buddha meninggal dunia, kita masih bisa melihat-Nya. Buddha bersabda, "Dia yang melihat Kebenaran melihat-Ku." (Itivuttaka 91). Lebih lanjut Buddha bersabda, "Ajaran dan Disiplin yang telah Kuberikan akan menjadi Guru kalian." (Mahaparinibbana Sutta 2:154).

Bahkan pada saat ini juga, Buddha yang akan datang sedang menunggu waktu bagi-Nya untuk muncul di dunia kita setelah Ajaran Kebenaran dilupakan orang. Dengan kata lain, selalu ada sesosok Buddha yang akan muncul untuk menolong dunia. Buddha sejati ini akan selalu dalam wujud manusia-Buddha yang abadi dan universal.
Buddha Dapat Menolong Anda!

Buddha mengasihi semua makhluk. Ia bersabda, "Atas dasar Kewelasan, Saya memeriksa seluruh dunia dengan mata-Buddha." (Majjhima Nikaya 1:169). Kapan saja seseorang membutuhkan bantuan atau siap menerima Ajaran Kebenaran, Buddha akan datang kepadanya. Namun, sering kali kita tidak tahu bahwa Buddha-lah yang membantu kita. Buddha bersabda, "Ingatlah, Ananda, ketika Saya sering memasuki suatu kumpulan ratusan orang penting, orang spiritualis, perumah tangga, orang dari agama lain, dan berbagai dewa, sebelum Saya duduk dan berbicara dengan mereka; Saya mengubah diri supaya tampak serupa dengan mereka, dan berbicara seperti mereka. Ketika Saya selesai mengajar mereka, mereka sangat bersukacita. Namun mereka tidak tahu siapakah Saya bahkan setelah Saya berlalu!" (Mahaparinibbana Sutta 1:109).

Kapan saja Anda dalam kesulitan, Anda bisa memandang kepada Buddha untuk mendapatkan pertolongan. Karena Ia bersabda, "Jangan takut, ketika engkau memandang-Ku, Aku akan membebaskanmu, seperti seseorang yang menyelamatkan seekor gajah yang terperosok di dalam lumpur." (Kisah Vakkali, Dhammapada Atthakatha 4:119).
Doa Buddhis Manjur!

Cobalah, doa-doa Buddhis itu manjur! Anda dapat berkomunikasi dengan Buddha secara langsung. Buddha bersabda, "Jika engkau berada di dalam hutan belantara atau di tempat yang sunyi, jika rasa takut dan panik muncul di dalam pikiranmu, segera sebutlah nama-Ku di dalam pikiranmu. Jika engkau berbuat demikian, rasa takut dan panik itu akan teratasi." (Samyutta Nikaya 1:219).

Setiap ajaran Buddha adalah seperti sebuah doa yang dapat digunakan sebagai pengingat spiritual sehari-hari. Misalnya, Buddha memberi tahu kita supaya tidak menyesali masa lalu atau mencemaskan masa yang akan datang-hanya saat inilah yang nyata dan berarti. Ia bersabda, "Jangan memikirkan masa lalu; jangan mengkhawatirkan masa yang akan datang. Apa yang telah lalu biarlah berlalu; masa yang akan datang belumlah terjadi. Gunakanlah Kebijaksanaanmu dan berikanlah perhatian pada saat ini." (Ringkasan Ceramah Bhaddekaratta).
Anda Dapat Menyelamatkan Diri Anda Sendiri!

Tidak seorang pun dapat menyelamatkan kita, kecuali diri kita sendiri! Ini adalah pesan penting yang diberikan Buddha kepada kita. Buddha bersabda, "Oleh diri sendiri kejahatan dilakukan; oleh diri sendiri seseorang menjadi tidak suci. Hanya oleh diri sendiri kejahatan dihentikan; hanya oleh diri sendiri seseorang menjadi suci. Suci dan tidak suci tergantung pada diri sendiri. Tak seorang pun dapat menyucikan orang lain." (Dhammapada 165).

Lebih lanjut, Buddha mengatakan bahwa kita bisa menjadi majikan bagi diri kita sendiri. "Seseorang adalah majikan bagi dirinya sendiri. Siapa lagi yang dapat menjadi majikannya? Jika seseorang terkendali dengan baik, dia menjadi tuan yang jarang adanya." (Dhammapada 160).

Kita semua ini pada hakikatnya adalah baik, demikian kata Buddha-keserakahan, kebencian, dan kegelapan batin dalam kehidupan kita sehari-hari hanya untuk sementara waktu menyelubungi pikiran kita, "Pikiran kita ini adalah murni, namun terkotori oleh berbagai hal dari luar." (Anguttara Nikaya 1:10).

Dalam ajaran Buddha yang sejati, tidak ada hal-hal seperti dosa, perintah, penghakiman, surga abadi, atau neraka abadi. Hanya ada pikiran murni Buddha untuk kita capai. "Semua makhluk dapat menjadi Buddha." (Ratna-gotra-vibhaga 1).


BERBAGAI TRADISI BUDDHIS

Buddha, yang merupakan guru Kewelasan yang sangat piawai, menyampaikan beragam ajaran yang sesuai untuk orang-orang dengan berbagai latar belakang, minat, dan kecenderungan. Disebutkan bahwa Buddha memberikan sebanyak 84.000 ajaran! Setiap orang tidak diharapkan untuk mempraktikkannya dengan cara yang sama. Dengan demikian, pengikut Buddha menyambut baik keanekaragaman tradisi Buddhis yang berkembang di berbagai latar budaya dengan kebutuhan yang berbeda-beda. Meskipun ada banyak ajaran, mereka saling terkait erat-dengan tujuan umum untuk mencapai Kebebasan, Kebijaksanaan, dan Kewelasan melalui Pencerahan bagi diri sendiri dan semua makhluk. Buddha bersabda, "Sebagaimana samudera luas punya satu rasa, rasa asin. Demikian pula, dalam ajaran-Ku, hanya ada satu rasa, rasa Kebebasan."
Dua Tradisi Utama

Ajaran Buddha yang beragam telah berkembang menjadi dua tradisi utama, yaitu: Theravada dan Mahayana. Theravada mengandung ajaran-ajaran yang disampaikan Buddha kepada mereka yang tertarik untuk terbebas dari siklus kehidupan dan mencapai pembebasan. Sutta atau kumpulan ceramah Buddha ini diturunkan dari generasi ke generasi secara oral sampai sekitar 5 abad setelah kemangkatan Buddha. Setelah itu sutta dituliskan di Sri Lanka dan dihimpun dalam tiga keranjang menjadi kumpulan naskah suci yang dikenal sebagai Kanon Pali.

Ajaran Mahayana diberikan oleh Buddha kepada mereka yang berminat dalam jalan Bodhisatta dan ke-Buddha-an. Setelah Buddha mangkat, ajaran Mahayana tidak dipraktikkan secara umum, namun diturunkan secara pribadi dari guru ke murid. Lima abad setelah kemangkatan Buddha, ajaran Mahayana mulai muncul ke khalayak ramai.

Mahayana terdiri dari dua metode latihan, yaitu Paramitayana dan Vajrayana. Paramitayana adalah jalan umum Bodhisatta yang ditemukan dalam sutra-sutra dan menekankan pada niat altruistik (mementingkan pihak lain). Vajrayana mengandung metode Theravada dan Paramitayana ditambah praktik meditasi tentang berbagai perwujudan Buddha.

Ajaran Buddha sangatlah luwes dalam wujud luar yang diambilnya, sehingga ajaran Buddha telah beradaptasi dengan budaya dari setiap tempat pengembangannya.
Harmoni Dalam Berbagai Tradisi Buddhis

Meskipun ajaran Buddha adalah salah satu agama tertua di dunia, tidak pernah ada perang atas nama ajaran Buddha. Semangat sektarian sempit dipandang sangat merusak, karena mengatakan satu tradisi itu baik sedangkan tradisi lain itu tidak baik, sama saja dengan mengkritik ajaran yang diberikan Buddha kepada sekelompok orang tertentu.

Meskipun kita mungkin menemukan suatu tradisi tertentu paling cocok bagi kepribadian kita, tidaklah bijaksana untuk menonjolkannya dengan terlalu kuat, "Saya Mahayana, kamu Theravada." Adalah penting untuk mengingat bahwa kita semua adalah umat manusia yang mencari Kebahagiaan Sejati dan ingin merealisasi Kebenaran, masing-masing boleh mencari metode yang paling sesuai dengan perangai dan kecenderungan kita.
Suatu Pikiran Terbuka Terhadap Berbagai Tradisi Buddhis

Kita bebas memilih pendekatan yang paling sesuai dan nyaman bagi kita. Bagaimanapun juga, penting untuk memelihara pikiran yang terbuka dan hormat kepada tradisi-tradisi lain. Tatkala pikiran kita berkembang, kita mungkin akan memahami unsur-unsur dalam tradisi-tradisi lain yang semula tidak dapat kita pahami. Singkatnya, kita seyogianya mempraktikkan apa saja yang kita rasa berguna untuk membantu kita menjalani kehidupan yang lebih baik, dan kita dapat menyisihkan apa saja yang belum kita mengerti tanpa harus mengkritiknya.

Menjaga suatu pikiran terbuka terhadap berbagai tradisi tidak berarti mencampur-adukkan semuanya secara acak. Lebih baik memusatkan diri pada satu teknik pada suatu waktu. Jika kita mencuplik sedikit dari teknik ini dan sedikit dari teknik lainnya tanpa pemahaman, kita bisa jadi bingung sendiri. Bagaimanapun juga, suatu ajaran yang ditekankan dalam satu tradisi dapat memperkaya pemahaman dan praktik kita akan tradisi lain. Juga disarankan untuk melakukan praktik-praktik yang sama setiap harinya. Jika kita melakukan satu jenis praktik untuk satu hari dan praktik jenis lain besoknya, kita akan sulit maju dalam praktik manapun. Akan tetapi, kita bisa melakukan kedua jenis praktik setiap hari, asalkan kesinambungannya terus dipertahankan.


KEHIDUPAN MEMBIARA
Apakah Tujuan Kehidupan Membiara Dalam Ajaran Buddha?

Tujuan Buddha dalam mendirikan komunitas bhikkhu dan bhikkhuni (disebut Sangha) adalah untuk menyediakan lingkungan dan kondisi yang menunjang untuk pengembangan spiritual. Pengikut awam menyediakan kebutuhan dasar para bhikkhu dan bhikkhuni seperti makanan, jubah, tempat bernaung, dan obat-obatan, sehingga mereka dapat mencurahkan segenap waktu untuk belajar dan berlatih Dharma. Pola hidup yang teratur dan sederhana dalam biara merupakan hal yang menunjang ketenangan batin dan meditasi. Sebaliknya, bhikkhu dan bhikkhuni diharapkan membagikan pengetahuan mereka kepada masyarakat serta bertindak sebagai teladan seorang pengikut Buddha yang baik.
Apakah Kita Harus Menjadi Biarawan Agar Tercerahkan?

Tentu saja tidak. Beberapa pengikut Buddha yang tercerahkan adalah pria dan wanita awam. Bahkan di antara mereka ada yang demikian berkembang dan mampu menasihati para bhikkhu dan bhikkhuni. Dalam ajaran Buddha, tingkat pemahaman dan kebijaksanaan seseorang adalah hal yang paling utama, yang tidak ada hubungannya apakah mengenakan jubah atau tidak, apakah tinggal dalam biara atau di rumah saja. Ada yang merasa bahwa biara dengan segala kelebihan dan kekurangannya merupakan lingkungan terbaik untuk mengembangkan spiritualitas; sementara yang lain merasa bahwa rumah dengan segala suka-dukanya adalah lebih sesuai. Setiap orang adalah berbeda.
Apa Jadinya Seandainya Semua Orang Menjadi Biarawan?

Kita dapat mempertanyakan hal yang sama terhadap segala jenis profesi. "Menjadi dokter gigi adalah sangat baik, namun apa jadinya seandainya semua orang menjadi dokter gigi? Tidak akan ada guru, juru masak, pengemudi taksi." "Menjadi guru adalah sangat baik, namun apa jadinya seandainya semua orang menjadi guru? Tidak akan ada dokter gigi, juru masak, dan sebagainya. Buddha tidak pernah menganjurkan bahwa semua orang harus menjadi biarawan dan tentu hal ini juga tidak akan pernah terjadi. Meskipun demikian, selalu akan ada orang yang tertarik dengan kehidupan sederhana dan pelepasan keduniawian. Dan sebagaimana profesi lainnya, mereka memiliki keahlian dan pengetahuan yang dapat membantu masyarakat sekitarnya.
Apa yang dijalani oleh Biarawan Buddhis?

Seorang bhikkhu (biarawan) bertekad menjalankan lebih dari dua ratus aturan disiplin pelatihan diri (Vinaya); sementara seorang bhikkhuni (biarawati) menjalankan lebih dari tiga ratus aturan disiplin. Vinaya bermanfaat untuk mendisiplinkan pikiran, perkataan, dan perbuatan melalui pemahaman. Aturan utama mengenai hidup selibat dan pantang dari mencuri, membunuh, dan berbohong, sampai aturan disiplin spiritualitas yang lebih tinggi harus dijalankan secara ketat. Jika seorang biarawan melanggar salah satu aturan, ia harus menghadapi banyak konsekuensi dan memperbaikinya sesuai dengan beratnya pelanggaran.
Apakah Menjadi Biarawan Buddhis Adalah Suatu Sumpah?

Tidak ada sumpah bagi seorang bhikkhu/bhikkhuni. Seseorang menjadi biarawan berdasarkan kehendaknya sendiri untuk menjalani kehidupan suci selama ia suka. Karena itu ia tidak perlu merasa terjebak oleh sumpah yang pernah ia buat dan menjadi munafik, karena ia sendiri dapat memutuskan apakah ia ingin mematuhi aturan atau tidak. Ia bebas untuk meninggalkan Sangha kapan pun dan dapat menjalani cara hidup pengikut Buddha awam jika ia menginginkannya. Ia juga dapat kembali membiara kapan pun ia mau.
Apakah Karakteristik Biarawan Buddhis?

Karakteristik yang menonjol dari biarawan Buddhis antara lain adalah kemurnian, kerendahan hati, kesederhanaan, pelayanan tanpa pamrih, kendali diri, kesabaran, kewelasan, dan tidak merugikan pihak lain. Ia mudah melayani dan mudah dilayani.


PENGIKUT BUDDHA SEJATI

Apa yang membuat seseorang disebut pengikut Buddha? Apa yang membedakan pengikut Buddha dan yang bukan? Menjadi pengikut Buddha berarti berbeda dengan yang lain; tetapi apa maksud sebenarnya ini?
Sekadar Melakukan Ritual

Apakah orang yang hanya ambil bagian dalam berbagai ritual dan upacara Buddhis serta mengunjungi vihara untuk memberi persembahan adalah pengikut Buddha sejati?

Kegiatan-kegiatan sedemikian itu bisa bernilai jika dilakukan dengan semangat yang benar karena kegiatan tersebut dapat membangkitkan dan menyokong tekad dalam mengikuti jalan Buddha. Namun, apa yang lebih penting adalah memurnikan pikiran. Upacara dan ritual bisa membawa dampak yang berlawanan jika formalitas belaka dijadikan sebagai tujuan akhir.
Sekadar Mengharapkan Jasa

Apakah orang yang hanya mengumpulkan jasa kebajikan demi mengalami masa depan yang menyenangkan adalah pengikut Buddha sejati?

Materialisme spiritual sama-sama buruknya dengan materialisme murni-keduanya merupakan bentuk-bentuk kemelekatan dan keakuan. Kebaikan seharusnya hanya dilakukan semata-mata karena itu adalah kebaikan; kita seyogianya tidak melekat pada berbagai keuntungan sebagai akibat melakukan kebaikan.
Sekadar Menjadi Bermoral

Apakah orang yang hanya mempraktikkan moralitas adalah pengikut Buddha sejati?

Ada satu kesalahpengertian umum bahwa kita harus menyempurnakan moralitas terlebih dahulu sebelum bisa melaju di jalan spiritual-khususnya sebelum kita bermeditasi. Moralitas secara alamiah menjadi semakin dalam dengan meditasi karena moralitas melemahkan perasaan ego. Praktik moralitas yang tanpa realisasi Kebijaksanaan, tidak akan dapat membawa kita ke Pencerahan. Pencerahan bukanlah suatu tujuan yang muluk-muluk jika kita hidup saat ini, dari momen ke momen, dengan perhatian murni.
Sekadar Iman Membuta

Apakah orang yang membedakan agamanya sendiri dari agama-agama lain, menentang ajaran-ajaran mereka dan percaya bahwa pasti tidak ada kebenaran dalam ajaran mereka adalah pengikut Buddha sejati?

Semua agama memiliki unsur-unsur kebenaran tertentu di dalamnya. Selalu ada sesuatu yang dapat kita pelajari dari mereka meskipun pengikut Buddha yakin bahwa Buddha telah mengajarkan kepada kita semua hal yang kita perlukan untuk mempraktikkan jalan menuju Pencerahan dan Kebahagiaan Sejati.
Sekadar Yakin Terhadap Buddha

Apakah orang yang hanya percaya bahwa hanya dengan memiliki keyakinan kepada Buddha saja akan selamat adalah pengikut Buddha sejati?

Itu adalah pikiran penuh harap yang menggantungkan diri kepada orang lain alih-alih melakukan usaha sendiri untuk mempraktikkan jalan menuju Pencerahan yang membawa kebahagiaan. Jika kita dengan tulus melakukan usaha untuk berlatih, berbagai keadaan dalam kehidupan kita akan meningkat secara alami. Kita harus merealisasi Kebenaran untuk diri kita sendiri; tidak seorang pun dapat melakukannya untuk kita. Buddha menyadari bahwa semua makhluk memiliki sifat (hakikat) Buddha yang sama. Karena kita pada hakikatnya memiliki sifat yang sama seperti Buddha, kita pun dapat merealisasi sifat ini dengan jalan yang ditempuh-Nya.
Siapakah Pengikut Buddha Sejati?

Seorang pengikut Buddha sejati adalah orang yang, pertama, meyakini bahwa Pencerahan Buddha merupakan kebebasan melalui realisasi penuh atas sifat hakiki diri dan segala sesuatu, yang mengakhiri segala derita dan mencapai Kebahagiaan Sejati. Kedua, mencapai pengalaman bagi diri sendiri merupakan tujuan penting dalam kehidupan ini, mengikuti jalan yang telah Buddha tunjukkan kepada kita, datang kepada Tiga Permata untuk berlindung. Seorang pengikut Buddha memiliki keyakinan bahwa pengalaman Buddha bukanlah suatu khayalan, tetapi bahwa pengalaman itu merupakan hal yang paling penting dan bernilai yang dapat dialami oleh siapa saja melalui latihan pemurnian batin yang rajin. Bagian terpenting dari jalan menuju Pencerahan adalah kesadaran meditatif-yang membimbing menuju pengertian tentang diri sendiri dan makhluk-makhluk lain, yang membangkitkan Kebijaksanaan dan Kewelasan yang sempurna.

Nah, apakah Anda seorang pengikut Buddha sejati?


INDAHNYA AJARAN BUDDHA
Jalan Pencerahan yang Unik

Bukan metafisik ataupun ritualistik.
Bukan skeptik ataupun dogmatik.
Bukan penyiksaan diri ataupun pemanjaan diri.
Bukan pesimisme ataupun optimisme.
Bukan eternalisme ataupun nihilisme.
Bukan mutlak dunia ini ataupun dunia lain.
Ajaran Buddha adalah jalan Pencerahan yang unik.
Mengungguli Segala Sistem Lain

Sebagai ajaran moral, ajaran Buddha mengungguli segala sistem etika, namun moralitas hanyalah awal, bukan sebagai akhir dari ajaran Buddha.

Dalam satu pengertian, ajaran Buddha bukanlah filosofi; dalam pengertian yang lain, ajaran Buddha adalah filosofi dari segala filosofi.

Dalam satu pengertian, ajaran Buddha bukanlah agama; dalam pengertian yang lain, ajaran Buddha adalah agama dari segala agama.
Melampaui Agama

Jika definisi dari "agama" adalah kepercayaan mutlak dan pemujaan terhadap suatu sosok ilahi, dengan kewajiban untuk menjalankan upacara dan ritual, ajaran Buddha bukanlah suatu agama. Ajaran Buddha melampaui semua definisi umum tentang agama karena ajaran Buddha mendorong kecerdasan kita untuk bertanya dan meyakini adanya potensi tertinggi dari setiap individu.

Upacara dan ritual hanya sekadar perayaan yang membantu mengilhami kita, namun tidak bisa memberi kita Kebijaksanaan dan kebahagiaan sejati.
Universal

Karena perhatian utama Buddha adalah kebahagiaan sejati bagi semua makhluk, ajaran-Nya dapat dipraktikkan dalam masyarakat atau pertapaan, oleh semua ras dan sistem kepercayaan. Ajaran Buddha sama sekali tidak memihak dan benar-benar bersifat universal.
Kebenaran Tidak Memerlukan Nama

Apakah ajaran Buddha itu agama atau filsafat? Ajaran Buddha tetaplah sedemikian rupa apa pun nama yang disematkan padanya. Nama tidaklah penting. Bahkan nama "Buddhisme" yang kita berikan untuk ajaran Buddha bukanlah hal yang penting. Kebenaran tidak memerlukan nama.
Pemurnian Pikiran

Ajaran Buddha tidak hanya menganjurkan untuk menghentikan semua kejahatan dan melakukan semua kebaikan, tetapi juga mengajarkan pemurnian pikiran-yang merupakan akar dari segala kebaikan dan kejahatan, serta sebab dari penderitaan maupun kebahagiaan sejati. Dewasa ini kita banyak mendengar tentang cara melatih kekuatan pikiran, ajaran Buddha adalah sistem pelatihan pikiran yang paling lengkap dan efektif yang ada di dunia ini.
Kebebasan Berpikir

Dari sisi intelektual dan filsafat ajaran Buddha, tumbuhlah kebebasan berpikir dan bertanya yang tidak ada bandingannya dengan agama atau filsafat besar dunia lainnya. Walaupun Buddha mendorong kita untuk mempertimbangkan ajaran-Nya, namun tidak ada kewajiban atau paksaan apa pun untuk percaya atau menerima ajaran Buddha.
Tidak Ada Perintah

Buddha begitu penuh toleransi, bahwasanya Ia tidak mengerahkan kekuatan untuk memberikan perintah kepada para pengikut-Nya. Sebagai pengganti penggunaan perintah, Ia berkata: "Sebaiknya kamu melakukan ini. Sebaiknya kamu tidak melakukan ini." Ia tidak memerintah, tapi menasihati.
Kebebasan Bertanya

Ajaran Buddha dipenuhi dengan semangat kebebasan bertanya dan toleransi menyeluruh. Ajaran Buddha adalah ajaran tentang keterbukaan pikiran dan hati yang simpatik, yang menerangi dan menghangatkan segenap semesta dengan sinar ganda Kebijaksanaan dan Kewelasan, memancarkan sinar keramahan pada setiap makhluk dalam perjuangan mengarungi samudera kelahiran dan kematian.
Tidak Ada Rahasia

Menurut Buddha, kebenaran adalah sesuatu yang terbuka bebas untuk ditemukan oleh semua makhluk. Jika kita mempelajari kehidupan dan ajaran Buddha, kita bisa melihat bahwa segala sesuatu terbuka untuk setiap orang. Memang ada ajaran tingkat lanjut tertentu yang memerlukan bimbingan khusus dari para guru yang berpengalaman, namun tidak ada rahasia dalam ajaran Buddha.
Pendidikan Kebenaran

Buddha adalah guru kebenaran terbesar. Ajaran Buddha adalah pendidikan yang sempurna tentang kita dan semesta tempat kita tinggal. Ajaran Buddha adalah ajaran yang melampaui pengetahuan duniawi, mengenai Kebijaksanaan tertinggi menuju perwujudan kebahagiaan sejati.

Menarik untuk dicatat bahwa salah satu universitas pertama di dunia adalah Universitas Buddhis Nalanda di India, yang berkembang pada abad ke-2 sampai ke-9. Universitas ini dibuka untuk pelajar dari seluruh penjuru dunia dan merupakan sekolah dari berbagai pelajar Buddhis terkemuka.
Kebenaran Akan Selalu Menang

Buddha dengan terbuka mengundang pengikut-Nya dan penganut kepercayaan lain untuk menguji ajaran-Nya dari setiap sudut sampai tidak ada ruang keragu-raguan lagi. Buddha tahu bahwa jika seseorang benar-benar yakin bahwa ia mengetahui kebenaran, seharusnya ia tidak takut untuk diuji, karena kebenaran akan selalu menang. Jawaban Buddha terhadap berbagai pertanyaan telah memperkaya ajaran Buddha menjadi bidang keagamaan yang luas.
Mengandalkan Diri Sendiri

Ketika Buddha bermeditasi untuk mencapai Pencerahan, tidak ada dewa yang datang untuk menyingkap rahasia kekuatan spiritual apa pun. Ia berkata, "Saya tidak pernah memiliki guru atau makhluk apa pun yang mengajarkan cara mencapai Pencerahan. Saya mencapai Kebijaksanaan tertinggi dengan usaha, kekuatan, pengetahuan, dan kemurnian sendiri." Demikian pula, kita dapat mencapai tujuan tertinggi ini melalui usaha yang sungguh-sungguh dalam memperbaiki diri sendiri.
Berdasarkan Pengalaman dan Nalar

Ajaran Buddha adalah satu-satunya ajaran yang dibabarkan bagi umat manusia melalui pengalaman, pencapaian, Kebijaksanaan, dan Pencerahan dari pendirinya. Ajaran ini berakar dari pengalaman, bukan kepercayaan yang membuta. Masalah manusia harus dipahami melalui pengalaman manusia dan diatasi dengan pengembangan nilai-nilai manusia yang luhur. Manusia harus menemukan pemecahan melalui pemurnian dan pengembangan pikiran manusia, bukan melalui pihak-pihak luar.
Jadilah Pelita Bagi Dirimu Sendiri

Buddha tidak pernah memperkenalkan diri-Nya sebagai juru selamat gaib. Ia tidak mengajarkan adanya juru selamat semacam itu. Tak seorang pun yang dapat menyelamatkan kita selain diri kita sendiri. Para Buddha dengan jelas menunjukkan jalannya, namun kita sendirilah yang harus menjalaninya. Ia berkata, "Jadilah pelita bagi dirimu sendiri; andalkanlah dirimu sendiri; jangan mengandalkan pertolongan lain dari luar. Genggamlah erat kebenaran bagaikan sebuah pelita!"
Teladan Sempurna

Buddha adalah perwujudan segala kebajikan yang diajarkan-Nya. Ia mewujudkan seluruh ucapan-Nya dalam tindakan. Tanpa kenal lelah Ia membabarkan kebenaran dan menjadi teladan yang sempurna. Tak pernah Ia menampakkan kelemahan atau nafsu dasar manusia. Kualitas Moralitas, Kebijaksanaan, dan Kewelasan-Nya adalah yang paling sempurna sepanjang sejarah pengetahuan dunia.
Kita Juga Bisa Menjadi Sempurna

Buddha mewakili puncak tertinggi dari pengembangan spiritual yang mungkin dicapai. Ia mengajarkan bahwa semua orang bisa mencapai kesempurnaan sejati. Tidak ada pendiri agama mana pun yang pernah berkata bahwa para pengikutnya juga mempunyai kesempatan yang sama untuk memperoleh pengalaman yang sama akan kedamaian, kebahagiaan, dan keselamatan seperti dirinya. Tetapi Buddha mengajarkan bahwa setiap orang bisa mencapai kebahagiaan Pencerahan tertinggi yang serupa jika telah mempraktikkan apa yang Ia jalani.
Umat Buddha Bukanlah Budak

Umat Buddha bukanlah budak atau hamba sebuah buku atau siapa pun. Ia juga tidak mengorbankan kebebasan berpikirnya dengan menjadi seorang pengikut Buddha. Ia dapat melatih kehendak bebasnya sendiri dan mengembangkan pengetahuannya bahkan sampai tahap pencapaian ke-Buddha-an oleh dirinya sendiri karena pada dasarnya semua orang berpotensi menjadi Buddha.
Tidak Ada Ketakutan

Buddha adalah tokoh sejarah utama yang mempromosikan bangkitnya keyakinan rasional melawan takhayul keagamaan. Ia membebaskan manusia dari cengkeraman para imam, dan juga yang pertama kali menunjukkan jalan untuk bebas dari kemunafikan dan penindasan keagamaan.

Ajaran Buddha adalah ajaran yang menggunakan nalar dan tidak memakai unsur ketakutan untuk mendesak orang lain dalam segala cara supaya percaya. Ajaran Buddha mengajarkan kita untuk menjadi baik bukan karena takut akan ancaman api neraka atau karena imbalan kerajaan surga.
Tidak Ada Kepercayaan Membuta

Buddha tidak menjanjikan kebahagiaan surgawi, imbalan, atau keselamatan bagi orang yang percaya kepada-Nya. Bagi-Nya, agama bukanlah suatu tawar-menawar tapi suatu jalan hidup mulia untuk mencapai Pencerahan dan keselamatan untuk diri sendiri dan orang lain. Buddha tidak menginginkan pengikut-Nya untuk percaya kepada-Nya secara membuta. Ia menginginkan kita untuk berpikir dan paham oleh diri kita sendiri. Oleh karenanya ajaran Buddha disebut agama analisis.
Jangan Percaya Begitu Saja

Jangan percaya begitu saja akan apa yang engkau dengar;
Jangan percaya begitu saja akan tradisi, desas-desus, atau banyaknya omongan;
Jangan percaya begitu saja hanya karena hal itu tertulis di dalam kitab agamamu;
Jangan percaya begitu saja pada kewenangan guru-gurumu;
Namun melalui pengamatan dan analisis, jika engkau temukan bahwa suatu hal sesuai dengan nalar dan mendatangkan kebaikan dan manfaat bagi diri sendiri dan semua, maka terimalah dan hiduplah sesuai dengan hal tersebut.
Ilmiah

Umat Buddha tidak pernah merasa perlu untuk memberikan tafsiran baru terhadap ajaran Buddha. Penemuan ilmiah belakangan ini tidak pernah bertentangan dengan ajaran Buddha karena metode dan ajaran Buddha bersifat ilmiah. Asas-asas Buddhis dapat dipertahankan dalam keadaan apa pun tanpa mengubah gagasan-gagasan dasarnya. Ajaran Buddha dihargai oleh para cendekiawan, ilmuwan, pemikir hebat, ahli filsafat, kaum rasionalis, bahkan pemikir bebas, sepanjang masa.
Matang Secara Intelektual dan Spiritual

Buddha berkata, "Dharma yang Kuajarkan hanya dapat dipahami oleh orang yang mampu berpikir." Hanya mereka yang memiliki kecerdasan untuk menggunakan pikiran dengan jelas dan yang matang secara spiritual, tahu bagaimana menghargai Dharma ini sebagai Hukum Universal.
Agama Masa Depan

Albert Einstein, ilmuwan paling terkemuka pada abad ke-20:
"Agama masa depan adalah agama kosmik. Melampaui Tuhan sebagai pribadi serta menghindari dogma dan teologi. Mencakup baik alamiah maupun spiritual, agama tersebut seharusnya didasarkan pada rasa keagamaan yang timbul dari pengalaman akan segala sesuatu yang alamiah dan spiritual, berupa kesatuan yang penuh arti. Ajaran Buddha menjawab gambaran ini... Jika ada agama yang akan memenuhi kebutuhan ilmiah modern, itu adalah ajaran Buddha."
Filsafat Tertinggi

Bertrand Russell, pemenang Hadiah Nobel dan filsuf paling terkemuka pada abad ke-20:
"Di antara agama-agama besar dalam sejarah, saya lebih menyukai ajaran Buddha... Ajaran Buddha menganut metode ilmiah dan menjalankannya sampai suatu kepastian yang dapat disebut rasionalistik. Ajaran Buddha membahas sampai di luar jangkauan ilmu pengetahuan karena keterbatasan peralatan mutakhir. Ajaran Buddha adalah ajaran mengenai penaklukan pikiran."
Psikologi Tertinggi

Dr. C.G. Jung, pelopor psikologi modern menyatakan penghargaannya:
"Sebagai seorang pelajar studi banding agama, saya yakin bahwa ajaran Buddha adalah yang paling sempurna yang pernah dikenal dunia. Filsafat teori evolusi dan hukum karma jauh melebihi kepercayaan lainnya... Tugas saya adalah menangani penderitaan batin, dan inilah yang mendorong saya menjadi akrab dengan pandangan dan metode Buddha, yang bertema pokok mengenai rantai penderitaan, ketuaan, kesakitan, dan kematian."
Kewelasan Universal

Karena Kewelasan Buddha bersifat universal, Ia memandang semua makhluk besar dan kecil, dari serangga sampai hewan besar, tampak maupun tak tampak, adalah sederajat. Masing-masing mempunyai hak yang sama untuk berbahagia seperti halnya manusia.
Anti-kekerasan

Tidak ada yang dinamakan "perang suci" dalam ajaran Buddha. Buddha mengajarkan, "Yang menang menuai kebencian dan yang kalah hidup sengsara. Barang siapa yang tidak mencari menang dan kalah akan berbahagia dan damai." Buddha tidak hanya mengajarkan anti-kekerasan dan perdamaian, Ia mungkin satu-satunya guru yang pergi ke medan pertempuran untuk mencegah pecahnya perang.
Tidak Ada Pengorbanan

Buddha tidak menyetujui pengorbanan hewan karena Ia memandangnya sebagai hal yang kejam dan tidak adil bagi siapa pun untuk merusak kehidupan makhluk lain demi keuntungan diri sendiri.
Penyetaraan Derajat

Buddha mengecam sistem kasta. Menurut-Nya, satu-satunya penggolongan umat manusia adalah berdasarkan kualitas perilaku moralnya. Buddha berkata, "Pergilah ke seluruh negeri dan babarkan ajaran ini. Katakan kepada mereka bahwa yang miskin dan yang hina, yang kaya dan yang mulia, semua adalah satu, dan bahwa semua kasta dipersatukan di dalam ajaran ini seperti sungai bermuara di lautan".
Persamaan Hak Pria dan Wanita

Buddha, yang memandang bahwa kedua jenis kelamin memiliki hak yang seimbang, adalah guru agama pertama yang memberikan kebebasan penuh bagi wanita untuk turut serta dalam kehidupan beragama. Sikap-Nya yang memperbolehkan wanita untuk memasuki Sangha (menjadi biarawati) merupakan hal yang sangat radikal pada zaman itu.
Sistem Parlementer Pertama

Buddha adalah pemimpin pertama yang mendorong semangat musyawarah dan proses demokrasi. Dalam komunitas Sangha, setiap anggota memiliki hak individu untuk memutuskan hal-hal yang umum. Ketika permasalahan serius muncul, pokok persoalan diajukan dan dibahas dengan cara yang serupa dengan sistem parlementer demokrasi saat ini.
Tanpa Penyalahgunaan Politik

Buddha berasal dari kasta kesatria dan bergaul dengan para raja, pangeran, dan menteri. Tapi Ia tidak pernah menggunakan pengaruh kekuasaan politik untuk mengenalkan ajaran-Nya. Ia juga tidak memperbolehkan ajaran-Nya disalahgunakan untuk mendapatkan kekuasaan politik. Ia mendorong para raja untuk menjadi teguh dari segi moral, mengajarkan bahwa negara tidak semestinya diperintah dengan ketamakan tapi dengan Kewelasan dan tenggang rasa bagi warganya.
Peduli Akan Kesejahteraan Ekonomi

Buddha juga peduli terhadap kesejahteraan material para umat awam karena kemapanan ekonomi sampai tingkat tertentu bisa menunjang pengembangan spiritual para umat. Ia tidak menghalangi mereka untuk mencari kebahagiaan duniawi, namun Ia menekankan bahwa dalam pencarian tujuan duniawi, para umat sebaiknya berhati-hati agar tidak melanggar aturan dasar moralitas.
Tidak Ada Penghukuman Abadi

Tidak ada konsep dosa yang tak terampuni dalam ajaran Buddha; tidak ada penghukuman abadi karena neraka pun tidaklah kekal. Buddha berkata bahwa semua perbuatan adalah baik atau buruk disebabkan ada atau tidaknya Kebijaksanaan. Selalu ada harapan sepanjang seseorang menyadari kesalahannya dan berubah untuk menjadi lebih baik.
Agama yang Layak

Buddha mengajarkan bahwa jika agama apa pun mengandung Empat Kebenaran Mulia dan Jalan Mulia Berfaktor Delapan, agama itu bisa dianggap sebagai agama yang layak. Hal ini karena agama yang benar-benar bermanfaat harus menuju pada pengakhiran total penderitaan (seperti dalam Empat Kebenaran Mulia), menunjukkan dengan jelas jalan yang rasional menuju kebahagiaan sejati (seperti dalam Jalan Mulia Berfaktor Delapan).
Ajaran yang Ceria

Sebagian orang berpikir bahwa ajaran Buddha adalah suatu agama yang suram dan murung. Tidaklah demikian, ajaran Buddha akan membuat para penganutnya menjadi cerah dan ceria. Apabila kita membaca kisah-kisah kelahiran Bodhisatta (bakal Buddha), kita belajar bagaimana Ia mengembangkan kesabaran dan pengendalian diri. Hal ini akan membantu kita untuk tetap ceria meskipun sedang berada di tengah kesulitan besar dan merasa bergembira terhadap kesejahteraan orang lain.
Tidak Ada Fanatisme

Ajaran Buddha dapat dikatakan bebas dari segala bentuk fanatisme. Ajaran Buddha bertujuan untuk menghasilkan perubahan internal dengan jalan penaklukan diri sendiri; bagaimana mungkin ajaran Buddha dikatakan mencari kekuasaan, keuntungan, atau bahkan bujukan untuk pindah agama? Buddha hanya menunjukkan jalan keselamatan, selanjutnya terserah setiap orang untuk memutuskan akan mengikutinya atau tidak.
Tak Setetes Darah Pun

Semangat toleransi dan pengertian adalah salah satu prinsip yang paling mengagumkan dari budaya Buddhis. Tak setetes darah pun dicucurkan demi penyebarluasan ajaran Buddha sepanjang sejarah 2.500 tahun.
Misionari Pertama

Ajaran Buddha adalah agama misionari pertama dalam sejarah dengan pesan universal bagi keselamatan segenap umat manusia.
Tidak Mengubah Agama Orang

Umat Buddha tidak pernah menarik masuk dengan cara memaksakan pendapat dan keyakinan terhadap orang yang tidak berminat; juga tidak menggunakan berbagai rayuan, tipuan, atau bujukan untuk memenangkan pandangannya. Misionari Buddhis tidak pernah bersaing untuk mengubah agama orang.
Toleransi Luar Biasa

Teladan luar biasa dari toleransi umat Buddha ditunjukkan oleh Kaisar Asoka. Salah satu dekritnya terukir di batu karang, yang masih ada sampai hari ini di India:
"Seseorang seharusnya tidak hanya menghormati agamanya sendiri dan mencela agama lain, tapi juga harus menghormati agama lain karena satu dan lain hal. Dengan bertindak demikian, seseorang membantu agamanya sendiri untuk tumbuh sekaligus memberikan pelayanan bagi agama lain. Dengan bertindak sebaliknya, seseorang menggali kubur bagi agamanya sendiri sekaligus merugikan agama lain."
Semangat Misionari

Perang suci dan diskriminasi agama tidak pernah mencemari sejarah umat Buddha. Misionari Buddhis tidak berhasrat untuk mengubah orang yang sudah menganut agama yang layak. Umat Buddha berbahagia melihat kemajuan agama lain sejauh agama tersebut membantu orang untuk menjalani kehidupan religius dan menikmati kedamaian, keharmonisan, dan pengertian yang benar. Namun demikian, Buddha juga menganjurkan kita untuk membagi kebenaran dengan orang yang berminat dengannya.
Demi Kebahagiaan Semua

Sabda Buddha kepada murid-murid-Nya untuk menyebarluaskan Dharma: "Pergilah kalian, O Bhikkhu, demi kesejahteraan semua, demi kebahagiaan semua, atas dasar Kewelasan kepada dunia, demi manfaat, kesejahteraan, dan kebahagiaan para dewa dan manusia. Janganlah pergi berdua dalam satu jalan. Babarkanlah Dharma ini, yang indah pada awalnya, indah pada tengahnya, dan indah pada akhirnya, dalam semangat maupun dalam ungkapan. Jalanilah kehidupan suci yang sempurna dan murni sepenuhnya."
Tetap Hormat

Suatu ketika, seorang pengikut agama lain menjadi yakin bahwa pandangan Buddha adalah benar dan pandangan gurunya adalah keliru, dia memohon kepada Buddha untuk menerimanya sebagai murid-Nya. Namun Buddha memintanya untuk mempertimbangkannya kembali dan tidak tergesa-gesa. Ketika orang tersebut mengungkapkan hasratnya kembali, Buddha memenuhi permintaannya dengan syarat dia meneruskan dukungan dan rasa hormatnya kepada gurunya yang dulu.
Mukjizat Terbesar

Bagi Buddha, mukjizat hanyalah perwujudan fenomena yang tidak dipahami oleh orang pada umumnya. Mukjizat tidak dipandang sebagai ungkapan Pencerahan atau Kebijaksanaan. Walaupun Buddha sepenuhnya menguasai kemampuan batin, Ia tidak pernah menggunakan kekuatan-Nya untuk mendapatkan pengikut melalui kepercayaan membuta dan ketergantungan akan mukjizat. Ia mengajarkan bahwa mukjizat terbesar adalah perubahan orang yang gelap batin menjadi orang yang bijaksana.
Kebahagiaan Dalam Kehidupan Ini Juga

Ajaran Buddha bukanlah semata-mata agama kehidupan lain atau mendatang. Sekalipun menjalankan ajaran Buddha dalam kehidupan saat ini mendatangkan hasil positif yang berkelanjutan sampai kehidupan mendatang, kebanyakan buah dari hal-hal yang kita praktikkan bisa dilihat dalam kehidupan ini juga.
Jalan Tengah

Ajaran Buddha juga dikenal sebagai "Jalan Tengah" karena menghindari dua ekstrem. Ekstrem pertama adalah pencarian kebahagiaan melalui kenikmatan indrawi, yang bersifat rendah, umum, tidak bermanfaat, dan cara orang biasa; ekstrem yang lain adalah pencarian kebahagiaan melalui penyiksaan diri dalam berbagai bentuk pertapaan, yang menyakitkan, sia-sia, dan tidak bermanfaat.
Kewelasan dan Kebijaksanaan

Agama sering memandang rasio dan Kebijaksanaan laksana musuh dari emosi seperti kasih atau iman. Sebaliknya ilmu pengetahuan sering memandang emosi laksana musuh dari rasio dan objektivitas. Dan, tentu saja, dengan kemajuan ilmu pengetahuan, agama mengalami kemerosotan. Ajaran Buddha mengajarkan bahwa untuk menjadi pribadi yang betul-betul seimbang dan lengkap, kita harus mengembangkan baik Kebijaksanaan maupun Kewelasan. Dan karena tidak melulu dogmatis, namun didasarkan pengalaman, ajaran Buddha tidak pernah gentar menghadapi perkembangan ilmu pengetahuan.
Ehipassiko: Datang dan Lihatlah Sendiri

Kebebasan berpikir itu sungguh penting. Ajaran Buddha dijalankan secara ehipassiko, yang artinya mengundang Anda untuk datang dan melihat sendiri, bukan datang dan percaya begitu saja. Buddha menasihatkan kita untuk tidak mempercayai apa pun secara membuta.

Anda baru saja membaca artikel yang berkategori Religi dengan judul Bagaimana Mencari Kebenaran. Anda bisa bookmark halaman ini dengan URL http://anekaforall.blogspot.com/2014/06/bagaimana-mencari-kebenaran.html. Terima kasih!
Ditulis oleh: irawan - Monday, June 9, 2014

Belum ada komentar untuk "Bagaimana Mencari Kebenaran"

Post a Comment