Jika ingin mendownload isi tulisan ini, silakan Klik
Sumber : ehipassiko.net
Sumber : ehipassiko.net
Sebuah rangkuman dari Kalama Sutta (Dasar Penyelidikan
Bebas), sebuah panduan untuk mencari Kebenaran secara bijaksana, sebagaimana
diajarkan oleh Buddha:
Semasa hidup-Nya, Buddha pernah datang ke desa yang dihuni
oleh orang-orang Kalama. Suku Kalama termasuk kelompok orang yang paling cerdas
dan cendekia di India. Mereka pergi untuk bertanya kepada Buddha,
"Bagaimana kami tahu bahwa apa yang Anda ajarkan itu benar? Semua guru
spiritual lain (ada lebih dari 60 kepercayaan agama pada masa itu) datang
menyatakan bahwa hanya apa yang mereka ajarkan sajalah yang benar, bahwa semua
ajaran lain tidaklah benar."
Menanggapi hal tersebut, Buddha tersenyum lembut dan
menjawab:
Janganlah percaya
begitu saja pada apa yang kalian dengar hanya karena kalian telah mendengar hal
itu sejak lama.
Janganlah
mengikuti tradisi secara membuta hanya karena hal itu telah dipraktikkan
sedemikian secara turun-temurun.
Janganlah cepat
terpancing desas-desus.
Janganlah meyakini
segala sesuatu hanya karena hal itu sesuai dengan kitab suci kalian.
Janganlah membuat
asumsi-asumsi secara bodoh.
Janganlah
tergesa-gesa menarik kesimpulan berdasarkan apa yang kalian lihat dan dengar.
Janganlah terkecoh
oleh penampakan-penampakan luar.
Janganlah
berpegang kuat pada pandangan atau gagasan apa pun hanya karena kalian
menyukainya.
Janganlah menerima
segala sesuatu yang kalian pandang masuk akal sebagai fakta.
Janganlah meyakini
segala sesuatu hanya karena rasa hormat dan segan kepada guru-guru spiritual
kalian.
Seyogianya kalian bisa mengatasi pendapat dan kepercayaan.
Kalian bisa menolak segala sesuatu yang mana jika diterima dan dijalankan
menyebabkan meningkatnya kemarahan (kebencian), keserakahan (nafsu keinginan),
dan kegelapan batin (pandangan salah). Pengetahuan bahwa kalian marah, serakah,
atau gelap batin tidak bergantung pada kepercayaan atau pendapat. Ingatlah
bahwa kemarahan, keserakahan, dan kegelapan batin merupakan hal-hal yang
tercela di seluruh dunia. Mereka tidak bermanfaat dan semestinya dihindari.
Sebaliknya, kalian bisa menerima segala sesuatu yang mana
jika diterima dan dijalankan membawa pada Cinta Kasih tanpa syarat,
kebercukupan, dan Kebijaksanaan. Hal-hal ini memungkinkan kalian pada setiap
waktu dan tempat untuk mengembangkan pikiran yang bahagia dan penuh damai. Oleh
karena itu, mereka yang bijaksana menjunjung Cinta Kasih tanpa syarat,
kebercukupan, dan Kebijaksanaan.
Hal ini seyogianya menjadi kriteria kalian mengenai apa yang
merupakan Kebenaran dan apa yang bukan; mengenai apa yang merupakan praktik
spiritual dan apa yang bukan."
Mendengar itu, orang-orang Kalama terpuaskan dan dengan hati
dan pikiran yang terbuka, menganut semangat penyelidikan bebas, mendengarkan,
bertanya, dan menerima ajaran Buddha dengan sepenuh hati.
BUDDHA
Berikut ini adalah beberapa pertanyaan umum mengenai Buddha:
Apakah Buddha Itu?
Kata "Buddha" berarti 'Yang Sadar' atau 'Yang
Tercerahkan'. Sesosok Buddha sebelumnya adalah seorang manusia seperti kita,
yang berhasil mencapai puncak tertinggi pengembangan spiritual, melalui
pemurnian dan pengendalian pikiran, mencapai penyempurnaan tertinggi yang juga
dimungkinkan bagi siapa saja. Setelah menyadari Kebenaran, Ia adalah sosok yang
telah menemukan Kebahagiaan Sejati dalam menyadari hakikat sejati dari segala
sesuatu. Dengan pencapaian Pencerahan (menyadari Kebenaran dari segala
sesuatu), Kebijaksanaan dan Kewelasan menjadi sempurna, di samping sifat-sifat
positif lain yang tak terhitung jumlahnya. Sesudah menjadi sesosok Buddha, yang
bersangkutan melampaui keterbatasan manusia dan menjadi jauh lebih agung
daripada seorang manusia, meraih kedamaian dan pembebasan tertinggi.
Dapatkah Kita Menjadi Buddha?
Potensi pencapaian Pencerahan atau Ke-Buddha-an ada pada
setiap makhluk (termasuk kita). Kita semua memiliki sifat-sifat sempurna Buddha
(benih-benih Ke-Buddha-an) di dalam diri kita, seperti bulan purnama yang
terang benderang. Jalan menuju Pencerahan adalah membersihkan awan kelam
kekotoran batin (sifat-sifat negatif, yakni ketamakan, kebencian, dan kegelapan
batin) yang selalu menyelimuti benih Ke-Buddha-an kita, menghalanginya untuk
bersinar cerah. Sudah ada tak terhitung banyaknya Buddha, dan akan lebih banyak
lagi selama masih ada mereka yang sungguh-sungguh mencari Kebenaran.
Siapakah Buddha Itu?
Buddha adalah karakter terbesar yang pernah muncul dalam
sejarah umat manusia-menjadi perwujudan seseorang yang sempurna dalam pikiran,
perkataan, dan perbuatan. Ia merupakan sosok yang paling bijaksana dan penuh
Cinta Kasih yang pernah terlahirkan di bumi ini, sebuah teladan bagaimana kita
semua bisa menjadi sedemikian mulia. "Buddha" merujuk pada Buddha
Sakyamuni yang lahir di India Utara lebih dari 2.500 tahun silam (sekitar 623
SM). Ia adalah pendiri ajaran Buddha dalam dunia kita ini. Ia adalah seorang
pangeran Sakya bernama Siddhattha Gotama, pewaris tahta kerajaan yang kaya
raya, yang memilih untuk meninggalkan warisan-Nya pada usia 29 tahun dalam
usaha pencarian Pencerahan (penyadaran hakikat segala sesuatu sebagaimana adanya
dan Kebahagiaan Sejati) karena Kewelasan-Nya kepada semua makhluk.
Suatu peristiwa peninggalan keduniawian yang belum pernah
terjadi dalam sejarah; Ia tidak meninggalkan keduniawian pada usia senja,
tetapi pada usia kejayaan dalam hidup manusia; bukan dalam kemiskinan, tetapi
dalam kelimpahan. Sebagaimana dipercaya pada zaman dahulu bahwa pembebasan
tidak akan tercapai kalau tidak menjalani hidup pertapaan yang keras, Ia dengan
sungguh-sungguh menjalani semua bentuk penyiksaan diri yang keras. Ia melakukan
usaha di luar ambang kemampuan manusia biasa selama enam tahun.
Tubuh-Nya menyusut menjadi seperti kerangka. Semakin Ia
menyiksa tubuh-Nya, tujuan semakin jauh dari-Nya. Penyiksaan diri yang
menyakitkan dan tanpa hasil yang Ia jalani dengan keras terbukti sia-sia
belaka. Melalui pengalaman pribadi, Ia sekarang yakin sepenuhnya akan
kesia-siaan menyakiti diri sendiri yang hanya melemahkan tubuh dan
mengakibatkan luruhnya semangat.
Dengan mengambil pelajaran dari pengalaman yang berharga
ini, Ia akhirnya memutuskan untuk mengambil jalan sendiri, menghindari kedua
ekstrem, yaitu pemuasan diri dan penyiksaan diri. Jalan baru yang ditemukan-Nya
sendiri adalah "Jalan Tengah", yang kelak menjadi ciri utama dari
ajaran Buddha.
Suatu pagi, ketika Ia tengah memasuki meditasi yang
mendalam, tak dibantu dan tak dibimbing oleh kekuatan adikodrati apa pun dan
semata-mata mengandalkan usaha dan Kebijaksanaan-Nya sendiri, Ia memberantas
semua kekotoran batin, memurnikan diri, dan menyadari segala sesuatu sebagaimana
adanya, mencapai Pencerahan (ke-Buddha-an) pada penghujung usia 35 tahun. Ia
tidak terlahir sebagai Buddha, tetapi Ia menjadi Buddha melalui perjuangan-Nya
sendiri.
Sebagai perwujudan sempurna dari semua kebajikan yang Ia
babarkan, disertai Kebijaksanaan mendalam yang diimbangi dengan Belas Kasih
yang tanpa batas, Ia mencurahkan sisa hidup-Nya untuk melayani semua makhluk,
baik melalui teladan maupun ajaran, tanpa didorong oleh motif pribadi apa pun.
Setelah pelayanan yang sangat berhasil selama 45 tahun, Buddha, sebagaimana
setiap manusia lainnya, terkena hukum alam perubahan yang tak terelakkan dan
akhirnya meninggal dalam kedamaian Parinirwana pada usia 80 tahun. Hidup-Nya
penuh dengan kisah tentang bagaimana Ia menyentuh banyak orang dari berbagai kalangan
dengan Kebijaksanaan dan Kewelasan-Nya.
Apa yang Buddha Ajarkan?
Pesan Buddha sungguh menggembirakan. Ia menemukan harta
berharga mengenai Kebebasan dalam Kebenaran dan mendorong kita bagaimana
mengikuti jalan yang membawa kita pada harta ini. Walaupun Ia mengatakan bahwa
kita sedang berada dalam kegelapan, Ia juga mengajarkan kita jalan menuju
terang. Ia berharap kita untuk bangun dari kehidupan penuh impian semu ini
menuju kehidupan yang lebih tinggi yang penuh dengan Kebijaksanaan di mana
semua saling mencintai dan tidak membenci. Pendekatan-Nya bersifat universal,
karena Ia melakukan pendekatan akal budi mengenai pencarian semua makhluk akan
Kebahagiaan Sejati di dalam diri kita semua. Ia meletakkan Kebenaran untuk
diuji melalui pengalaman pribadi, mendorong siapa saja untuk meragukan
ajaran-Nya; Ia yakin bahwa penyadaran besar dapat muncul dari lenyapnya
keraguan ini. Ia mengajarkan kepada kita untuk berperhatian murni (penuh
pengamatan, waspada) akan diri kita sendiri dan untuk menjadi sadar, untuk
mencari dan menemukan Kebahagiaan Sejati seperti yang telah Ia lakukan.
Bagaimana Buddha Menolong Kita?
Buddha adalah sesosok genius spiritual karena Buddha
mencapai tujuan akhir dari pencarian spiritual, Pencerahan, oleh diri-Nya
sendiri. Ia mampu melihat bahwa sekalipun kita juga dapat mencapai Pencerahan,
berangkali kita memerlukan banyak bantuan. Karena Kewelasan-Nya, Ia mencurahkan
sisa hidup-Nya untuk menjadi pembimbing bagi semua yang mau belajar dari-Nya,
mengajarkan semua yang harus diajarkan, sebelum mangkat dalam Kebahagiaan
abadi. Ia sangatlah piawai dalam menunjukkan kepada kita jalan menuju
Kebahagiaan Sejati. Selama kita membuka hati dan pikiran kita, Buddha masih
menginspirasi kita melalui ajaran-ajaran-Nya yang berharga.
Di Manakah Buddha Sekarang?
Buddha dijabarkan mempunyai tiga tubuh (Tikaya) atau
aspek-aspek kepribadian, walaupun itu semua dalam Realita Tertinggi
sesungguhnya adalah satu dalam semua dan semua dalam satu:
Tubuh Kebenaran
Buddha
Tubuh Kebahagiaan
Buddha
Tubuh Penjelmaan
Buddha
Tubuh Kebenaran Buddha
Tubuh Kebenaran Buddha (Dhammakaya) adalah perwujudan Dharma
(Kebenaran itu sendiri) yang senantiasa ada di mana saja, diungkapkan sebagai
hukum-hukum alam semesta dan proses bekerjanya hukum-hukum ini. Kadang-kadang
kita menangkap sekilas realita yang menakjubkan ini ketika kita ada dalam damai
dan menyatu dengan segala sesuatu. Tubuh Kebenaran ini berada dalam segala
sesuatu karena tubuh ini melampaui bentuk dan ruang. Tubuh ini digambarkan
sebagai Buddha Mahavairocana, Buddha pusat dan universal yang mengajarkan
Kebenaran di sini dan saat ini juga. Ia bisa satu sekaligus banyak dalam waktu
yang sama karena Ia mampu bermanifestasi dalam berbagai bentuk. Ketidakmampuan
kita melihat atau mendengar-Nya disebabkan oleh kekotoran batin kita.
Buddha Sakyamuni mengatakan, "Siapa yang melihat Dharma
(Kebenaran), melihat Buddha; siapa yang melihat Buddha, melihat Dharma."
Sesosok Buddha, setelah menyadari Kebenaran, menjadi setara dengan Kebenaran.
Walaupun ada banyak Buddha, semua Buddha adalah satu dan sama, tidak berbeda
antara satu dengan yang lain dalam Dhammakaya, yang merupakan kemanunggalan
Kebenaran.
Dhammakaya ada bersamaan dengan Sambhogakaya dan Nimmanakaya
(lihat "Tubuh Kebahagiaan" dan "Tubuh Penjelmaan Buddha").
Dengan rembulan sebagai pengibaratan dari Buddha, maka
Dhammakaya itu bagaikan cahaya rembulan yang bersinar pada malam hari. Berkas
cahaya ini mungkin tidak terlihat oleh mata karena mereka tidak menyinari
gelapnya ruang angkasa, tetapi sebenarnya cahaya itu menembus ke mana-mana.
Tubuh Kebahagiaan Buddha
Tubuh Kebahagiaan Buddha (Sambhogakaya) atau Buddha Rocana
adalah tubuh penuh sukacita yang ada pada Buddha. Ini adalah aspek yang mana
setiap Buddha bergembira dalam Kebenaran, dalam mengajarkan Kebenaran, dan
dalam membawa makhluk lain pada realisasi Kebenaran. Karena setiap Buddha telah
menjalani penyempurnaan melalui masa yang tak terhitung lamanya dan telah
mencapai Kebijaksanaan dan Kewelasan nan sempurna, masing-masing mempunyai
Kedamaian, Kebajikan, dan Kebahagiaan yang tak terkira, seperti yang diwujudkan
dalam Sambhogakaya. Para Buddha biasanya tidak tampak dalam tubuh ini karena
kita tidak mampu memahaminya akibat kurangnya pengertian kita. Alih-alih, para
Buddha berwujud dalam Nimmanakaya (lihat "Tubuh Penjelmaan Buddha").
Dengan rembulan sebagai perumpamaan dari Buddha, maka
Sambhogakaya itu seperti bulan purnama yang tidak terhalang awan, yang bersinar
terang dalam kemilaunya.
Tubuh Penjelmaan Buddha
Sebuah contoh Tubuh Manifestasi Buddha (Nimmanakaya) di
dalam dunia kita adalah tubuh penjelmaan Buddha Sakyamuni. Ini merupakan Buddha
dalam wujud manusia. Buddha juga dapat bermanifestasi dalam banyak bentuk yang
berbeda pada waktu yang bersamaan untuk membabarkan Kebenaran kepada banyak
makhluk. Setelah mencapai Pencerahan, kemampuan sesosok Buddha jauh melampaui
manusia biasa. Contohnya, karena Kewelasan untuk membabarkan Dharma pada semua
makhluk, Buddha memilih untuk tampak dalam sebuah bentuk (bukan sebagai
Sambhogakaya-Tubuh Kebahagiaan Buddha) agar kita dapat berhubungan.
Ketika Buddha Sakyamuni mencapai Parinirwana, hanya tubuh
jasmani-Nya saja yang mati. Intisari dari Pencerahan-Nya masih ada dalam bentuk
Dhammakaya (Tubuh Kebenaran Buddha). Saat ini, sisa-sisa relik Tubuh Penjelmaan
Buddha Sakyamuni disemayamkan dalam berbagai stupa di seluruh dunia.
Dengan rembulan sebagai perumpamaan dari Buddha, maka
Nimmanakaya adalah bagaikan pantulan rembulan di telaga, rembulan dapat
dipantulkan berbeda-beda di banyak danau pada waktu yang bersamaan.
EMPAT KEBENARAN MULIA
Ajaran Buddha didasarkan pada pondasi kokoh Kebenaran dalam
Empat Kebenaran Mulia yang dapat diketahui oleh kita semua. Ajaran ini bukanlah
kepercayaan tanpa dasar, yang untuk diterima dengan iman belaka. Mereka berawal
dari poros pengalaman-pengalaman langsung setiap manusia yang tidak dapat
disangkal lagi.
Apakah Empat Kebenaran Mulia Itu?
Buddha hanya tertarik untuk menunjukkan kepada kita jalan
langsung menuju Kebahagiaan Sejati. Empat Kebenaran Mulia membentuk jantung
ajaran Buddha. Ajaran ini ariya (mulia, suci) karena diajarkan oleh para Ariya,
mereka yang memiliki pemahaman langsung akan Kebenaran. Dengan mewujudkan
ajaran ini, kita juga akan menjadi mulia.
Kebenaran Mulia Pertama
Kebenaran Tentang Dukkha.
Hidup ini penuh ketidakpuasan.
Kita mengalami banyak ketidakpuasan (dukkha) seperti:
lahir, tua, sakit, mati,
berpisah dengan apa/siapa yang kita sukai,
berada dengan apa/siapa yang tidak kita sukai,
gagal mencapai atau berada dengan apa/siapa yang kita inginkan...
Kebenaran Mulia Kedua
Kebenaran Tentang Asal Dukkha.
Penyebab ketidakpuasan.
Pengalaman yang tidak memuaskan disebabkan oleh:
nafsu keinginan (keserakahan),
ketidaksukaan (kebencian atau tidak ingin), dan
kebodohan (kegelapan, kurangnya Kebijaksanaan).
Kebenaran Mulia Ketiga
Kebenaran Tentang Akhir Dukkha - Nirwana.
Hidup bisa bebas dari ketidakpuasan.
Ada keadaan damai di mana tidak ada pengalaman yang tidak
memuaskan:
Pencerahan atau Nirwana (padamnya keserakahan, kebencian,
dan kegelapan batin).
Kebenaran Mulia Keempat
Kebenaran Tentang Jalan Menuju Akhir Dukkha
Jalan untuk hidup bebas dari ketidakpuasan.
Ada jalan untuk membawa kita menuju Kedamaian dan
Kebahagiaan Sejati:
Jalan Mulia Berfaktor Delapan.
Mengapa Ada Begitu Banyak "Penderitaan"
Dibahas Dalam Ajaran Buddha?
Pemakaian kata "penderitaan" dalam ajaran Buddha
dapat menimbulkan salah pengertian. Ketika kita mendengar Buddha berkata,
"Hidup adalah penderitaan," kita jadi bertanya-tanya terhadap apa
yang Ia katakan, karena sebagian dari kita tidak mengalami penderitaan yang
terlalu berat dalam kehidupan.
Kata yang sesungguhnya dipakai Buddha adalah
"Dukkha" yang berarti 'segala sesuatu tidak benar-benar pas dalam
hidup kita-banyak terdapat kondisi yang tidak memuaskan dalam keberadaan kita;
selalu saja ada sesuatu yang tampaknya tidak pas.' Jadi,
"penderitaan" yang dipakai dalam ajaran Buddha merujuk pada segala
jenis ketidakpuasan, baik yang besar maupun yang kecil.
Apakah Kebahagiaan Itu?
Dalam hidup ini, sedikit-banyak kita mengalami
ketidakpuasan. Buddha tidak pernah menyangkal bahwa ada kesenangan dan
kebahagiaan dalam hidup. Namun, masalah yang terus mengusik akibat
ketidakpuasan selalu ada, sementara "kebahagiaan" selalu cepat
berlalu. Inilah satu-satunya masalah dalam hidup kita, tetapi ini adalah
masalah TERBESAR karena hal ini mencakup semua masalah yang kita hadapi. Buddha
hanya mengarahkan perhatian kita pada kenyataan bahwa penderitaan merupakan
bagian yang tak terhindarkan dari kehidupan, bahwa itu adalah masalah yang
dialami oleh kita semua, yang ingin kita hindari, yang itu dapat diatasi dengan
pencapaian Nirwana (Kebahagiaan Sejati).
Apakah Empat Kebenaran Mulia Itu Pesimistik?
Sebagian orang mengatakan bahwa ajaran Buddha adalah ajaran
yang pesimistik karena selalu membahas tentang penderitaan. Ini jelas tidak
benar. Di sisi lain, ajaran Buddha juga bukan ajaran optimistik yang membuta.
Sesungguhnya, ajaran Buddha adalah ajaran yang realistik dan penuh harapan
karena ajaran ini mengajarkan bahwa Kebahagiaan Sejati dapat dicapai melalui
upaya pribadi, seseorang menjadi tuan atas kehidupannya sendiri.
Masalah dan kesulitan selalu ada, entah kita memikirkannya
atau tidak. Akan tetapi, pemecahan hanya memungkinkan dengan pengenalan masalah
secara apa adanya. Buddha menyatakan Kebenaran yang tak tersangkalkan bahwa
hidup ini penuh ketidakpuasan, oleh karenanya Ia mengajarkan kita jalan keluar
dari ketidakpuasan menuju Kebahagiaan Sejati!
Seberapa Penting Empat Kebenaran Mulia?
Merealisasikan Empat Kebenaran Mulia adalah tugas utama
kehidupan pengikut Buddha karena hal ini membawa pada Kebahagiaan Sejati. Kita
akan mendapati bahwa susunan Empat Kebenaran Mulia adalah rumus pemecahan
masalah yang sangat sederhana, masuk akal, ilmiah, dan sistematik. Karena
kebenaran-kebenaran ini memecahkan masalah pokok penderitaan, oleh karenanya
Empat Kebenaran Mulia sangatlah penting.
Bagaimana Empat Kebenaran Mulia Bekerja?
Kebenaran pertama menyatakan adanya masalah penderitaan.
Kebenaran kedua menyatakan penyebab masalah. Kebenaran ketiga menyatakan
keadaan ideal tanpa masalah, dan Kebenaran keempat menyatakan bagaimana keadaan
ideal itu dapat dicapai.
Apa Asal Mula Empat Kebenaran Mulia?
Empat Kebenaran Mulia diajarkan pertama kali oleh Buddha
pada pembabaran Dharma yang pertama di Taman Rusa di Isipatana (bagian India
kuno, di dekat Benares), setelah Ia mencapai Pencerahan, lebih dari 2.500 tahun
yang lalu. Pembabaran itu dikenal dengan Dhammacakkappavattana Sutta (Ceramah
Pemutaran Roda Dharma). Seluruh ajaran yang disampaikan Buddha sesudahnya
merupakan penjelasan mendalam dari Empat Kebenaran Mulia, ataupun ajaran yang
mengarahkan ke Empat Kebenaran Mulia. Buddha menggunakan berbagai cara dan
metode yang piawai dalam mengajarkan Empat Kebenaran Mulia kepada berbagai
jenis orang.
JALAN MULIA BERFAKTOR DELAPAN
Apakah Jalan Mulia Berfaktor Delapan Itu?
Jalan Mulia Berfaktor Delapan (Kebenaran Mulia Keempat)
adalah suatu rumus yang sistematik dan lengkap untuk lepas dari ketidakpuasan
dan mencapai Kebahagiaan Sejati. Jalan ini berisi segala sesuatu yang
diperlukan untuk kehidupan yang mulia, kejernihan pemahaman, dan pencapaian
kebijaksanaan, yang menghindari ekstrem pemanjaan diri maupun penyiksaan diri.
Kedelapan faktor Jalan Mulia Berfaktor Delapan dapat dibagi dalam tiga aspek sebagai
berikut:
Kebijaksanaan (Panna):
Pandangan Benar
Perniatan Benar
Disiplin Moral (Sila):
Perkataan Benar
Perbuatan Benar
Penghidupan Benar
Pengembangan Batin (Samadhi):
Pengupayaan Benar
Penyadaran Benar
Pengheningan Benar
Perkataan Benar
Kita seharusnya berusaha memperhatikan dan menghargai
sifat-sifat baik dan pencapaian orang lain alih-alih melepaskan kemarahan atau
rasa frustrasi kita kepada mereka. Kita dapat saling memberikan dukungan moral,
penghiburan kala duka, dan berbagi Dhamma. Perkataan adalah alat ampuh untuk
mempengaruhi orang lain. Ketika ucapan digunakan dengan bijaksana, banyak yang
akan mendapat manfaat. Perkataan Benar adalah menghindari:
Berbohong.
Memfitnah.
Berkata kasar.
Obrolan tak
bermanfaat.
Kita seyogianya
Memberikan pujian
dengan tepat.
Mengkritik hanya
yang bersifat membangun.
Menyebarkan
kebenaran.
Menyampaikan
ucapan yang menyembuhkan.
Bisa tetap diam
bila diperlukan.
Perbuatan Benar
Latihan Perbuatan Benar meliputi menghargai kehidupan,
kepemilikan, dan hubungan pribadi pihak lain. Latihan ini membantu
mengembangkan watak kendali diri dan berperhatian terhadap hak-hak makhluk
lain. Perbuatan Benar adalah menghindari:
Membunuh
Mengambil yang
tidak diberikan
Melakukan
perbuatan asusila
Perbuatan Benar termasuk juga tindakan jasmani yang membawa
manfaat bagi pihak lain. Ini termasuk menolong dan menyelamatkan makhluk lain
dari bahaya atau penderitaan.
Penghidupan Benar
Penghidupan Benar berarti berpencaharian dengan tidak
merugikan makhluk lain. Dalam memilih pekerjaan, kita seharusnya menghargai
kehidupan dan kesejahteraan semua makhluk.
Ada lima jenis mata pencaharian yang Buddha anggap sebagai
cara-cara yang tidak menghargai kehidupan. Kelimanya seharusnya dihindari
karena menyebabkan penderitaan dan kesengsaraan pihak lain, ataupun menciptakan
perpecahan dalam masyarakat. Mata pencaharian yang seharusnya dihindari adalah:
Berdagang senjata
Berdagang hewan
untuk disembelih
Berdagang budak
dan pelacuran
Berdagang minuman
keras
Berdagang racun
Pengupayaan Benar
Upaya diperlukan untuk menanam kebajikan atau mengembangkan
batin kita, karena kita sering lalai atau tergiur untuk mengambil jalan keluar
yang gampang. Buddha mengajarkan bahwa pencapaian Kebahagiaan Sejati dan
Pencerahan tergantung pada upaya kita sendiri. Upaya adalah akar dari segala
pencapaian. Jadi, tak peduli betapa agung pencapaian Buddha, atau betapa
hebatnya ajaran Buddha, kita harus menjalani ajaran tersebut secara nyata untuk
mencapai hasil yang diharapkan. Ada empat jenis Pengupayaan Benar yang perlu
dijalani:
Upaya untuk
mencegah munculnya pikiran buruk (ketamakan, kebencian, dan kegelapan batin).
Upaya untuk
melepaskan pikiran buruk yang telah muncul.
Upaya untuk
mengembangkan pikiran baik (kedermawanan, cinta kasih, dan kebijaksanaan).
Upaya untuk
memelihara pikiran baik yang telah muncul (sekalipun ketika tidak diperhatikan
oleh orang lain).
Penyadaran Benar
Penyadaran murni (sati) adalah faktor penting dalam
kehidupan sehari-hari kita. Ini adalah faktor batin yang membuat kita mampu
mengingat serta menjaga kesadaran dan perhatian kita pada apa yang bermanfaat
dalam hal pikiran, perkataan, dan perbuatan. Sebagai contoh, ketika kita bangun
pada pagi hari, kita bisa bertekad, "Hari ini sebisa mungkin aku akan
berusaha untuk tidak merugikan makhluk lain dan akan membantu mereka."
Penyadaran murni akan membantu mempertahankan pemikiran tersebut dalam pikiran
kita sepanjang hari, dan menyadarkan kita apakah perbuatan sehari-hari kita
sesuai dengan niat tadi. Pikiran harus selalu sadar akan apa yang terjadi agar
tidak terjadi hal-hal yang tidak diinginkan.
Melatih Penyadaran Benar diperlukan untuk mencapai
kebijaksanaan dan Pencerahan. Pikiran harus terkendalikan dan terlindungi dari
kekacauan. Ketamakan dan kemarahan harus dihindari dengan sadar. Penyadaran
diberikan pada pikiran karena melalui pikiran segala sesuatu dicerna, ditafsir,
dan dipahami. Untuk mencapai Kebahagiaan Sejati, pikiran yang tidak disiplin
pertama-tama harus dikendalikan. Menaklukkan pikiran berarti menaklukkan dunia.
Pengheningan Benar
Meditasi adalah proses bertahap untuk melatih pikiran agar
terpusat pada suatu obyek tunggal, dan tak tergoyahkan pada obyek tersebut.
Obyek konsentrasi bisa berupa hal materi seperti bunga atau non-materi seperti
cinta kasih. Bahkan jika kita berlatih meditasi selama lima belas menit setiap
hari, kita akan mulai merasakan manfaatnya. Latihan meditasi yang teratur akan
membantu kita untuk mengembangkan pikiran yang tenang dan terpusat, serta
menyiapkan kita untuk pada akhirnya mencapai kebijaksanaan dan Pencerahan.
Pandangan Benar
Pandangan Benar atau Pemahaman Benar adalah melihat segala
sesuatu sebagaimana adanya, bukannya sebagaimana tampaknya. Untuk melihat
segala sesuatu sebagaimana adanya, kita harus mengamati diri kita sendiri dan
sekitar dengan cermat, menyelidiki arti sebenarnya dari yang diamati. Pandangan
Benar adalah pengetahuan sejati akan segala sesuatu yang direalisasikan oleh
diri sendiri melalui praktik.
Sikap menyelidik dan menelaah penting untuk mencapai
Pandangan Benar. Buddha mengajarkan kita untuk tidak percaya begitu saja pada
desas-desus, tradisi, atau kewenangan sebagai Kebenaran, melainkan untuk menimbang
Kebenaran dengan pengalaman kita sendiri yang obyektif dan adil. Buddha
mengajarkan, seperti halnya orang bijaksana yang tidak menerima begitu saja
bahwa setiap logam yang berkilau keemasan adalah emas, tetapi mengujinya
terlebih dahulu. Dengan demikian, kita semestinya tidak menerima begitu saja
apa yang didengar tanpa mengujinya dengan pengalaman kita sendiri.
Meskipun demikian, dalam mencari Kebenaran, kita bisa saja
menilik ajaran Buddha sebagai acuan bantu. Ini adalah langkah pertama menuju
pengembangan Pandangan Benar. Kita seyogianya mendengar dan mempelajari ajaran
Buddha dan penjelasan guru-guru yang berkualitas. Akan tetapi, mendengarkan
ajaran Buddha saja tidaklah cukup, kita juga harus memperhatikan dan
sungguh-sungguh mencoba untuk menjalaninya.
Buddha berkata bahwa mengembangkan Pandangan Benar adalah
seperti orang buta yang matanya tercelikkan, seluruh sikapnya terhadap hal-hal
yang semula disukai atau tidak disukai akan berubah karena dia telah mampu
melihat semuanya dengan tepat.
Perniatan Benar
Niat atau pemikiran akan mempengaruhi perkataan dan
perbuatan kita. Jika kita berkata atau bertindak berdasarkan pemikiran yang
tamak atau penuh amarah, maka kita akan berkata atau bertindak dengan salah,
akibatnya kita akan menderita. Sangatlah penting untuk memurnikan pikiran, jika
kita betul-betul berniat memperbaiki tingkah laku kita. Kehendak Benar
mengetahui bagaimana menggunakan pengetahuan yang kita miliki untuk kebaikan
diri kita sendiri dan semua makhluk.
Perniatan Benar berarti menghindari nafsu keinginan dan niat
buruk, dan membangkitkan pikiran tentang melepaskan kemelekatan, mengembangkan
cinta kasih dan kewelasan. Nafsu keinginan harus dihindari karena tidak akan
pernah terpuaskan dan mengarahkan pada tindakan yang keliru. Pikiran yang tidak
melekat akan menyingkirkan nafsu keinginan, sementara pikiran cinta kasih dan
kewelasan akan mengenyahkan niat buruk.
PERNAUNGAN DALAM TIGA PERMATA
Ketika kita hendak menjadi umat Buddha secara formal,
langkah pertama adalah menyatakan bernaung kepada Tiga Permata (Tiratana):
Buddha, Dharma, dan Sangha. Itu adalah suatu ungkapan keyakinan dan tekad untuk
menjalani jalan Buddha. Sejak masa kehidupan Buddha, dengan menyatakan Tiga
Pernaungan ini, seseorang dikatakan menjadi pengikut Buddha.
Mengapa Bernaung?
Jika kita mengamati dunia ini dengan cermat, kita akan
melihat banyak kesakitan, penderitaan, dan keputusasaan yang dialami semua
makhluk. Kita akan mencari jalan untuk menghentikan semua kondisi yang
menyengsarakan ini, seperti seorang pengelana yang terperangkap dalam badai
mencari tempat pernaungan. Jika dia menemukan tempat bernaung yang kokoh dan
aman, dia akan memanggil orang lain yang juga bergelut dalam badai untuk turut
bernaung. Begitu pula, seseorang memilih menjadi pengikut Buddha ketika dia
mengerti siapa Buddha itu dan bagaimana Tiga Permata dapat menyediakan jalan
untuk mengakhiri penderitaan. Terdorong rasa Kewelasan, dia juga mendorong
orang lain untuk berbuat yang sama.
Buddha, Dharma, dan Sangha dikenal sebagai Tiga Permata
karena mereka mewakili sifat-sifat yang luar biasa dan tak ternilai. Begitu
kita menyadari sifat-sifat unik ini, setelah melakukan pertimbangan secara
hati-hati, dan yakin bahwa Tiga Permata dapat membawa kita pada Kebahagiaan
Sejati dan Pencerahan, kita menyatakan bernaung di dalam-Nya. Oleh karena itu,
ini bukan hanya keimanan belaka, namun dengan sikap pikiran terbuka dan
semangat bertanya, kita mulai menjalankan ajaran Buddha.
Buddha
Kata "Buddha" berarti 'Yang Tercerahkan
Sepenuhnya' atau 'Yang Sadar'. Ini adalah julukan yang diberikan kepada mereka
yang telah mencapai Pencerahan Sempurna. Pengikut Buddha mengakui Buddha
sebagai perwujudan Moralitas tertinggi, Konsentrasi terdalam, dan Kebijaksanaan
sempurna. Buddha juga dikenal para pengikut-Nya sebagai "Yang
Sempurna" karena Ia telah membasmi segala keserakahan, kebencian, dan
kegelapan batin, telah mengatasi semua tindakan buruk, mengakhiri segala
penderitaan di dalam dirinya.
Buddha adalah sosok yang tercerahkan sepenuhnya karena Ia
telah menyadari Kebenaran dan melihat segala sesuatu sebagaimana adanya.
Melalui Kebijaksanaan-Nya yang sempurna, Ia mengetahui apa yang baik dan apa
yang tidak baik bagi setiap orang. Karena Kewelasan-Nya, Ia menunjukkan kepada
kita jalan menuju Kebahagiaan Sejati.
Perilaku teladan, Kebijaksanaan sempurna, dan Kewelasan
tanpa batas Buddha membuat-Nya menjadi guru yang luar biasa. Dengan cara-cara
piawai, Ia mampu menggapai para pengikut-Nya sehingga mereka dapat memahami
ajaran-Nya.
Buddha Sebagai Dokter
Pernaungan dapat diumpamakan sebagai dokter, obat, dan
perawat bagi orang sakit yang perlu disembuhkan. Kita ini ibarat orang sakit
karena terjangkit penyakit situasi tidak memuaskan dalam hidup. Untuk mencari
pemecahannya, kita berkonsultasi kepada dokter yang piawai, yaitu Buddha, yang
mendiagnosis penyebab penyakit kita, sikap pengusik, dan tindakan kacau yang
telah ketika perbuat di bawah pengaruh penyakit itu. Kemudian Ia meresepkan
obat, yaitu Dharma, ajaran-Nya, mengenai bagaimana mencapai Pencerahan.
Dharma
Buddha mengajarkan Dharma (ajaran mengenai Kebenaran segala
sesuatu) semata-mata karena rasa Kewelasan-Nya kepada semua makhluk yang
menderita dalam siklus kelahiran dan kematian. Oleh karena itu, Dharma
diajarkan tanpa motif kepentingan diri. Dharma diajarkan dengan baik,
sepenuhnya baik, bersifat murni, dan terang bagai cahaya yang mengenyahkan
kegelapan. Dharma yang dipelajari dan dijalankan akan membawa banyak manfaat,
baik saat ini maupun masa yang akan datang.
Dharma adalah ajaran tentang sifat-sifat alami kehidupan.
Ajaran utama Buddha ini dimuat dalam kumpulan naskah yang disebut Tipitaka.
Tipitaka terdiri dari ceramah-ceramah yang disampaikan Buddha (Sutta Pitaka),
aturan disiplin monastik (Vinaya Pitaka), serta filsafat dan psikologi Buddhis
(Abhidhamma Pitaka).
Kita dapat mengetahui tentang Dharma dengan membaca naskah
suci. Kita juga dapat belajar dari tulisan dan penjelasan guru-guru yang
berkualitas. Begitu kita telah membiasakan diri dengan Dharma melalui membaca
dan mendengar, kita harus merealisasikan Kebenaran tersebut bagi diri kita
sendiri dengan jalan mempraktikkannya. Ini berarti memurnikan perilaku dan
mengembangkan batin kita sampai ajaran tersebut menjadi bagian dari pengalaman
kita sendiri.
Dharma Sebagai Obat
Kita harus mempraktikkan Dharma, yang diumpamakan sebagai
obat yang diresepkan Buddha kepada kita untuk mencapai Pencerahan. Tidaklah
cukup hanya mendengarkan Dharma, kita harus dengan aktif menerapkannya dalam
kehidupan sehari-hari dan dalam hubungan kita dengan orang lain. Ini berarti
kita harus berusaha berperhatian murni dan sadar ketika sikap yang mengganggu
muncul. Kemudian, kita menggunakan obat yang membuat kita dapat mengamati
situasi yang sesungguhnya. Jika orang sakit punya obat tetapi tidak meminumnya,
orang itu tidak akan sembuh. Begitu pula, bisa jadi kita punya tempat pemujaan
megah dan perpustakaan lengkap berisi buku Dharma di rumah, tetapi jika kita,
misalnya, tidak dapat menerapkan kesabaran ketika bertemu dengan orang yang
mengesalkan kita, berarti kita kehilangan kesempatan langsung untuk
mempraktikkan Dharma.
Sangha
Sangha adalah komunitas para biarawan dan biarawati yang
menjalani kehidupan teladan, yang berlatih pandangan cerah terhadap sifat
sejati segala sesuatu. Kehidupan dan pencapaian mereka menunjukkan kepada yang
lain bahwa kemajuan dalam jalan Pencerahan adalah suatu hal yang memungkinkan.
Selain itu, umumnya Sangha juga merujuk pada empat kelompok,
yaitu biarawan (bhikkhu), biarawati (bhikkhuni), pengikut awam pria (upasaka),
dan pengikut awam wanita (upasika), walaupun "Sangha" biasanya
dimaksudkan untuk merujuk biarawan dan biarawati yang telah melepaskan
kehidupan keduniawian untuk berlatih dan mengajar Dharma sepanjang waktu.
Bhikkhu dan bhikkhuni dihormati karena perilaku mereka yang baik dan pengalaman
mereka dalam praktik spiritual. Mereka juga dihormati karena ketekunan,
perhatian murni, dan ketenangan mereka. Bijaksana dan terpelajar, mereka dapat
menjadi guru Dharma, bagai sahabat terpercaya yang mengilhami kita sepanjang
jalan praktik.
Pengikut awam menerima Empat Kebenaran Mulia dan
ajaran-ajaran Buddha lainnya, serta mencari Kebahagiaan dan Pencerahan sebagai
tujuan umum dalam kehidupan mereka. Mereka juga memegang teguh nilai-nilai
moral. Oleh karena itu, seorang pengikut Buddha juga dapat meminta bantuan dan
saran kepada pengikut lainnya kala diperlukan.
Sangha Sebagai Perawat
Anggota Sangha itu seperti perawat yang membantu kita untuk
meminum obat Dharma. Perawat mengingatkan kita ketika kita lupa pil mana yang
harus diminum. Jika kita kesulitan menelan pil yang besar, perawat akan
memecahkan pil besar menjadi potongan-potongan kecil untuk kita. Begitu pula,
ketika kita bingung, Sangha akan membantu kita dalam menjalankan Dharma dengan
benar. Praktisi yang lebih berpengalaman dari kita dapat menjadi sahabat
spiritual yang dapat membantu kita.
Perjalanan Menuju Pencerahan
Untuk lebih memahami gagasan pernyataan pernaungan,
bayangkan seorang pelancong yang ingin mengunjungi sebuah kota yang jauh dan
tidak pernah dikunjunginya. Dia akan membutuhkan penunjuk jalan, sebuah jalan
untuk ditelusuri, dan bahkan teman seperjalanan. Pengikut Buddha yang berusaha
mencapai Kebahagiaan Sejati dan Pencerahan adalah seperti pelancong ini. Buddha
adalah penunjuk jalannya, Dharma adalah jalannya, dan Sangha adalah teman
seperjalanannya.
Pernyataan Pernaungan
Ungkapan paling sederhana bagi niat seseorang untuk
menyatakan Tiga Pernaungan (Tisarana) kepada Tiga Permata adalah dengan
mengulang kalimat-kalimat berikut sebanyak tiga kali:
Aku bernaung kepada Buddha.
Aku bernaung kepada Dharma.
Aku bernaung kepada Sangha.
Kalimat-kalimat ini dapat diuncarkan sendirian di depan
citra Buddha atau mengulang baris demi baris setelah bhikkhu/bhikkhuni
mengucapkannya. Upacara formal ini sangatlah sederhana, tetapi komitmen dalam
hati kitalah yang betul-betul bermakna. Seorang pengikut Buddha dapat mengulang
Tiga Pernaungan setiap hari untuk mengingatkan dirinya bahwa dia telah membuat
komitmen untuk mencapai Kebahagiaan Sejati dan Pencerahan melalui panduan dan
inspirasi dari Tiga Permata.
Manfaat Pernyataan Pernaungan
Menyatakan Tiga Pernaungan adalah langkah pertama dalam
jalan menuju Pencerahan. Setelah itu, melalui perilaku moral, pengembangan
batin, dan kendali diri, Kebijaksanaan dan Kewelasan dapat dicapai. Bahkan jika
Pencerahan tidak tercapai dalam kehidupan ini, seseorang yang menyatakan
pernaungan kepada Tiga Permata dapat dikatakan memiliki kondisi yang
menguntungkan untuk bertemu dengan Tiga Permata lagi, yang akan membantu
pencapaian Pencerahan pada kehidupan-kehidupan selanjutnya.
LIMA DISIPLIN MORAL
Lima Disiplin Moral (Lima Sila) merupakan rekomendasi yang
diberikan oleh Buddha, disarankan untuk dijalani oleh kita yang berniat untuk
menjalani kehidupan yang damai sembari bersumbangsih bagi kebahagiaan keluarga
dan masyarakat. Lima Sila dilaksanakan secara sukarela oleh penganut awam
Buddha. Lima Sila bukanlah perintah yang harus dipatuhi dengan membuta. Lima
Sila membentuk basis moralitas universal dalam aspek Disiplin Moral (Sila) dari
Jalan Mulia Berfaktor Delapan, yang sangat penting dalam praktik awal jalan
Buddhis.
Apakah Sila Merupakan Peraturan Tetap?
Menaati Sila secara membuta tanpa Kebijaksanaan dan
pemahaman tidaklah disarankan. Lima Sila seharusnya tidak dilekati secara
membuta tanpa mengindahkan keadaan sekitar; kadang ada kejadian-kejadian
pengecualian ketika dengan melaksanakan Sila malah akan menciptakan lebih
banyak penderitaan bagi pihak lain, jadi tidak bijaksana. Pada keadaan semacam
ini, Lima Sila terpaksa "dilanggar". Sebagai contoh, kita mungkin
terpaksa berbohong demi menolong seseorang yang berada dalam bahaya. Ini memang
jadi "melanggar" Sila Keempat yang menyatakan untuk tidak berbohong.
Kapan pun Lima Sila terpaksa "dilanggar", itu semestinya demi kesejahteraan
makhluk lain, bukan demi keuntungan egoistis.
Apakah Manfaat Sila Itu?
Buddha pernah mengatakan kepada seorang pendeta bahwa lebih
baik "mengorbankan" perilaku buruk kita dengan menjalankan Lima Sila
daripada membunuh hewan untuk "dikorbankan kepada dewa-dewa". Ia mengajarkan
bahwa dengan menjalankan Lima Sila, tidak saja kita bersyukur atas
berkah-berkah yang sekarang diperoleh, tetapi juga meningkatkan kesempatan
untuk memperoleh kebahagiaan dan berkah pada masa yang akan datang. Seseorang
yang dengan penuh perhatian menjalankan kelima petunjuk latihan ini akan
menemukan kedamaian dalam kehidupan sehari-hari dan cenderung tidak akan
membawa masalah baik bagi dirinya sendiri maupun orang lain.
Apakah Lima Sila Sulit Dijalankan?
Lima Sila tidak pernah dimaksudkan untuk membatasi
kebebasan; Lima Sila justru melindungi kita dan makhluk lain sepanjang dijalani
dengan baik. Melanggar salah satu dari Lima Sila bukan berarti dosa yang tak
terampuni-itu dipandang sebagai tindakan yang kurang piawai karena kurangnya
Kebijaksanaan. Pada awalnya, pengikut awam mungkin mengalami kesulitan untuk
menjalankan Lima Sila secara lengkap dan sinambung, tetapi hendaknya kita tidak
putus semangat. Bahkan jika kita hanya mampu menjalankan satu atau dua Sila
dengan baik, kita telah meletakkan pondasi untuk kebahagiaan pada saat ini dan
yang akan datang. Setiap hari kita bisa membuat pengingat tekad menjalankan
Sila untuk mengingatkan kita akan cara hidup ideal yang seharusnya dijalankan.
Kita harus berusaha semampu mungkin untuk mencapai keadaan yang ideal ini.
Dengan melakukan hal itu, kita akan menemukan kedamaian batin dan lebih mudah
menghadapi dunia ini. Kita harus ingat bahwa sekalipun saat ini kita tidak
sempurna, namun kita semua dapat berjuang menuju kesempurnaan.
Bagaimana Cara Menjalankan Lima Sila?
Untuk mengungkapkan tekad kita untuk menjalankan Lima Sila,
pengikut Buddha bisa menguncarkan Lima Sila di hadapan citra Buddha atau
mengikuti pengucapan bhikkhu atau bhikkhuni. Penerimaan Lima Sila biasanya
dilakukan setelah pernyataan Tiga Pernaungan.
Apakah Ada Aturan Moral Lainnya?
Semua aturan moral Buddhis lainnya, termasuk Delapan dan
Sepuluh Sila (aturan moral untuk pengikut awam dalam pelatihan dan retret),
aturan moral untuk bhikkhu atau bhikkhuni, dan Sila Bodhisatta (aturan moral
untuk menolong sebanyak mungkin makhluk lain) adalah perluasan dari Lima Sila.
Sila Pertama
Menghargai kehidupan:
tidak membunuh; melindungi kehidupan.
Aku bertekad melatih diri untuk tidak melakukan pembunuhan
(jadi aku akan melatih Kewelasan dengan melindungi dan menguntungkan semua
kehidupan).
Menyadari penderitaan yang disebabkan oleh penghancuran
kehidupan, aku berusaha mengembangkan Kewelasan dan melindungi kehidupan
manusia, hewan, dan tanaman (melindungi alam). Aku bertekad untuk tidak membunuh
atau menganiaya, untuk tidak membiarkan orang lain melakukan hal itu, dan untuk
tidak mendukung tindakan yang melukai jasmani atau batin.
Sila Kedua
Menghargai milik orang lain:
tidak mencuri; bermurah hati.
Aku bertekad melatih diri untuk tidak mengambil yang tidak
diberikan (jadi aku akan melatih Kedermawanan dengan berbagi dan memberikan
kekayaan materi dan spiritualku).
Menyadari penderitaan yang disebabkan oleh eksploitasi,
ketidakadilan, pencurian, dan penindasan, aku berusaha mengembangkan Cinta
Kasih demi kesejahteraan semua makhluk. Aku akan melatih Kejujuran dan
Kedermawanan dengan berbagi kekayaan, waktu, tenaga, perhatian, memberikan
semangat, dan sumber daya lain, khususnya pemberian Kebenaran bagi yang
membutuhkannya. Aku bertekad untuk tidak mencuri apa pun (termasuk waktu,
misalnya dengan terlambat atau tidak bertanggung jawab saat bekerja) yang
menjadi milik orang lain. Aku akan menghargai milik orang lain dan milik umum,
dan mencegah orang lain mendapatkan keuntungan di atas penderitaan makhluk
lain.
Sila Ketiga
Menghargai hubungan pribadi:
tidak memanjakan indra; berkecukupan.
Aku bertekad melatih diri untuk tidak melakukan perbuatan
yang berkaitan dengan pemuasan indria (khususnya perbuatan asusila, jadi aku
akan melatih kecukupan hati dan menyalurkan tenagaku untuk pengembangan
spiritual)
Menyadari penderitaan yang disebabkan oleh perbuatan
asusila, aku berusaha mengembangkan rasa tanggung jawab dan melindungi keamanan
dan keutuhan pribadi, pasangan, keluarga, dan masyarakat. Aku bertekad untuk
tidak terlibat hubungan seksual tanpa cinta, tanggung jawab, dan komitmen
jangka panjang. Untuk memelihara kebahagiaan diriku dan orang lain, aku akan
menghargai komitmen orang lain. Aku akan berusaha sekuat tenaga untuk
melindungi anak-anak dari penyalahgunaan seksual dan mencegah pasangan dan
keluarga dari perpecahan akibat perbuatan asusila.
Menyadari penderitaan yang disebabkan oleh pemanjaan indria,
aku juga tidak akan lalai sampai memanjakan indra-indra penglihatan,
pendengaran, penciuman, perasa, peraba, dan/atau pemikiran dalam kenikmatan
indria (seperti pertunjukan, musik, makanan, seks, dan sebagainya), supaya aku
tidak keluar dari jalan pengembangan diri.
Sila Keempat
Menghargai Kebenaran:
tidak berbohong; jujur.
Aku bertekad melatih diri untuk tidak mengatakan ucapan yang
tidak benar (dan ucapan tidak berguna lainnya, jadi aku akan melatih untuk
berkomunikasi secara positif).
Menyadari penderitaan yang disebabkan oleh ucapan yang tidak
terjaga dan ketidakmampuan mendengarkan orang lain, aku berusaha mengembangkan
ucapan yang penuh kasih, serta mendengarkan orang lain agar membawa sukacita
dan kebahagiaan bagi mereka dan membebaskan mereka dari penderitaan mereka. Aku
akan berkata jujur dengan perkataan yang membangkitkan kepercayaan diri,
kegembiraan, dan harapan. Aku bertekad untuk tidak menyebarkan berita,
mengkritik, atau mengutuk sesuatu yang tidak kuketahui dengan pasti. Aku akan
menahan diri tidak mengucapkan perkataan yang dapat menyebabkan perpecahan atau
perselisihan dalam keluarga atau masyarakat. Aku akan berusaha mendamaikan dan
memecahkan masalah, besar ataupun kecil.
Sila Kelima
Menghargai kesejahteraan batin dan badan:
tidak meminum minuman keras; berperhatian murni.
Aku bertekad melatih diri untuk menghindari minuman keras
dan yang dapat menyebabkan lemahnya kesadaran (jadi aku akan lebih sehat dan
tidak akan melanggar sila-sila karena hilangnya kesadaran).
Menyadari penderitaan yang disebabkan oleh konsumsi zat yang
melemahkan kesadaran, aku berusaha mengembangkan kesehatan badan dan batin bagi
diriku, keluargaku, dan masyarakat dengan melatih makan, minum, dan
mengkonsumsi dengan berkesadaran. Aku bertekad untuk tidak mengkonsumsi alkohol
atau senyawa yang menyebabkan kecanduan, atau mencerna makanan yang mengandung
unsur negatif. Aku akan mengembangkan kesadaran, perhatian, dan kejernihan
pikiran. Aku menyadari bahwa merusak badan dan batin dengan racun-racun itu
akan membawa kemunduran bagi keluarga dan masyarakat. Aku akan berusaha
mengubah kekerasan, ketakutan, kemarahan, dan kebingungan dalam diriku dan
masyarakat dengan menyeimbangkan badan dan batin. Aku paham bahwa diet yang
tepat sangatlah penting bagi perubahan positif pada diriku dan masyarakat,
serta kemajuan dalam pengembangan batin.
(Aturan ini kadang ditafsirkan sebagai penghindaran
sepenuhnya dari zat yang memabukkan atau sebagai dibolehkannya penggunaan
minuman keras sejauh tidak terjadi pemanjaan indria atau kerusakan kesehatan
atau kesadaran. Pengamanan terbaik adalah penghindaran sepenuhnya, yang akan
menopang kesadaran untuk melakukan empat Sila lainnya).
TIGA CORAK UMUM
Tiga Corak Umum adalah Kebenaran alam semesta yang dikaitkan
dengan seluruh kehidupan walaupun berbeda ruang dan waktu. Tiga Corak Umum
mengatakan tentang sifat sejati segala sesuatu. Buddha mengajarkan bahwa semua
keberadaan yang berkondisi terpengaruh oleh Tiga Corak Umum. Hal ini disebut
juga sebagai Tiga Pelindung Hukum (Dharma) sebagaimana yang Buddha ajarkan
bahwa setiap ajaran yang berpegang pada ketiga corak ini bisa dikatakan sebagai
ajaran sejati. Ajaran apa pun yang tidak mengandung Tiga Corak Umum dan Empat
Kebenaran Mulia tidak dapat dikatakan sebagai ajaran Buddha. (Pada ajaran
Buddha tradisi Theravada, Dukkha diajarkan sebagai corak umum ketiga; sementara
pada ajaran Buddha tradisi Mahayana, Nirwana diajarkan sebagai corak umum
ketiga). Untuk mencapai Kebahagiaan Sejati atau Pencerahan, semua Kebenaran ini
harus disadari untuk membantu kita menerima kenyataan.
Anicca-Ketidakkekalan (Perubahan)
Segala yang
terkondisi selalu dalam perubahan.
Dukkha-Ketidakpuasan (Penderitaan)
Segala yang
terkondisi tidaklah memuaskan.
Anatta-Ketiadaan
Diri (Tiada Aku)
Segala fenomena
adalah tanpa inti/aku yang kekal.
Nirwana-Pencerahan
(Keheningan Sempurna)
Pencerahan adalah
pencapaian Kedamaian Sejati dan Kebahagiaan Sejati.
Hubungan Corak-Corak Umum
Apa pun yang akan selalu dalam perubahan (Anicca) adalah
tanpa inti yang kekal (Anatta) dan menyebabkan ketidakpuasan (Dukkha) jika kita
melekat pada mereka. Nirwana adalah keadaan damai tanpa terpengaruh oleh ketiga
corak di atas.
Anicca
Anicca menggambarkan fenomena dari sudut pandang waktu.
Segala sesuatu di alam semesta, baik fisik (dari sel terkecil dari tubuh kita
sampai bintang terbesar) maupun mental (seperti bentuk-bentuk pikiran yang
berkeliaran dalam pikiran kita) selalu mengalami perubahan, tidak pernah tetap
sama sekalipun hanya dalam perbedaan detik. Karena segala sesuatu merupakan
hasil atau akibat dari sebab-sebab dan kondisi yang berubah, maka segala
sesuatu juga terus-menerus berubah.
Komponen terkecil dari benda yang paling padat sekalipun
hanyalah gumpalan energi yang mengalir. Pikiran yang tidak terlatih bahkan
lebih berkeliaran dan rentan untuk berubah, tidak punya kestabilan. Semua unsur
hidup dan tidak hidup adalah subjek pembusukan dan penghancuran. Hukum Anicca
bersifat netral dan tidak memihak, tidak diatur oleh hukum apa pun yang lebih
tinggi; segalanya berlalu dan terperbarui secara alamiah.
Mengapa Kita Perlu Menyadari Anicca?
Ketika kita menyadari bahwa orang (kepribadian, minat, dan
sikap mereka) dan situasi hidup tidaklah tetap dan terus berubah, kita akan
menyikapi setiap momen hubungan dengan pikiran terbuka, mampu bereaksi terhadap
setiap situasi baru tanpa melekat pada konsepsi yang telah lalu. Dengan
demikian hubungan dapat dikembangkan dengan baik.
Kesuksesan dalam hidup tergantung pada kemampuan kita untuk
beradaptasi dengan perubahan situasi dan menciptakan kesempatan-kesempatan
baru. Kita akan lebih sukses dalam semua upaya kita jika Kebenaran ini
disadari. Kita juga akan belajar untuk menghargai kesehatan, kesejahteraan
materi, hubungan, dan hidup yang tidak terlalu melekat, menggunakan
kesejahteraan kita untuk dengan penuh kesadaran mempraktikkan jalan menuju Kebahagiaan
Sejati atau Pencerahan. Juga dengan Anicca, kita dapat mengubah penderitaan
menjadi Kebahagiaan.
Anatta
Anatta menggambarkan fenomena dari sudut pandang ruang.
Segala sesuatu di alam semesta tersusun dari berbagai bagian, yang juga terdiri
dari bagian-bagian yang lebih kecil. Setiap bagian selalu berubah, kadang
perubahan besar, tapi kebanyakan halus (bagi indra kita). Tak satu pun komponen
yang tidak berubah, segalanya selalu berubah. Sesuatu itu ada hanya jika
bagian-bagian penyusunnya bergabung. Jadi, tidak ada inti atau diri yang tetap
dalam segala sesuatu, inilah yang disebut tanpa-pribadi. Ini juga berarti bahwa
segala sesuatu saling berhubungan dan saling bergantungan satu sama lain. Tidak
ada sesuatu pun yang berdiri sendiri sebagai diri yang terpisah.
Jika ada suatu diri yang sejati atau permanen, kita harus
dapat mengidentifikasikannya. Bagaimanapun juga, tubuh kita berubah tak
henti-hentinya dari detik ke detik, dari kelahiran sampai kematian. Pikiran
bahkan berubah lebih cepat lagi. Jadi, kita tidak dapat mengatakan bahwa badan,
batin, atau gabungan tertentu dari keduanya adalah suatu diri yang berdiri
sendiri. Tidak ada yang dapat berdiri sendiri karena badan maupun batin
tergantung dari banyak faktor untuk eksis. Karena apa yang dinamakan
"diri" ini hanyalah sekumpulan faktor fisik dan mental yang
terkondisi dan selalu dalam perubahan, tidak ada unsur yang nyata atau konkrit
di dalam kita.
Jika tubuh adalah diri, tubuh seharusnya mampu menghendaki
atau mengendalikan dirinya untuk menjadi kuat dan sehat. Namun demikian, tubuh
dapat menjadi lelah, lapar, dan jatuh sakit. Begitu pula, jika pikiran adalah
diri, seharusnya pikiran dapat melakukan apa pun yang dikehendakinya, tetapi
pikiran sering berlarian dari yang benar menjadi salah. Pikiran menjadi
terganggu, kacau, dan bertentangan dengan kehendaknya. Oleh karena itu, baik
batin maupun badan bukanlah diri.
Mengapa Kita Perlu Menyadari Anatta?
Orang yang tidak menyadari Kebenaran ini akan cenderung
mementingkan diri sendiri dan egois. Orang itu tidak hanya merasa terus
terancam oleh orang lain dan situasi tertentu, dia juga akan merasa terdorong
untuk terus melindungi dirinya, harta bendanya, bahkan pendapatnya, dengan
segala cara.
Dengan menyadari Kebenaran ini, kita akan lebih mudah untuk
tumbuh, belajar, berkembang, bermurah hati, baik hati, dan berkewelasan karena
kita tidak merasa selalu harus membentengi diri. Kita juga akan menghadapi
situasi sehari-hari dengan lebih baik, membantu kemajuan menuju Kebahagiaan
Sejati atau Pencerahan. Sepanjang kita menganggap kita memiliki diri, sikap
"aku-punyaku-milikku" akan menguasai hidup kita dan membawa berbagai
macam masalah.
Dukkha
Tidak ada sesuatu pun di alam semesta ini yang dapat memberi
kita kepuasan yang lengkap dan abadi. Hal ini dikarenakan adanya perubahan
terus-menerus pada segala hal (termasuk apa yang kita nilai berharga) dan nafsu
keinginan yang selalu berubah dalam pikiran kita yang tidak terlatih. Bahkan
selama pengalaman yang paling menyenangkan pun, terdapat kecemasan bahwa momen
itu pun tidak akan berlangsung lama. Mencari kebahagiaan abadi dalam perubahan
terus-menerus akan mengganggu kedamaian batin, menyebabkan penderitaan. Hal ini
juga berakhir dalam penderitaan kelahiran kembali yang terus berulang.
Mengapa Kita Perlu Menyadari Dukkha?
Menyadari bahwa ketidakpuasan bersifat universal dan tak
terhindari, memungkinkan kita untuk menghadapi kenyataan hidup dengan
ketenangan. Kita akan mampu mengatasi penuaan, kesakitan, dan kematian tanpa
merasa kecil hati atau putus asa. Kesadaran ini juga menyemangati kita untuk
mencari penyelesaian masalah ketidakpuasan seperti yang Buddha lakukan, serta
mencari Kebahagiaan Sejati atau Pencerahan.
Nirwana
Nirwana adalah dasar kehidupan, substansi dari segala
sesuatu. Contohnya, ombak tidak harus "mati" untuk menjadi air. Air
adalah substansi ombak. Ombak merupakan air juga. Kita juga seperti itu. Kita
membawa dasar antar-makhluk (saling keterhubungan), Nirvana, "dunia"
yang melampaui kelahiran dan kematian, kekal dan tidak kekal, diri dan tiada
diri. Nirwana adalah keheningan sejati dari konsep dan fenomena-Kedamaian
Sejati. Nirwana adalah dasar dari semua itu, seperti ombak yang tidak akan ada
tanpa ada air. Jika Anda tahu bagaimana menyentuh ombak, Anda tahu bagaimana
menyentuh air pada saat yang sama. Nirwana tidak berdiri terpisah dari Anicca
dan Anatta. Jika Anda tahu bagaimana menggunakan hal itu untuk menyadari
kenyataan, Anda bersentuhan dengan Nirwana di sini dan saat ini.
Nirwana adalah punahnya segala konsep pemikiran. Kelahiran
dan kematian adalah konsep pemikiran. Jadi dan tidak jadi adalah konsep
pemikiran. Dalam kehidupan sehari-hari, kita harus berurusan dengan kenyataan
relatif ini. Akan tetapi, jika kita mengamati hidup dengan lebih mendalam,
kenyataan akan terungkap dengan sendirinya dalam jalan yang lain. Ketika Anda
memahami Anicca dan Anatta, Anda telah terbebas dari penderitaan dan mencapai
Nirwana. Nirwana bukanlah sesuatu yang Anda cari-cari untuk masa mendatang.
Sebagai pelindung Dharma, Nirwana ada dalam semua ajaran Buddha. Nirwana
bukanlah tiadanya kehidupan. Nirwana dapat ditemukan dalam kehidupan ini juga.
Nirwana berarti keteduhan, keheningan, atau padamnya api penderitaan. Nirwana
mengajarkan bahwa kita telah menjadi apa yang kita inginkan. Kita tidak harus
mengejar segala sesuatu lagi. Kita hanya perlu kembali kepada kita sendiri dan
memahami hakikat sejati kita. Ketika kita melakukan ini, kita akan berada dalam
kedamaian dan sukacita sejati.
Mengapa Kita Perlu Menyadari Nirwana?
Nirwana adalah istilah "teknis" Buddhis untuk
Pencerahan-pembebasan dari segala penderitaan atau Kebahagiaan Sejati! Jika
kita ingin sungguh-sungguh berbahagia, Nirwana harus kita capai.
KARMA
Karma (Sanskerta: karma) berarti perbuatan. Karma merujuk
pada perbuatan berkehendak yang kita lakukan dengan tubuh, ucapan, dan pikiran
kita melalui berbuat, berkata, dan berpikir. Karma adalah kaidah bahwa setiap
perbuatan yang dilakukan, jika kondisinya sesuai, akan menghasilkan akibat
tertentu.
Bagaimana Karma Bekerja?
Semua perbuatan meninggalkan jejak atau benih pada kesadaran
kita, yang akan masak menjadi pengalaman-pengalaman kita ketika kondisi yang
sesuai muncul. Sebagai contoh, jika kita menolong seseorang dengan hati yang
tulus, perbuatan ini akan meninggalkan jejak-jejak positif dalam arus pikiran
kita. Ketika kondisinya memadai, jejak ini akan masak dalam bentuk kita
menerima pertolongan tatkala kita membutuhkannya.
Benih-benih Karma terus mengikuti kita dari satu kehidupan
ke kehidupan berikutnya. Bagaimanapun juga, jika kita tidak menciptakan
sebab-sebab atau Karma untuk terjadinya sesuatu, kita tidak akan mengalami
hasilnya. Jika kita tidak menanam benih tertentu, tanaman tidak akan tumbuh.
Buddha mengajarkan:
Sesuai benih yang ditabur,
begitulah buah yang dituai.
Pelaku kebaikan akan meraih hasil yang baik,
Pelaku keburukan akan memetik hasil yang buruk.
Jika engkau menanam benih yang baik,
engkau akan menikmati buah yang baik.
Apakah Pengaruh Karma?
Karma mempengaruhi kelahiran kita yang akan datang dan
mempengaruhi apa yang kita alami selama hidup ini: bagaimana orang lain
memperlakukan kita, kekayaan kita, status sosial kita, dan sebagainya. Karma
juga mempengaruhi kepribadian dan watak kita, bakat kita, perilaku kita, dan
kebiasaan kita. Jenis lingkungan tempat kita dilahirkan juga dipengaruhi oleh
Karma.
Kita yang sekarang ini sesuai dengan apa yang telah kita
lakukan. Kita yang akan datang sesuai dengan apa yang tengah kita lakukan.
Ada Jenis Karma Apa Saja?
Jika suatu perbuatan membawa derita dan sengsara dalam jangka
panjang bagi diri sendiri dan makhluk lain, itu adalah Karma yang buruk atau
negatif. Sebaliknya, jika suatu perbuatan membawa kebahagiaan, itu adalah Karma
yang baik atau positif. Perbuatan pada hakikatnya bukanlah baik atau
buruk-mereka hanya sedemikian tergantung pada motivasi dan konsekuensi yang
dihasilkannya. Kebahagiaan dan keberuntungan apa pun yang kita alami dalam
hidup kita berasal dari tindakan-tindakan positif kita sendiri, sementara
masalah-masalah kita datang dari tindakan-tindakan negatif kita sendiri.
Bagaimana Terjadinya Karma Buruk?
Ada sepuluh perbuatan negatif yang seharusnya dihindari jika
kita tidak ingin menciptakan Karma buruk, yaitu:
Membunuh
Mencuri
Berzinah
Berbohong
Memfitnah
Berkata kasar
Berbicara yang tak
berguna
Serakah
Marah/Membenci
Berpandangan salah
Bagaimana Terjadinya Karma Baik?
Ada sepuluh perbuatan bermanfaat yang seharusnya kita
perjuangkan untuk menciptakan Karma baik. Kesepuluh perbuatan baik ini juga
termasuk menghindari sepuluh perbuatan buruk. Adapun sepuluh perbuatan baik itu
antara lain:
Bermurah hati
Mengendalikan diri
Bermeditasi
Menghormat
Melayani
Melimpahkan jasa
Berbahagia atas
jasa pihak lain
Mendengarkan
Dharma
Mengajarkan Dharma
Meluruskan
pandangan
Dapatkah Karma Diciptakan Secara Bersamaan?
Karma bisa kolektif maupun individual. Karma kolektif adalah
perbuatan yang dilakukan bersama-sama dalam sebuah kelompok. Contohnya,
sepasukan tentara bersama-sama membunuh. Hasil perbuatan ini dapat dialami
bersama-sama sebagai satu kelompok, seringnya dalam kehidupan yang akan datang.
Namun setiap anggota kelompok berpikir, berbicara, dan bertindak secara
berbeda-beda, hal ini juga menghasilkan karma individual, yang akibatnya akan
dialami oleh masing-masing pribadi.
Siapakah yang Mengendalikan Karma?
Tidak ada siapa pun yang menentukan "imbalan dan
hukuman" untuk apa yang kita lakukan. Kita menciptakan penyebab-penyebab
dari tindakan kita, dan kita akan mengalami akibat-akibatnya. Kitalah yang
bertanggung jawab atas pengalaman kita sendiri. Buddha menemukan hukum Karma-Ia
tidak menciptakannya (tidak ada satu makhluk pun yang menciptakannya). Dengan
mengajarkan hukum Karma kepada kita, Buddha menunjukkan kepada kita bagaimana
seharusnya kita bertindak di dalam fungsi sebab dan akibat agar kita mencapai
Kebahagiaan Sejati dan terhindar dari penderitaan.
Apakah Segala Sesuatu Terjadi Karena Karma?
Hukum Karma tidak berlaku untuk perbuatan-perbuatan
"tanpa kesadaran" seperti berjalan, duduk, atau tidur.
Perbuatan-perbuatan seperti itu tidak menghasilkan akibat-akibat selain dari
perbuatan itu sendiri (bagaimanapun juga, Karma berlaku pada gagasan-gagasan
kita yang didasari kehendak). Begitu juga, kecelakaan dianggap Karma netral karena
hal itu tidak disengaja. Bagaimanapun, kita seharusnya selalu berusaha
meningkatkan kewaspadaan kita agar kecelakaan tidak terjadi.
Dapatkah Karma Berubah?
Karma bukanlah kartu mati-karma bukan berarti nasib atau
takdir. Perbuatan-perbuatan berkehendak pada suatu waktu tertentu akan
menghasilkan akibatnya ketika berada dalam kondisi yang sesuai. Walaupun pada
kehidupan sekarang kita mengalami akibat-akibat dari perbuatan (Karma) yang
silam, kita masih mungkin untuk mengubah, mengurangi atau menambah
akibat-akibat dari perbuatan-perbuatan lampau ini melalui perbuatan-perbuatan
saat ini, yang akan mempengaruhi masa depan maupun kehidupan yang akan datang.
Memahami hukum Karma membantu kita menyadari bahwa kita sendirilah yang
menentukan kita akan menjadi seperti apa. Kita sepenuhnya bertanggung jawab
atas nasib kita sendiri.
Bagaimana Kita Mengetahui Karma Kita?
Buddha memberikan kepada kita panduan umum mengenai akibat
dari berbagai jenis perbuatan. Sebagai contoh, Buddha mengajarkan kepada kita
bahwa membunuh akan mengakibatkan umur pendek dan kemurahan hati akan membawa
kekayaan. Bagaimanapun juga, hanya pikiran mahatahu Buddha-lah yang mampu
memahami bekerjanya Karma secara lengkap.
Ada kelenturan dalam berfungsinya perbuatan dan akibatnya.
Sekalipun kita tahu bahwa jika kita terus-menerus menyakiti makhluk lain,
contohnya, akan membawa kita pada kelahiran kembali yang kurang menguntungkan,
tetap saja kita tidak tahu secara pasti dalam bentuk apakah nantinya kita
dilahirkan. Jika tindakan kita sangat berat-misalnya, dengan kemurkaan besar
kita terus-menerus menganiaya banyak orang dan merasa puas bahwa kita telah
menyakiti orang itu, akibat yang akan kita terima tentu akan lebih tidak
menyenangkan dibandingkan jika kita sekadar sembrono mengejek orang lain lalu
menyesali kekurangpekaan kita. Berbagai keadaan yang hadir pada saat buah Karma
masak, juga mempengaruhi akibat spesifik apakah yang akan terjadi.
Apakah Karma Selalu Adil?
Ketika kita melihat orang yang tidak jujur hidup kaya, atau
orang kejam yang penuh kuasa, atau orang baik yang mati muda, kita mungkin jadi
meragukan hukum Karma. Namun, banyak sekali akibat yang kita alami pada
kehidupan ini merupakan akibat dari tindakan-tindakan kita pada kehidupan
lampau kita; dan banyak tindakan-tindakan yang kita lakukan dalam kehidupan
sekarang ini hanya akan masak dalam kelahiran yang akan datang-inilah yang
disebut Karma jangka panjang (Karma jangka pendek adalah Karma yang berbuah
dalam waktu yang relatif singkat). Kekayaan orang yang tidak jujur mungkin saja
akibat kedermawanan orang itu dalam kehidupan lampaunya. Bagaimanapun juga,
ketidakjujuran orang itu saat ini, meninggalkan benih-benih Karma bagi mereka
untuk mengalami kemiskinan dalam kehidupan mendatang. Demikian pula,
penghargaan dan kewenangan yang dimiliki oleh orang-orang yang kejam merupakan
hasil perbuatan positif yang mereka lakukan pada kehidupan lampau. Pada
kehidupan sekarang, mereka menyalahgunakan kekuasaan untuk hal-hal yang tidak
baik, hal ini menciptakan sebab bagi penderitaan masa depan. Mereka yang mati
muda sedang mengalami akibat perbuatan-perbuatan negatif seperti pembunuhan
yang dilakukannya pada kehidupan lampau. Bagaimanapun, kebaikan mereka pada
kehidupan saat ini akan menanamkan benih-benih atau jejak-jejak dalam arus kesadaran
mereka untuk mengalami kebahagiaan pada masa yang akan datang.
Pastikah Kita Akan Mengalami Karma Buruk?
Ketika benih sekecil apa pun ditanam di tanah, pada akhirnya
mereka akan berkembang-kecuali mereka tidak mendapatkan kondisi-kondisi yang diperlukan
bagi pertumbuhan, seperti air, sinar matahari, dan pupuk. Jalan pamungkas untuk
mencabut jejak atau benih Karma adalah dengan bermeditasi pada Kesunyaan
(kekosongan) keberadaan. Inilah jalan untuk memurnikan kecenderungan dan
jejak-jejak Karma yang merugikan. Pada tataran spiritual seperti kita, hal ini
mungkin cukup sulit, tetapi kita tetap dapat menghentikan masaknya jejak-jejak
merugikan dengan cara memurnikan mereka. Hal ini seperti mencegah benih untuk
menerima air, sinar matahari, dan pupuk. Banyak melakukan kebajikan juga dapat
"melarutkan" dampak merugikan dari Karma buruk.
Bagaimanakah Kita Memurnikan Karma Buruk?
Pemurnian sangatlah penting karena hal ini mencegah
penderitaan pada masa mendatang dan meredakan perasaan bersalah. Dengan memurnikan
pikiran, kita akan mampu untuk menjadi lebih tenang dan memahami Dharma dengan
lebih baik. Empat kekuatan penangkal yang digunakan untuk memurnikan jejak atau
benih negatif adalah:
Penyesalan.
Tekad untuk tidak
mengulangi tindakan merugikan itu lagi.
Mengambil Tiga
Pernaungan dan membangkitkan Kewelasan kepada semua makhluk.
Melakukan
latihan-latihan penyembuhan sebenarnya (perbuatan baik apa pun-termasuk
meditasi dan menguncar Sutta/Mantra).
Keempat kekuatan ini harus dilakukan berulang-ulang. Karena
kita telah melakukan banyak sekali perbuatan negatif, kita tidak bisa berharap
dapat memurnikan Karma-Karma buruk itu sekaligus. Semakin besar kekuatan empat
komponen itu, semakin kuat tekad kita untuk tidak mengulangi perbuatan itu lagi,
semakin kuatlah pemurnian kita.
Apakah Karma Mempengaruhi Siapa yang Kita Jumpai?
Ya, tetapi ini bukan berarti bahwa semua hubungan telah
ditakdirkan. Kita mungkin punya kecenderungan Karma tertentu untuk merasa dekat
atau merasa kurang pas dengan orang-orang tertentu. Akan tetapi, hal ini tidak
berarti bahwa hubungan kita dengan mereka harus berlanjut terus seperti itu.
Jika kita berbaik hati kepada mereka yang menyakiti kita dan mencoba untuk
berkomunikasi dengan mereka, hubungan ini akan berubah, menciptakan Karma
positif yang akan membawa kebahagiaan pada masa yang akan datang.
Kita tidak terikat kepada orang lain secara Karma-tidak ada
orang tertentu yang khusus hanya untuk kita. Karena kita memiliki banyak
kehidupan lampau, kita telah berhubungan dengan semua makhluk pada suatu waktu
sebelumnya. Hubungan kita dengan orang tertentu juga terus berubah-ubah.
Bagaimanapun juga, hubungan Karma lampau dapat mempengaruhi hubungan kita
sekarang. Contohnya, jika seseorang telah menjadi guru spiritual kita pada
suatu kehidupan lampau, kita mungkin akan bersua kembali dengan orang itu dalam
kehidupan sekarang, dan ketika orang tersebut mengajarkan Dharma kepada kita,
hal itu mungkin berpengaruh kuat bagi kita.
Jika Makhluk Lain Menderita Akibat Karma Buruknya, Dapatkah
Kita Menolongnya?
Kita semua tahu bagaimana rasanya menderita, dan itu pulalah
yang dirasakan makhluk lain ketika mereka mengalami akibat perbuatan buruk
mereka. Didasarkan empati dan Kewelasan, sudah semestinya kita menolong mereka!
Walaupun mereka menciptakan sendiri sebab-sebab bagi penderitaan mereka,
mungkin mereka juga menciptakan sebab-sebab untuk menerima pertolongan dari
kita! Kita semua adalah sama dalam hal mengharapkan kebahagiaan dan berusaha
menghindari penderitaan. Tanpa pandang penderitaan atau masalah siapakah itu,
kita seharusnya mencoba meringankannya. Sebagai contoh, berpikir bahwa
"orang miskin itu miskin karena perbuatan lampau mereka sendiri-karena
kikir; jika aku menolong mereka, aku akan ketularan miskin", ini merupakan
pandangan salah yang kejam. Kita tidak seharusnya merasionalisasi kemalasan,
sikap apatis, dan keangkuhan kita dengan salah mengartikan kaidah sebab dan
akibat. Kewelasan dan tanggung jawab universal sangatlah penting untuk
perkembangan spiritual kita sendiri dan kedamaian dunia.
KELAHIRAN BERULANG
Kelahiran berulang atau tumimbal lahir mengacu pada pikiran
kita yang mengambil badan baru setelah kematian. Pikiran kita mengacu pada
seluruh pengalaman emosi dan rasio kita yang tak berbentuk. Ketika kita hidup,
batin dan badan kita saling terkait, tetapi pada saat kematian, keduanya
berpisah. Badan menjadi mayat sedangkan batin terus berlanjut untuk bergabung
dengan badan yang lain. Untuk menekankan kesinambungan dari kesadaran yang
berubah, kita gunakan kata "arus kesadaran" untuk mengacu pada
pikiran kita. Setiap orang mempunyai pikiran atau arus kesadaran masing-masing.
Kapankah Kelahiran Kembali Dimulai?
Pikiran kita, yang sinambung dari satu kehidupan ke
kehidupan selanjutnya, tidaklah berawal-kesinambungan ini tidak terbatas.
Setiap momen pikiran kita adalah kelanjutan dari momen sebelumnya. Siapa kita
ini, dan apa yang kita pikir dan rasakan, tergantung dari siapa kita kemarin.
Pikiran kita sekarang adalah kelanjutan dari pikiran kita sebelumnya. Suatu
momen dalam pikiran kita disebabkan oleh momen pikiran sebelumnya.
Kesinambungan ini dapat dilacak kembali sampai masa kecil dan bahkan sampai
ketika kita masih berupa janin dalam kandungan ibu. Bahkan sebelum masa
pengandungan, arus kesadaran kita telah ada di tubuh yang lain.
Dengan menggunakan contoh garis bilangan, tengoklah ke kiri
dari posisi nol, tidak ada angka pertama yang terkecil, dan tengoklah ke kanan,
tidak ada angka terakhir yang terbesar, selalu bisa ditambahkan atau
dikurangkan satu. Demikian pula, arus kesadaran kita tidak memiliki awal atau
akhir. Kita semua sudah memiliki kelahiran lampau yang tak terhitung banyaknya,
dan pikiran kita akan terus ada. Dengan memurnikan arus kesadaran, kita dapat
membuat keberadaan kita pada masa yang akan datang menjadi semakin baik.
Apa yang Menyebabkan Kelahiran Berulang?
Walaupun semua makhluk hidup memiliki benih ke-Buddha-an
(potensi untuk menjadi Buddha), pikiran mereka selalu diliputi oleh
ketidaktahuan sejak waktu yang tak berawal. Dari ketidaktahuan atau kegelapan
batin, bersemailah ketamakan (keserakahan) dan kemarahan (kebencian), yang
menyebabkan kita terus-menerus mendambakan kehidupan dan kenikmatan-kenikmatan
semunya, sementara kita membenci atau menolak kematian dan hal-hal yang tidak
menyenangkan. Setiap momen ketidaktahuan dihasilkan dari momen-momen
pendahulunya yang tanpa awal. Meskipun ketidaktahuan tidaklah berawal, hal itu
dapat diputus melalui pencapaian Kebijaksanaan dalam Pencerahan.
Bagaimana Kelahiran Berulang Terjadi?
Indra penglihatan, pendengaran, penciuman, pengecapan,
perabaan, serta kesadaran, berfungsi aktif selama kita hidup. Ketika kita
meninggal, indra-indra tersebut berhenti berfungsi dan terserap ke dalam
kesadaran halus.
Kesadaran halus merekam jejak-jejak perbuatan yang pernah
kita lakukan (Karma) dengan semua kecenderungan, kesukaan, kemampuan, dan
karakteristik yang telah dikembangkan dan terkondisi selama kehidupan.
Setelah kematian, kesadaran halus ini meninggalkan tubuh,
memasuki keadaan antara, dan terbangkitkan kembali dalam sel telur yang telah
dibuahi dalam tubuh yang lain. Setelah kesadaran halus bergabung dengan tubuh
baru pada masa pengandungan, kesadaran pengindraan dan kesadaran batin kasar
muncul kembali, dan orang "baru" itu kembali melihat, mendengar,
berpikir, dan sebagainya.
Kesadaran halus yang berpindah dari kehidupan yang satu ke
kehidupan berikutnya adalah sebuah fenomena yang terus-menerus berubah. Hal ini
bukanlah jiwa atau kepribadian yang nyata. Demikianlah seseorang terlahir
kembali dan mengembangkan kepribadian yang terkondisi baik oleh karakteristik
batin yang terbawa sejak sebelum lahir maupun oleh lingkungan yang baru.
Kepribadian akan berubah dan termodifikasi oleh usaha sadar dan faktor-faktor
pengkondisi seperti pendidikan, pengaruh orang tua, dan masyarakat. Pada saat
kematian, kesadaran ini muncul kembali dalam sel telur baru yang sudah
terbuahi.
Proses mati dan lahir kembali ini akan terus berlangsung
sampai kondisi-kondisi yang menyebabkannya-yaitu keserakahan, kebencian, dan ketidaktahuan-terpadamkan.
Ketika keadaan ini tercapai, alih-alih terlahir kembali, kesadaran mencapai
suatu keadaan yang disebut Nirwana, terbebas dari segala penderitaan.
Bagaimana Kesadaran Berpindah dari Satu Tubuh ke Tubuh
Lainnya?
Arus kesadaran kita ini seperti gelombang radio, yang
merupakan energi yang dipancarkan dengan frekuensi yang berbeda-beda. Gelombang
radio dipancarkan melalui angkasa, tertarik dan tertangkap oleh pesawat
penerima dengan gelombang yang sama, dan disiarkan sebagai musik. Ini mirip
dengan kesadaran. Pada saat kematian, energi batin melewati ruang, tertarik dan
tertangkap oleh sel telur terbuahi. Sejalan dengan pertumbuhan embrio, energi
tadi akan berpusat dalam jaringan otak, yang nantinya akan
"menyiarkan" diri sebagai sebuah kepribadian baru.
Apakah Terlahir Kembali Itu Baik?
Gagasan Kelahiran Berulang bisa sangat melegakan karena
gagasan ini menawarkan kesempatan untuk memperbaiki kekeliruan-kekeliruan yang
telah kita perbuat dalam kehidupan, dan juga waktu untuk lebih jauh
mengembangkan keahlian dan kemampuan yang telah kita pupuk dalam kehidupan ini.
Jika kita belum berhasil mencapai Pencerahan dalam kehidupan ini, kita akan
punya kesempatan untuk mencoba kembali pada kelahiran berikutnya. Jika kita
telah melakukan kekeliruan dalam kehidupan ini, kita akan dapat belajar dari
kekeliruan kita. Hal-hal yang tidak dapat kita lakukan atau capai pada
kehidupan saat ini akan sangat mungkin dapat kita wujudkan dalam kehidupan
selanjutnya.
Akhirnya, tujuan akhir dari umat Buddha adalah untuk
mengakhiri roda Kelahiran Berulang-untuk terbebas dari siklus kelahiran dan
kematian, yang merupakan penderitaan berulang. Atas dasar Kewelasan, seseorang
yang telah terbebas juga dapat membantu menunjukkan jalan pembebasan bagi yang
lain.
Dapatkah Kita Mengingat Kehidupan Lampau Kita?
Pikiran kita sudah terkaburkan oleh ketidaktahuan, sehingga
kita sulit untuk mengingat kehidupan sebelumnya. Juga, banyak perubahan yang
terjadi pada tubuh dan kesadaran kita pada saat kita mati dan lahir kembali,
hal ini menyulitkan kita untuk mengingat. Tidak ingat tidaklah berarti bahwa
suatu hal tidak pernah ada-bahkan kita kadang lupa di mana kita memarkir
kendaraan kita! Bagaimanapun, sebagian orang mampu mengingat kehidupan lampau
mereka melalui meditasi.
Haruskah Kita Mengetahui Kehidupan Lampau Kita?
Yang lebih penting adalah bagaimana kita hidup dalam
kehidupan yang sekarang ini. Mengetahui seperti apakah kita ini pada kehidupan
lampau hanya berguna jika hal itu membantu membangkitkan tekad kita untuk menghindari
perbuatan negatif atau untuk membebaskan diri dari Kelahiran Berulang. Yang
penting adalah memurnikan perbuatan-perbuatan negatif kita yang terdahulu,
berusaha untuk tidak menciptakan perbuatan negatif yang baru, dan mengerahkan
daya upaya untuk mengembangkan potensi-potensi positif dan sifat-sifat baik
kita.
Jika kita ingin mengetahui kehidupan kita yang sebelumnya,
kita hanya perlu melihat keadaan kita saat ini. Jika kita ingin tahu kehidupan
kita yang akan datang, kita hanya perlu melihat apa yang kita lakukan saat ini.
Hal ini karena kehidupan kita yang sekarang adalah akibat dari tindakan kita
pada masa lampau.
Kelahiran sebagai manusia merupakan suatu berkah, dan kita
telah menciptakan sebabnya dengan hidup secara baik pada kehidupan lampau kita.
Sebaliknya, kelahiran kita yang akan datang akan ditentukan oleh apa yang kita
pikirkan, katakan, dan perbuat pada saat ini-dan batin kita mendorong semua
tindakan ini. Jadi, kita bisa mendapat gambaran seperti apa kehidupan kita yang
akan datang dengan melihat sikap dan tindakan kita pada saat ini, serta menilai
apakah hal itu bersifat membangun atau merusak. Kita tidak perlu pergi ke
peramal nasib untuk menanyakan apa yang akan terjadi pada diri kita-dengan
mudah kita dapat melihatnya dengan menimbang jejak-jejak yang kita tinggalkan
dalam arus kesadaran kita melalui pikiran, perkataan, dan perbuatan kita saat
ini.
Apa yang Menentukan Keadaan Kelahiran Kembali Kita?
Faktor terpenting yang mempengaruhi di mana kita akan
terlahir kembali dan kehidupan macam apa yang akan kita dapati adalah
Karma-perbuatan-perbuatan batin dan jasmani yang didahului oleh kehendak.
Bagaimana kita saat ini sangat ditentukan oleh bagaimana kita berpikir dan
bertindak pada masa lampau. Begitu juga, bagaimana kita berpikir dan bertindak
saat ini akan mempengaruhi apa jadinya kita pada masa yang akan datang.
Seseorang yang lembut dan penuh kasih cenderung terlahir
kembali di alam surga atau sebagai manusia yang akan banyak merasakan
pengalaman menyenangkan. Orang yang sangat kejam cenderung terlahir kembali di
alam neraka atau sebagai manusia yang akan banyak merasakan pengalaman
menyedihkan. Orang yang mengembangkan hawa nafsu, hasrat buruk, dan ambisi
membara yang tak pernah terpuaskan cenderung terlahir sebagai hantu kelaparan
atau sebagai manusia yang tersiksa oleh rasa tak pernah puas.
Kebiasaan-kebiasaan batin apa pun yang dikembangkan saat ini akan berlanjut
dalam kehidupan selanjutnya.
Dapatkah Kita Menentukan Bagaimana Kita Akan Terlahir
Kembali?
Ya, itulah sebabnya satu di antara Jalan Mulia Berfaktor
Delapan adalah Usaha Benar. Hal itu tergantung dari ketulusan kita, seberapa
besar daya yang kita kerahkan dan seberapa kuat kebiasaan kita. Sebagian orang
menjalani kehidupan ini dengan begitu saja, di bawah pengaruh kebiasaan lampau
mereka, tanpa berusaha untuk berubah. Orang seperti itu akan terus menderita
apabila ia tidak mengubah kebiasaan negatifnya. Semakin lama kita membiarkan
kebiasaan negatif, akan semakin sulit kebiasaan tersebut diubah.
Pengikut Buddha memahami hal ini dan mengambil setiap
kesempatan untuk melenyapkan kebiasaan yang berakibat buruk dan untuk
mengembangkan kebiasaan yang akan membawa kebahagiaan. Meditasi adalah salah
satu teknik yang digunakan untuk mengubah pola kebiasaan batin seperti untuk berbicara
atau menahan diri untuk tidak berbicara, bertindak atau menahan diri untuk
tidak bertindak dalam cara-cara tertentu. Keseluruhan kehidupan Buddhis
merupakan latihan untuk memurnikan dan membebaskan pikiran.
Sebuah Contoh Kelahiran Kembali
Jikalau pada kehidupan lampau Anda adalah orang yang
berwatak sabar dan murah hati, kecenderungan tersebut akan bangkit kembali
dalam kehidupan yang sekarang. Jika sifat-sifat itu diperkuat dan dikembangkan
dalam kehidupan saat ini, mereka akan bangkit lebih kuat dan lebih nampak pada
kehidupan selanjutnya. Hal ini berdasarkan pada fakta sederhana yang dapat
diamati bahwa kebiasaan yang dibangun sejak lama cenderung sulit untuk
ditinggalkan. Jika Anda penyabar dan murah hati, Anda cenderung tidak mudah
terusik oleh orang lain, Anda tidak mendendam, orang-orang menyukai Anda, dan
oleh kerena itu pengalaman-pengalaman Anda cenderung lebih membahagiakan.
Mungkin Anda datang ke dunia ini dengan kecenderungan untuk
menjadi sabar dan murah hati dikarenakan kebiasaan batin Anda pada kehidupan
yang lampau. Jika dalam kehidupan sekarang, Anda lalai untuk memperkokoh dan
mengembangkan sifat-sifat itu, sifat-sifat tersebut berangsur-angsur akan
melemah, luntur, dan bisa jadi akan benar-benar lenyap dalam kehidupan mendatang.
Melemahnya kesabaran dan kemurahan hati dalam hal ini, membuka kemungkinan
dalam kehidupan sekarang atau yang akan datang untuk bermunculannya sifat-sifat
buruk, kemarahan, atau kekejaman yang sekaligus menciptakan
pengalaman-pengalaman yang tidak menyenangkan.
Bagaimanapun juga, jika Anda datang dalam kehidupan ini
dengan kecenderungan mudah marah dan tidak sabar, dan menyadari bahwa kebiasaan
seperti itu hanya menimbulkan penderitaan, Anda dapat berusaha untuk
menggantikannya dengan sifat-sifat yang positif. Jika Anda telah sepenuhnya
menghapus sifat-sifat buruk itu, Anda akan terbebas dari penderitaan yang
disebabkan oleh perangai suka marah dan tidak sabar. Jika Anda hanya mampu
melemahkan kecenderungan itu, sifat-sifat tersebut akan bangkit kembali pada
kehidupan selanjutnya, yang mana dengan usaha yang lebih tekun, sifat-sifat
tersebut dapat dihapuskan sama sekali, membebaskan Anda dari akibat-akibat yang
tidak menyenangkan.
Apakah Ada Bukti Kasus Kelahiran Kembali?
Bukan cuma ada bukti-bukti ilmiah yang mendukung kepercayaan
Buddhis akan Kelahiran Berulang, teori ini adalah satu-satunya teori
pasca-kehidupan yang didukung oleh bukti-bukti yang kuat. Selama 30 tahun
terakhir, pakar-pakar parapsikologis telah mempelajari laporan-laporan mengenai
orang-orang yang memiliki ingatan kuat akan kehidupan lampau mereka.
Sebagai contoh, di Inggris, seorang gadis berusia lima tahun
menyatakan bahwa ia mampu mengingat "Ayah dan Ibunya yang lain" dan
dia berbicara dengan jelas mengenai sesuatu yang mirip dengan kejadian-kejadian
dalam kehidupan orang lain. Pakar parapsikologis diundang dan mereka menanyakan
ratusan pertanyaan yang dijawab oleh gadis cilik ini. Dia bercerita bahwa
dahulu dia tinggal di sebuah desa yang sepertinya berada di Spanyol. Dia
menyebutkan nama desa tersebut, nama jalan tempat ia tinggal, nama para
tetangga, dan rincian mengenai kehidupannya sehari-hari di sana. Dia juga
menceritakan dengan sendu bahwa ia telah tertabrak mobil dan meninggal karena
luka-lukanya dua hari kemudian. Ketika rincian-rincian ini diperiksa, para
penyelidik menemukan bahwa hal-hal tersebut adalah persis adanya. Di Spanyol
terdapat sebuah desa seperti yang telah disebutkan oleh gadis itu. Di sana juga
terdapat rumah yang persis sama dengan yang dia gambarkan, berikut nama
jalannya. Lebih lanjut, ditemukan fakta bahwa dahulu ada seorang wanita berumur
23 tahun yang tinggal di rumah tersebut dan meninggal lima tahun yang lalu
karena tertabrak mobil. Nah, bagaimana mungkin seorang anak lima tahun yang
tinggal di Inggris, yang sebelumnya tidak pernah pergi ke Spanyol, bisa
mengetahui semua rincian tersebut? Dan tentu saja, ini bukanlah satu-satunya
kasus tentang kelahiran kembali.
Sebagai contoh, Profesor Ian Stevenson dari Fakultas
Psikologi Universitas Virginia telah menggambarkan lusinan kasus seperti ini di
dalam buku-bukunya. Dia adalah seorang ilmuwan yang telah diakui, yang lebih
dari 25 tahun mempelajari orang-orang yang mengingat kehidupan lampau mereka.
Hal ini merupakan bukti yang sangat kuat bagi ajaran Buddha mengenai Kelahiran
Berulang.
Apa yang Dijelaskan Oleh Kelahiran Berulang?
Karma dan Kelahiran Berulang menjelaskan banyak misteri yang
"tak terpecahkan":
Ketidaksetaraan
manusia dan berbagai pengalamannya (bahkan saudara kembar pun mempunyai
perangai yang berbeda).
Bakat orang-orang
genius dan anak ajaib.
Pemunculan spontan
naluri suka dan tidak suka pada bayi.
Perbedaan
intelektual antara orang tua dengan anak mereka.
Ledakan emosi yang
mendadak dan perubahan kepribadian.
Kematian mendadak
dan perubahan nasib yang tak terduga.
Apakah Para Ilmuwan Percaya Akan Kelahiran Berulang?
Thomas Huxley, yang berjasa atas masuknya ilmu pengetahuan
ke dalam kurikulum sekolah di Inggris pada abad ke-19, ilmuwan pertama yang
mendukung teori Darwin, percaya bahwa Kelahiran Berulang adalah gagasan yang
sangat masuk akal. Dalam bukunya yang terkenal, "Evolution and Ethics and
other Essays", ia mengatakan:
"Doktrin transmigrasi, baik menurut Brahmanisme maupun
Buddhisme, menawarkan cara untuk menyusun pembuktian yang masuk akal mengenai
hubungan alam semesta dengan manusia. Sampai sekarang, doktrin ini tidak kalah
masuk akalnya dengan dalil-dalil yang lain. Tak seorang pun kecuali pemikir
yang gegabah akan menolak gagasan tersebut karena begitu melekatnya pada
kemustahilan. Seperti halnya doktrin evolusi, doktrin transmigrasi juga berakar
pada dunia nyata dan didukung argumen yang kuat yang mampu memenuhi tuntutan
tersebut."
Profesor Julian Huxley, ilmuwan Inggris ternama lainnya,
yang pernah menjabat Direktur Jenderal UNESCO yakin bahwa Kelahiran Berulang
selaras dengan pemikiran ilmiah. Ia mengatakan:
"Tak seorang pun menyangkal bahwa ada suatu kekuatan,
yang tetap hidup, yang terpancar pada saat kematian, ibarat gelombang berisi
pesan yang disiarkan oleh alat pemancar yang bekerja dengan cara tertentu.
Namun, harus diingat bahwa gelombang tersebut hanya akan berubah menjadi pesan
lagi jika ada kontak dengan susunan materi baru, yaitu alat penerima/mesin
radio. Demikian pula halnya dengan kemungkinan asal-usul unsur batin dalam diri
kita. Unsur tersebut tidak akan bisa mewujudkan pikiran dan perasaannya,
kecuali jika 'terwujud lagi' dengan cara tertentu. Dalam kasus ini, 'kematian',
sejauh yang bisa dilihat orang, bukanlah apa-apa, kematian hanyalah pola-pola
yang berbeda yang mengembara dalam ruang, sampai... mereka kembali, dengan cara
berkontak dengan sesuatu yang bekerja sebagai alat penerima bagi pikiran."
ENAM ALAM KEHIDUPAN
Di Manakah Kita Dapat Terlahir Kembali?
Buddha mengajarkan bahwa ada enam alam kehidupan, di mana
kita terus-menerus terlahirkan kembali. Keenam alam kehidupan ini berkenaan
dengan enam keadaan pikiran, yang mana kita terus-menerus jatuh ke dalamnya
karena ketamakan, kebencian, dan kegelapan batin. Keenam alam kehidupan ini ada
secara fisik dalam dunia kita dan dimensi lain-ada yang tampak dan ada yang
tidak tampak. Alam-alam ini adalah dunia-dunia yang terwujud melalui kekuatan
karma makhluk hidup. Keenam alam kehidupan juga merupakan dunia-dunia
psikologis (keadaan pikiran) yang secara berulang-ulang kita lalui keluar-masuk
dalam kehidupan ini (atau bahkan dalam satu hari). Tidak satu pun dari keenam
alam kehidupan ini yang bersifat kekal-sekalipun surga atau neraka. Ketika
karma suatu makhluk dalam suatu alam habis, ia akan terlahir kembali sesuai
dengan kekuatan karmanya.
Apa Sajakah Keenam Alam Kehidupan Itu?
Ketiga alam pertama disebut alam rendah-di sini terdapat
banyak penderitaan besar. Tiga alam lainnya disebut alam yang lebih tinggi-di
sini pada umumnya terdapat lebih banyak kebahagiaan, walaupun penderitaan masih
tetap ada. Tidak satu pun dari alam-alam kehidupan ini yang merupakan tempat
pernaungan yang aman (bahkan alam dewa sekalipun). Semua Buddha telah terbebas
dari rantai Kelahiran Berulang dalam enam alam kehidupan, walaupun atas dasar
Kewelasan mereka dapat memilih untuk bermanifestasi dalam segala alam untuk
mengajarkan Dharma kepada semua makhluk. Keenam alam kehidupan tersebut adalah:
Alam Makhluk
Neraka
Alam Hantu
Kelaparan
Alam Binatang
Alam Manusia
Alam Semidewa
Alam Dewa
Apakah Alam Makhluk Neraka Itu?
Neraka adalah dimensi alam yang mengerikan dengan derita dan
siksa terus-menerus, di mana penghuninya menjadi bahan siksaan para setan keji
dan binatang buas. Panas api neraka setara dengan tingkat kebencian dan
ketakutan para makhluk di dalamnya; sementara dingin membeku dari es neraka
setara dengan tingkat kekejaman dan ketegaan hati para makhluk di dalamnya.
Neraka terdiri dari banyak tingkatan yang masing-masing terkhususkan dalam
memberikan hukuman yang sesuai dengan bobot karma dari perbuatan jahat yang
dilakukan. Makhluk-makhluk di neraka terbakar oleh amarah atau tersiksa oleh
keresahan mereka sendiri. Mereka tidak melihat bahwa siksaan ini diakibatkan
oleh pikiran mereka sendiri yang salah. Kehidupan di neraka juga lama sekali,
namun tidak abadi selamanya.
Neraka Dalam Dunia Kita
Sebuah Perang Dunia dapat disetarakan dengan neraka, di mana
kekerasan, kebencian, dan ketakutan ada di mana-mana. Dipaksa untuk menghadapi
fobia yang sudah melekat kuat dalam diri kita, seperti naik pesawat atau
memasuki tempat yang belum pernah kita kenal, bisa juga menjadi pengalaman yang
menyerupai neraka.
Apakah Kita Ini Makhluk Neraka?
"Manusia neraka" hidup dengan kebiasaan memandang
dunia ini penuh dengan orang tak dikenal yang berbahaya, setiap orang
terus-menerus tampak mengancam. Motivasi utama "manusia neraka"
adalah untuk memusnahkan atau melenyapkan ancaman-ancaman mereka, dan mereka
pun memusuhi orang-orang yang mereka temui. Mereka sangat menderita karena
merasa tidak aman dan mereka merasakan derita dan penghinaan yang disebabkan
oleh pandangan salah mereka sendiri. Karena tingkah laku mereka terhadap orang
lain, mereka membayangkan setiap orang adalah musuh. Makhluk neraka dikuasai
oleh keadaan batin yang penuh dengan kebencian, rasa takut, dan/atau bahkan
kekerasan. Mereka seolah-olah hidup di neraka dalam dunia ini karena mereka
membuat setiap situasi sebagai tempat siksaan bagi mereka sendiri. Jika
seseorang meninggal dunia dalam keadaan batin seperti ini, ia cenderung untuk
terlahir kembali di alam neraka.
Apakah Alam Hantu Kelaparan Itu?
Dimensi dari hantu kelaparan adalah makhluk seperti hantu
yang mewakili bauran antara sifat ketamakan dan kebencian. Mereka tersiksa oleh
keinginan yang tidak terpenuhi dan nafsu yang tidak pernah terpuaskan. Mereka
adalah makhluk menyedihkan yang penuh kekurangan dalam diri mereka sendiri,
yang tidak mampu melihat bahwa sesuatu yang telah berlalu tidak mungkin
diperoleh kembali. Keadaan mereka mewakili kemelekatan mereka terhadap masa
lalu. Pada saat lapar dan haus, mereka tidak dapat makan atau minum tanpa
mengakibatkan mereka sangat tersiksa. Tenggorokan mereka yang kurus panjang
sangatlah panas dan sempit, sehingga jika mereka menelan, tenggorokan mereka
akan terasa terbakar. Perut buncit mereka pun tidak mampu mencerna makanan.
Hantu Kelaparan Dalam Dunia Kita
"Manusia hantu kelaparan" adalah seorang kikir
yang selalu memikirkan uang, uang, dan uang dengan segala cara; berpandangan
keliru bahwa uang adalah sumber Kebahagiaan Sejati. Hantu kelaparan yang lain
adalah pecandu obat-obatan yang nyaris tidak mampu bertahan hidup dan hanya
berpikir bagaimana mendapatkan obat lagi, yang ketika pengaruh obatnya memudar,
ia akan kembali ketagihan. Sepasang kekasih yang saling tergantung secara
berlebihan juga bisa menjadi hantu kelaparan jika mereka selalu mendambakan
sesuatu dari pasangannya, padahal pasangannya juga mungkin tidak mampu
memenuhinya.
Apakah Kita Ini Hantu Kelaparan?
Sebagian orang begitu dikuasai oleh nafsu keinginan
sampai-sampai mereka hidup hanya untuk mengumpulkan harta benda atau pemuasan
nafsu untuk kepentingan mereka sendiri. Sekalipun mereka mendapatkan apa yang
mereka inginkan, itu hanya memberikan mereka sedikit kepuasan. Tidak peduli
berapa pun banyaknya yang mereka miliki, mereka selalu merasa ada sesuatu yang
kurang. Orang-orang seperti ini terus mengejar pengalaman-pengalaman tertentu
untuk merasa nyata dan hidup, membutakan diri mereka sendiri dari ketenteraman
batin. Mereka dikuasai oleh keadaan batin yang penuh nafsu. Jika seseorang
meninggal dalam keadaan batin seperti ini, orang tersebut cenderung terlahir
kembali di alam hantu kelaparan.
Apakah Alam Binatang Itu?
Alam binatang adalah pemuasan naluriah akan segala dorongan
biologis seperti rasa lapar dan birahi. Semua usaha ditujukan untuk pemuasan
hasrat badaniah dan kelangsungan diri. Di alam ini, karena ketidaktahuan,
mereka tidak mampu melihat hal-hal selain kebutuhan alami dari jasmani.
Binatang Dalam Dunia Kita
Seorang manusia bisa saja terlahir kembali sebagai binatang
tertentu jika watak dan kebiasaannya menyerupai binatang. "Manusia
Binatang" juga ada dalam dunia kita-seperti "kentang tidur" yang
hanya makan, tidur, dan nonton televisi sepanjang hari, semakin hari semakin
tak berguna-malas dan tidak berkesadaran. Seseorang yang dengki dan penuh rasa
curiga bisa terwujud kecil dan kurus kering, mirip dengan penampakan dan sifat
ular beracun.
Apakah Kita Ini Binatang?
"Manusia binatang" adalah seseorang yang menolak
untuk melihat arti dan tujuan hidup sebenarnya. Kebutuhan ragawinya akan
makanan, tidur, dan seks bisa saja terpenuhi dan ia mendapatkan kepuasan dan
kenikmatan di sana. Akan tetapi, pemuasan itu menjadi tujuan akhir dalam
hidupnya sendiri. Baginya, hidup tidak memiliki arti yang lebih dari itu.
Walaupun dia gelap batin karena tidak mampu melihat tujuan mulia yang lebih
tinggi, belum tentu ia bodoh dalam hal intelektual, tetapi ia tidak mempunyai
cita-cita luhur dalam hidup dan tidak bisa hidup di luar dirinya. Ia hidup
tanpa visi atau budaya, padahal ia dapat memilih untuk mengembangkan batinnya.
Orang seperti itu dikuasai oleh keadaan batin yang penuh kegelapan. Seseorang
yang meninggal dalam keadaan batin seperti ini cenderung terlahir kembali sebagai
binatang.
Apakah Alam Manusia Itu?
Alam kehidupan manusia adalah dunia kita sehari-hari seperti
ini. Alam manusia juga mengandung alam-alam kehidupan lain yang diciptakan oleh
manusia sendiri.
Manusia Dalam Dunia Kita
Inilah alam di mana manusia mencari jati dirinya. Pada
dasarnya manusia tidak yakin akan sifat segala sesuatu-termasuk dirinya yang
sebenarnya. Di dalam dunia inilah, pandangan cerah transendental terhadap sifat
sejati "diri" dapat dicapai. Inilah dunia di mana seseorang dapat
cukup sadar untuk menyadari keadaannya yang tidak memuaskan dan berusaha untuk
mencari pembebasan, menjadi tercerahkan, melepaskan diri dari roda kelahiran
dan kematian.
Apakah Kita Ini Manusia?
Seorang manusia yang benar-benar hidup adalah orang yang
menyadari keadaannya yang spesial dan begitu menghargainya, karena tidaklah
mudah untuk terlahir kembali sebagai manusia. Kita tidak boleh menganggap remeh
kehidupan ini, tidak berusaha menyadari arti kehidupan ini. Alam manusia adalah
alam yang paling menguntungkan karena di dalamnya terdapat bauran suka dan duka
yang memberikan kita banyak kesempatan untuk menyadari sifat sejati kehidupan.
Kelahiran Berulang di alam-alam lainnya kalah menguntungkan, karena penderitaan
terus-menerus di alam rendah dapat membuat patah semangat, sementara kesenangan
terus-menerus di alam yang lebih tinggi menjadikan kita terbuai secara
spiritual. Manusia terjangkit oleh tiga racun: ketamakan, kebencian, dan
kegelapan dengan kadar yang berbeda-beda. Dalam kehidupan yang berharga ini, seseorang
dapat terlahir kembali ke alam kehidupan yang lain atau membebaskan diri dari
siklus Kelahiran Berulang. Oleh karena itu, hidup sebagai manusia sangatlah
berharga, karena ini adalah titik tolak bagi keberadaan kita, untuk menjadi
lebih baik atau lebih buruk.
Apakah Alam Semidewa Itu?
Alam semidewa (asura) atau surga rendah terdiri dari
asura-asura jantan yang ganas, buruk rupa, dan penuh iri, yang selalu bertikai
dengan dewa-dewa di alam dewa demi kekuasaan dan kebahagiaan. Mereka berusaha
mewujudkan nafsu ego untuk menambah kekuatan. Mereka tidak pernah menang karena
para dewa sendiri telah menciptakan karma untuk dapat menikmati posisi mereka.
Semidewa betina tidak kalah dengki dan serakahnya, tetapi mereka tidak
menggunakan kekuatan melainkan dengan godaan dan rayuan. Semidewa menyerupai
dewa dalam hal kekuasaan dan keperkasaan, walaupun mereka sama sekali tidak
bahagia. Kesuksesan, kepemilikan, dan kesejahteraan pihak lain membuat mereka
sirik. Kepuasan mendalam yang orang lain dapatkan dari karma baik mereka bisa
membuat para semidewa ini berjuang keras, bahkan dengan kekerasan, untuk
merampasnya.
Semidewa Dalam Dunia Kita
"Manusia semidewa" bukanlah tidak umum dalam dunia
politik, bisnis, sindikat bandit, dan berbagai bidang di mana banyak orang yang
relatif makmur terus-menerus berusaha untuk saling mengungguli dalam segala
aspek kehidupan-baik dalam pangkat karier, kepemilikan harta benda, atau bahkan
keluarga. Hal ini sering makan pengorbanan yang besar, bahkan mengorbankan
persahabatan sekalipun.
Apakah Kita Ini Semidewa?
Semidewa selalu berusaha untuk menjadi lebih pintar, lebih
kuat, lebih kaya, atau lebih berpengalaman dibandingkan dengan yang lain.
Masing-masing selalu berharap yang lain melemah supaya ia selalu tetap menjadi
yang terkuat. Walaupun selalu ingin membuktikan superioritasnya, mereka sangat
sadar akan kepangkatan dan cenderung untuk membentuk struktur kekuatan,
bersekutu untuk menjegal pihak lain-yang ujung-ujungnya demi mereka pribadi.
Mereka dapat berhubungan dengan yang lain hanya berdasarkan kekuasaan atau
ketundukan, tidak ada kesetaraan, dan ketika mereka bisa, mereka akan
menguasai. Menikam dari belakang dan bersekongkol adalah hal yang biasa.
Seorang manusia dapat terlahir kembali sebagai semidewa jika dia egois dan gila
kekuasaan. Bagaimanapun, dia tetap memerlukan karma baik untuk dapat terlahir
kembali di suatu surga. Orang seperti itu terkuasai oleh keadaan batin yang
penuh dengan ketamakan dan kebencian, karena jasa-jasa kebaikannya dilakukan
tanpa Kebijaksanaan. Seseorang yang meninggal dalam keadaan batin seperti ini
akan cenderung terlahir kembali sebagai semidewa.
Apakah Alam Dewa Itu?
Alam dewa (dalam hal ini, dewa tidak mengacu pada sosok maha
pencipta) atau surga terdiri dari berbagai tingkatan kepuasan dan kegembiraan
indrawi. Para dewa dapat menikmati keindahan dengan kebaikan mereka sendiri.
Mereka adalah makhluk-makhluk dengan tubuh yang lembut dan rupawan, yang
menyukai musik dan tarian, karenanya mereka dapat menikmati kesenangan yang
menghanyutkan. Pengalaman seperti itu dapat dikembangkan dengan meditasi,
tetapi berbahaya karena seseorang akan terbuai, padahal hal ini hanya bersifat
sementara. Setelah waktu yang lama, para dewa akan jatuh dari keadaan
kebahagiaan mereka. Jika mereka tidak menyadari bahwa mereka tidak kekal adanya
dan mulai menjalani kehidupan spiritual, mereka akan terlahir kembali ke alam
kehidupan yang lebih rendah tatkala mereka telah menghabiskan karma baiknya di
surga.
Dewa Dalam Dunia Kita
"Manusia dewa" adalah seperti para raja dan ratu
pada zaman dulu, yang hidup dalam kemewahan dan penuh kekuasaan. Mereka dapat
memenuhi semua keinginan mereka hanya dengan memerintah. Pada zaman sekarang,
mereka adalah orang-orang kaya, terkenal, dan berkuasa yang tingkat
kehidupannya jauh di atas orang biasa, sering kali memanjakan diri dengan
pemborosan dan kemewahan.
Apakah Kita Ini Dewa?
Dewa adalah seseorang yang memiliki kekuasaan besar dalam
posisinya. Permintaannya akan berbagai benda dengan mudah dapat terkabul.
Karena posisinya tercapai lewat pengumpulan banyak karma baik, tentu saja ia
dapat menikmati kesejahteraan yang pantas diperolehnya. Namun, ia cenderung
terlalu menikmati kegembiraannya dan melupakan gambaran yang lebih besar, lupa
bahwa keadaannya yang sekarang tidaklah abadi, dan masih banyak makhluk-makhluk
yang kurang beruntung yang dapat ia bantu. Seorang manusia dapat terlahir
kembali menjadi dewa jika ia sangat berbudi. Orang seperti itu terselubungi
oleh ketidaktahuan karena ia membuat banyak jasa kebajikan tanpa Kebijaksanaan
dan kurang menyadari pentingnya kehidupan spiritual. Seseorang yang meninggal
dalam keadaan batin seperti ini cenderung untuk terlahir kembali sebagai dewa.
EMPAT PIKIRAN LUHUR
Setiap orang ingin berbahagia, tetapi kebahagiaan tidak
dapat dicapai dalam pemisahan diri. Kebahagiaan seseorang bergantung pada
kebahagiaan bersama dan kebahagiaan bersama bergantung pada kebahagiaan
seseorang. Hal ini dikarenakan semua kehidupan adalah saling bergantung. Untuk
menjadi bahagia, kita perlu mengembangkan sikap yang baik kepada orang lain
dalam masyarakat dan kepada semua makhluk hidup.
Cara terbaik untuk mengembangkan sikap yang baik kepada
semua makhluk hidup adalah melalui meditasi. Di antara banyak topik meditasi
yang diajarkan oleh Buddha, ada empat yang secara spesifik berkenaan dengan
pengembangan Cinta kasih, Kewelasan, Kegembiraan Simpatik, dan Keseimbangan
Batin. Empat hal ini disebut Empat Pikiran Luhur. Keempatnya tertuju kepada
makhluk hidup yang tak terhingga banyaknya dan karma baik yang dihasilkan
dengan menjalankan keempatnya tidaklah terukur. Empat Pikiran Luhur itu
memunculkan "Cinta Sejati", yang membawa sukacita bagi kita dan
orang-orang yang kita cintai. Jika cinta kita tidak membawa sukacita bagi diri
kita sendiri dan orang-orang yang kita cintai, itu bukan Cinta Sejati. Dalam
Cinta Sejati, juga tidak ada perasaan yang terpisah dari yang lain. Aspek-aspek
Cinta Sejati, seperti semua aspek dari ajaran Buddha, saling berhubungan; ini
berarti bahwa setiap aspek mengandung semua aspek lainnya.
Dengan mengembangkan sikap-sikap luhur Cinta Kasih,
Kewelasan, Kegembiraan Simpatik, dan Keseimbangan Batin, kita dapat secara
bertahap melenyapkan niat buruk, kekejaman, iri hati, dan nafsu keinginan.
Dengan jalan ini, mereka dapat mencapai kebahagiaan bagi diri mereka sendiri
dan pihak lain, sekarang dan pada masa yang akan datang.
Cinta Kasih
Cinta kasih adalah pengharapan agar semua makhluk, tanpa
terkecuali, berbahagia. Cinta kasih menangkal niat buruk (kebencian). Sikap
Cinta Kasih adalah seperti perasaan yang ada pada seorang ibu terhadap bayi
yang baru dilahirkannya. Ia berharap agar anaknya beroleh kesehatan yang baik,
memiliki teman-teman yang baik, pandai, dan sukses dalam segala usahanya.
Pendeknya, ia berharap dengan tulus agar anaknya berbahagia. Kita dapat
memiliki sikap Cinta Kasih yang sama kepada seorang teman atau orang lain di
kelas, komunitas, atau negara kita.
Cinta Kasih yang meluas dalam contoh di atas terbatas pada
orang-orang yang mana kita masih memiliki keterikatan atau kepedulian. Akan
tetapi, meditasi Cinta Kasih menuntut kita untuk meluaskan Cinta Kasih bukan
hanya kepada orang-orang yang kita merasa dekat, tetapi juga kepada orang-orang
yang hanya kita kenal sekilas atau bahkan tidak kita kenal sama sekali.
Akhirnya, Cinta Kasih kita diperluas meliputi semua makhluk di seluruh alam
kehidupan. Hanya dengan begitulah sikap Cinta Kasih universal yang dijumpai
dalam kehidupan sehari-hari bisa mencapai tataran yang luhur atau tak terbatas.
Kewelasan
Kewelasan atau Belas Kasihan adalah pengharapan agar semua
makhluk hidup terbebas dari penderitaan. Ini adalah kehendak dan kemampuan
untuk membebaskan dan mengubah penderitaan dan meringankan kesengsaraan ketika
menghadapi kekejaman. Ketika seorang ibu, misalnya, melihat anaknya sakit serius,
secara alami ia akan tergerak oleh rasa Kewelasan dan berharap dengan
sungguh-sungguh dan bertindak sedemikian rupa supaya anaknya dapat terbebas
dari penderitaan akibat penyakitnya. Begitu pula, kebanyakan orang telah
mengalami perasaan Kewelasan ketika menyaksikan penderitaan kerabatnya, teman
sekolahnya, bahkan hewan peliharaannya. Kewelasan harus melampaui batas-batas
kelompok atau individu yang kita cintai atau pedulikan. Kewelasan harus
diperluas meliputi semua makhluk hidup di segenap alam kehidupan agar menjadi
tak terbatas.
Kegembiraan Simpatik
Kegembiraan Simpatik adalah sikap ikut bergembira akan
kebahagiaan dan kebajikan semua makhluk hidup. Sikap ini berlawanan dengan iri
hati dan mengurangi keterpusatan pada diri sendiri.
Kegembiraan Simpatik dapat dialami oleh seorang ibu yang
bersukacita karena anaknya sukses dan bahagia dalam hidupnya. Demikian pula,
hampir setiap orang pada suatu saat pernah mengalami perasaan sukacita atas
nasib baik temannya. Hal-hal ini merupakan bentuk-bentuk Kegembiraan Simpatik
pada umumnya. Dengan melakukan meditasi Kegembiraan Simpatik, kita memancarkan
sukacita kepada semua makhluk dan tidak hanya kepada orang-orang yang dicintai.
Hanya dengan demikian kita mengalami Kegembiraan Simpatik sebagai suatu keadaan
pikiran yang luhur dan tak terbatas.
Keseimbangan Batin
Keseimbangan Batin adalah sikap menganggap semua makhluk
hidup adalah setara, terlepas dari hubungan mereka dengan diri sendiri.
Keseimbangan Batin menetralkan ketamakan dan kebencian, Keseimbangan Batin
tidak dingin atau tidak acuh-Keseimbangan Batin adalah kasih yang tidak terbagi
dan tanpa prasangka.
Ketika seorang anak yang bertumbuh dewasa tinggal bersama
keluarganya, ia mulai menjalani kehidupan yang mandiri dan bertanggung jawab
kepada diri sendiri. Meskipun ibunya masih memiliki perasaan Cinta Kasih,
Kewelasan, dan Kegembiraan Simpatik kepadanya, ketiga perasaan tersebut
sekarang tergabung dengan sebuah perasaan baru akan Keseimbangan Batin. Sang
ibu mengenali posisi baru anaknya dalam kehidupannya yang mandiri dan
bertanggung jawab, dan tidak mengikat dia erat-erat.
Bagaimanapun juga, untuk mencapai keadaan pikiran yang
luhur, sikap Keseimbangan Batin harus diperluas mencakup semua makhluk. Untuk
melakukan hal ini, kita perlu ingat bahwa hubungan kita dengan para keluarga,
teman, bahkan orang yang memusuhi adalah akibat dari karma lampau kita. Dengan
demikian, seyogianya kita tidak melekat erat pada keluarga dan teman sementara
memandang yang lain dengan tak acuh atau kebencian. Lebih jauh, keluarga dan
teman kita dalam kehidupan sekarang mungkin pernah menjadi lawan dalam suatu
kehidupan lampau dan mungkin menjadi lawan lagi pada kehidupan yang akan
datang, sedangkan lawan kita dalam kehidupan sekarang bisa jadi adalah keluarga
dan teman kita dalam suatu kehidupan lampau, dan mungkin akan menjadi keluarga
dan teman kita lagi dalam kehidupan yang akan datang.
MUSABAB YANG SALING BERGANTUNG
Buddha sering mengajarkan perihal Musabab yang Saling
Bergantung. Melalui pemahaman tentang Musabab yang Saling Bergantung, Buddha
mencapai Pencerahan. Buddha berkata, "Sungguh dalam, Musabab yang Saling
Bergantung ini. Dikarenakan tidak menyadari prinsip inilah, semuanya jadi ruwet
seperti sebuah bola benang, tak mampu menghentikan penderitaan dan Kelahiran
Berulang."
Hukum Musabab yang Saling Bergantung
Dasar Musabab yang Saling Bergantung adalah bahwa kehidupan
dan dunia ini dibangun oleh serangkaian hubungan, yang mana kemunculan dan
lenyapnya suatu faktor tergantung pada beberapa faktor lain yang mengondisikannya:
Bila ini ada, itu ada.
Ini muncul, itu muncul.
Bila ini tidak ada, itu tidak ada.
Ini lenyap, itu lenyap.
"Ini" + Kondisi Tertentu = "Itu"
Pada prinsip ketergantungan dan relativitas, terletak
kemunculan, keberlanjutan, dan kelenyapan berbagai keberadaan. Hal ini
dinamakan Hukum Musabab yang Saling Bergantung. Di sini ditekankan bahwa segala
fenomena di alam semesta merupakan keadaan yang terkondisi secara relatif dan
tidak muncul sendiri tanpa kondisi-kondisi yang mendukung. Suatu fenomena
muncul karena adanya kombinasi dari berbagai kondisi yang mendukung kemunculan
fenomena itu. Fenomena tersebut akan lenyap jika kondisi dan komponen pendukung
kemunculannya telah berubah dan tidak dapat menopangnya lagi. Keberadaan
kondisi-kondisi pendukung ini juga tergantung pada faktor-faktor lain untuk
kemunculan, keberlanjutan, kelenyapan, dan kemungkinan kemunculannya kembali.
Dalam hal ini, segala sesuatu adalah sunya (mempunyai karakteristik kekosongan)
dari suatu sifat diri yang terpisah. Hukum ini juga menjelaskan bagaimana
Kelahiran Berulang bisa terjadi.
Sebuah Contoh Musabab yang Saling Bergantung
Untuk menggambarkan sifat saling bergantungnya segala
sesuatu di sekitar kita, kita umpamakan sebuah lampu minyak. Nyala api dalam
sebuah lampu minyak tergantung pada udara, minyak, panas, dan sumbu. Ketika
semua faktor ini ada, api akan menyala. Jika salah satu atau lebih dari
faktor-faktor ini tidak ada, nyala api akan padam. Demikianlah, kemunculan
semua fenomena tergantung pada sejumlah faktor penyebabnya, tidak berdiri
sendiri. Inilah prinsip Musabab yang Saling Bergantung.
Musabab yang Saling Bergantung dan Relativitas
Hukum Musabab yang Saling Bergantung adalah cara yang
realistik untuk memahami alam semesta. Kenyataan bahwa segala sesuatu tak lebih
dari serangkaian hubungan yang kompleks, konsisten dengan pandangan ilmiah
modern (seperti Teori Relativitas Einstein dan Teori Kuantum). Karena segala
sesuatu adalah terkondisi, relatif, dan saling tergantung, di dunia ini tidak
ada sesuatu yang bisa dipandang sebagai sebuah sosok yang permanen dengan
identitas yang permanen pula. Segala sesuatu adalah seperti apa adanya,
hanyalah terkondisi oleh hal-hal lainnya.
Sebagai contoh, seseorang tidak dapat dengan sendirinya atau
begitu saja menjadi seorang ayah-dia menjadi ayah karena hubungannya dengan
anaknya. Seseorang yang menjadi ayah bagi anaknya, juga menjadi anak bagi
ayahnya. Identitasnya bersifat relatif dan tergantung pada hubungannya dengan
orang lain. Istilah-istilah seperti panjang dan pendek, tinggi dan rendah, ayah
dan anak, dan sebagainya bersifat relatif dan hanya akan berarti dalam
kaitannya dengan yang lain. Relativitas berarti bahwa dikarenakan setiap hal
tidak ada secara mandiri, dengan sendirinya hal itu tidak memiliki suatu sifat
yang ajek secara intrinsik.
Dunia ini dibangun oleh sekumpulan hubungan yang saling
terkait, namun lumrahnya pikiran kita menciptakan gambaran-gambaran semu akan
kekekalan suatu hal dikarenakan kegelapan batin dan nafsu kita. Sebagai contoh,
sudah lazim bagi kita untuk melekat pada apa yang kita anggap cantik dan kita
sukai, serta menolak apa yang buruk dan tidak kita sukai. Karena takluk oleh
kekuatan ketamakan dan kebencian, kita disesatkan oleh kegelapan batin. Kita
tidak menyadari bahwa ini semua sesungguhnya tidak nyata. Seperti sebuah bola
api yang diputar dengan cepat, pada suatu momen dapat menciptakan ilusi sebuah
lingkaran cahaya.
Sebuah Percakapan Menarik Tentang Musabab yang Saling
Bergantung
Cuplikan berikut ini disunting dari sebuah ceramah Dharma di
National University of Singapore Buddhist Society. (YM: Yang Mulia Thubten
Chodron; PM: Pemirsa)
Di Mana Biskuitnya?
YM: (Memegang sebuah biskuit) Sebuah biskuit kelihatan
seperti biskuit nyata karena ada beberapa "sifat biskuit"
padanya-sepertinya biskuit ini eksis betulan, terpisah dari pemikiran kita.
Jika biskuit ini benar-benar ada seperti itu, lalu ketika kita menganalisis dan
mencari apa sebenarnya biskuit ini, kita seharusnya mampu menemukannya.
(Biskuit tersebut dipatahkan dan sepotong diperlihatkan ke pemirsa). Apakah
potongan ini sebuah biskuit?
PM: Ya.
YM: (Mengangkat potongan lainnya) Apakah ini biskuit?
PM: Ya.
YM: (Meremukkan potongan biskuit) Apa ini sekarang?
PM: Remah-remah.
YM: Jadi sekarang tidak ada lagi biskuit? Apa yang terjadi
pada biskuit yang kita lihat sebelumnya? Jika biskuit itu memiliki sifat
kebiskuitan di dalamnya, di manakah sifat itu sekarang? Apa yang kita punyai
sekarang adalah atom dan molekul yang sama dengan sebelumnya, tetapi sekarang
kita menyebutnya remah-remah, bukan biskuit!
Jika ada biskuit yang intrinsik di sana, kita seharusnya
mampu menemukannya, entah di antara bagian-bagiannya ataupun terpisah dari
bagian-bagiannya-tetapi ia tidak ada di mana pun. Ini berarti tidak ada biskuit
yang intrinsik sejak awalnya.
PM : Sebuah biskuit adalah kumpulan atom dan molekul.
Biskuit merupakan kesemua bagiannya yang menjadi satu.
YM : Namun suatu kumpulan hanyalah sekelompok dari
bagian-bagiannya. Jika tidak ada satu bagian pun yang memang dengan sendirinya
adalah sebuah biskuit, bagaimana mungkin beberapa bagian yang bersatu itu
lantas menjadi sebuah biskuit yang berdiri sendiri dengan sifat kebiskuitannya?
Jika Anda mengumpulkan serangga yang bukan kupu-kupu, misalnya belalang, apakah
itu akan membentuk seekor kupu-kupu? Bagaimana mungkin sekelompok non-biskuit
atau remah-remah bisa membentuk sebuah biskuit yang nyata?
PM: Kalau begitu tidak ada biskuit sama sekali? Lalu apa
yang saya makan ini?
YM: Apa yang tengah kita bahas adalah biskuit yang tidak
tergantung pada bagian-bagian penyusunnya. Biskuit yang nyata berdiri sendiri
tidak dapat ditemukan karena ia memang tidak ada. Tetapi biskuit yang
keberadaannya tergantung pada hal-hal lain, itu ada! Apa yang Anda makan masih
tetap sebuah biskuit!
Biskuit ada karena sekumpulan atom dan molekul bersatu dalam
pola tertentu. Pikiran kita melihatnya dan mencerapnya sebagai sebuah benda dan
menyebutnya biskuit-benda itu menjadi biskuit karena kita semua telah
memahaminya dengan cara yang senada dan setuju, dengan kesepakatan bersama,
untuk menyebutnya "biskuit".
Biskuit itu ada bergantung pada faktor-faktor penyebab dan
kondisinya: tepung, air, pembuat roti, dan sebagainya. Ia bergantung pada
pikiran kita mencerapnya sebagai suatu benda dan menamakannya
"biskuit". Terpisah dari biskuit yang keberadaannya bergantung pada
faktor lain, tidak ada lagi biskuit yang lain. Jadi benda ini sunya atau kosong
dari sifat biskuit yang intrinsik dan terpisah. Ia ada, tetapi tidak sama
dengan cara kita melihatnya. Ia tampaknya berdiri sendiri, padahal sebenarnya
tidak demikian.
Di Manakah Diri Itu?
YM: Hal yang sama juga berlaku bagi "diri" atau
"aku". Ingat saat Anda sedang marah. Bagaimana "aku" muncul
kemudian? Ia tampak sangat solid-seolah-olah ada aku yang nyata yang sedang
dihina orang lain. "Aku" itu merasa nyata, seakan berdiri sendiri,
tetapi masih di suatu tempat di dalam batin dan badan kita. Kita menjadi marah
untuk mempertahankan "aku" yang tampak begitu nyata. Jika
"aku" yang solid dan berdiri sendiri itu ada sebagaimana tampak oleh
kita, kita harus mampu menemukannya, entah di dalam batin
atau badan kita, ataupun terpisah dari mereka. Tidak ada
tempat lain di mana "aku" dapat berada. Mari kita lihat, apakah
"Anda" adalah badan Anda?
PM: Ya.
YM: Bagian mana dari badan Anda yang merupakan
"Anda"? Apakah "Anda" lengan Anda? Dada Anda? Ujung kaki
Anda? Otak Anda? Jelas bahwa kita bukan bagian apa pun dari badan kita. Mari
kita coba lagi. Apakah "Anda" adalah batin Anda?
PM: Mestinya demikian.
YM: Batin yang manakah "Anda"? Apakah
"Anda" adalah kesadaran penglihatan Anda? Kesadaran pendengaran Anda?
Kesadaran batin Anda? Apakah Anda adalah suatu perangai tertentu? Jika Anda
adalah sifat marah Anda, kelau begitu Anda akan selalu marah!
PM: "Aku" adalah yang pergi dari satu kehidupan ke
kehidupan selanjutnya.
YM: Tetapi, apa yang pergi dari satu kehidupan ke kehidupan
selanjutnya terus-menerus berubah. Dapatkah Anda menunjukkan suatu momen
pikiran Anda yang telah menjadi dan selalu akan menjadi "Anda"?
Apakah Anda adalah pikiran yang kemarin? Pikiran hari ini? Ataukah pikiran
besok?
PM: "Aku" adalah mereka semua.
YM: Namun itu merupakan kumpulan bagian-bagian, yang tak
satu pun merupakan "aku". Menyebutnya sebagai "aku" adalah
seperti menyebut kumpulan belalang sebagai seekor kupu-kupu. Bisa jadi Anda
benar-benar terpisah dari batin dan badan Anda. Kalau benar begitu, dapatkah
Anda membawa pergi batin dan badan Anda sementara "Anda"
("aku") tetap tinggal terpisah? Jika "aku" terpisah dari
batin dan badan, batin dan badan saya bisa di sini dan "aku" bisa
berada di seberang ruangan sana. Mungkinkah itu?
"Aku" atau "diri" tidak berdiri terlepas
dari batin dan badan. Dia bukan batin dan dia bukan badan; bukan pula gabungan
batin dan badan. Dengan kata lain, "aku" yang solid yang kita rasakan
ketika kita marah ini, tidak ada. Inilah yang dimaksud dengan "tiada
diri": tidak ada diri yang mutlak eksis atau terpisah keberadaannya. Ini
tidak berarti bahwa "aku" ini tidak ada sama sekali. Yang kita
tiadakan adalah keberadaannya yang kekal dan lepas terpisah. Secara
konvensional, keberadaan "aku" yang marah itu ada, tetapi
"aku" itu tidak eksis secara terpisah.
"Aku" bergantung pada sebab-sebab dan
kondisi-kondisi: bertemunya sperma dan sel telur orang tua kita, kesadaran kita
dari kehidupan sebelumnya, dan lain-lain. "Aku" juga bergantung pada
bagian-bagian penyusunnya: batin dan badan kita. "Aku" juga
bergantung pada konsep dan penamaan, yaitu dengan bergabungnya batin dan badan
kita, kita mencerap seseorang dan menamainya "aku". Kita ada hanya
karena "diberi label" dengan dasar penyusunnya-batin dan badan kita.
Bagaimana Pemahaman Tentang Musabab yang Saling Bergantung
Dapat Membantu Kita?
PM: Bagaimana pemahaman tentang kaidah ini dapat membantu
kita?
YM: Ketika kita menyadari Kesunyaan, kita mampu melihat
bahwa tidak ada sosok nyata yang marah. Tidak ada sosok nyata yang perlu
dipertahankan reputasinya. Tidak ada seseorang atau sebuah objek indah yang
berdiri sendiri, yang harus kita miliki. Dengan menyadari Kesunyaan,
kemelekatan kita, kemarahan, iri hati, kesombongan, dan sifat-sifat tak terpuji
lainnya akan musnah, karena tidak ada sosok nyata yang mutlak harus dilindungi
dan tidak ada objek nyata yang mutlak harus dilekati.
Ini tidak berarti kita menjadi lembam dan tidak bergairah,
dengan berpikiran, "Tidak ada aku yang nyata, tidak ada tujuan yang nyata,
lalu buat apa repot-repot berbuat ini dan itu?" Menyadari ketiadaan diri
(Kesunyaan) memberikan kita ruang gerak yang luas. Alih-alih menghabis-habiskan
energi untuk kemelekatan, amarah, dan kegelapan batin, kita bebas menggunakan
Kebijaksanaan dan Kewelasan kita yang besar, dengan berbagai cara untuk
membantu makhluk lain.
KESUNYAAN
Kesunyaan (Sanskerta: sunyata), yang merupakan salah satu
kebenaran yang paling mendalam di dalam ajaran Buddha, sering disalahpahami.
Sunya adalah istilah yang paling tepat, meskipun tidak pas diterjemahkan
sebagai 'kekosongan'. Kesunyaan merupakan kebenaran praktis yang sangat
membantu kita dalam kehidupan sehari-hari.
Contoh-Contoh Kesunyaan
Sebuah analogi untuk menjelaskan Kesunyaan adalah sebuah
sungai. Sebuah sungai tidak sungguh-sungguh eksis karena sungai itu merupakan
banyak arus air yang datang dan pergi, yang merupakan penyusunnya. Setiap arus
ini tidak substansial, masing-masing tersusun dari kumpulan arus-arus yang
lebih kecil lagi di dalamnya. Tidak ada sungai yang substansial atau
"riil"-yang ada hanya aliran. Kita mengatakan bahwa sungai itu kosong
dari sifat nyata yang pasti-inilah Kesunyaan. Segala sesuatu di alam semesta
(fenomena fisik dan mental) menunjukkan karakteristik Kesunyaan.
Contoh lain adalah sebuah air terjun. Sebuah air terjun yang
dilihat dari jauh tampak seperti ujud utuh helaian yang berkilau. Namun, ketika
diamati lebih dekat, kita melihat dengan jelas bahwa "helaian" itu
tak lain adalah sebuah arus air yang mengalir secara sinambung. Pada
hakikatnya, tidak ada "air terjun" yang riil-yang ada hanyalah tetes
air yang terjun.
Dua Sisi Kesunyaan
Berikut adalah sebuah ungkapan yang berguna untuk mengingat
konsep pokok Kesunyaan:
Kesunyaan menerima Keberadaan dari Keberadaan;
Kesunyaan menolak Inti Diri dalam Keberadaan.
Ini berarti bahwa Kesunyaan TIDAK menyangkal keberadaan
segala sesuatu, tetapi menyangkal adanya suatu diri yang tetap dan tidak
berubah di dalam atau di balik segala sesuatu.
Kembali memakai perumpamaan sebuah sungai, kita dapat
mengatakan bahwa keberadaan sebuah sungai (yang tersusun dari banyak arus
kecil) tergantung pada atau terkondisi oleh arus-arus kecil tersebut-ini
menjelaskan aspek pertama dari ungkapan di atas. Karena sungai terus mengalir
(terus mengalami perubahan), kita mengatakan bahwa sungai tidak eksis secara
bebas lepas atau tidak terkondisi (karena ia tidak memiliki hakikat atau diri
yang tidak mengalami perubahan)-ini menjelaskan aspek kedua dari ungkapan di
atas.
Kesunyaan dan Jalan Tengah
Kedua aspek Kesunyaan di atas harus disadari secara bersama
karena keduanya secara bersama-sama menunjukkan Jalan Tengah yang mengatasi
segala ekstrem.
Menyadari aspek Kesunyaan pertama tanpa menyadari aspek yang
kedua dapat menyebabkan kita menjadi serakah dan mementingkan diri sendiri,
secara keliru percaya bahwa segala kenikmatan dan materi adalah
"nyata" dan abadi.
Menyadari aspek kedua tanpa menyadari aspek yang pertama
dapat membuat kita menjadi pesimistik, pasif, atau amoral, berpandangan salah
bahwa tidak ada apa pun yang layak diperjuangkan karena segala sesuatu itu
hampa dan tak berarti.
Karena itu, sangatlah penting untuk melihat kedua aspek ini
secara bersama untuk difungsikan dengan Kebijaksanaan dalam suatu cara yang
seimbang dalam kehidupan sehari-hari. Kita harus belajar memandang segala
sesuatu sebagaimana adanya sembari mengetahui sifat sejati keberadaan mereka.
Seseorang yang menyadari Kesunyaan dapat hidup dengan positif dalam
ketenteraman dan kebebasan, menghargai segala sesuatu tanpa kemelekatan.
Kesunyaan Bukan Berarti Tidak Ada Apa-Apa
Kesunyaan TIDAK berarti kehampaan fisik atau mental-ini
adalah kaidah keterbukaan total dan kemungkinan-kemungkinan tanpa batas.
Kesunyaan, bagaikan langit luas nan cerah yang membiarkan awan-awan,
burung-burung, pesawat-pesawat terbang, dan lain-lain datang dan pergi,
membiarkan segala fenomena terjadi di dalamnya. Dengan demikian, Kesunyaan jauh
melampaui segala sesuatu yang dapat dicerap oleh makhluk yang belum
tercerahkan. Karena Kesunyaan, segala sesuatu-termasuk kita-dapat terus berubah
ke arah yang lebih baik. Apa pun dapat berubah menjadi sesuatu yang lain jika
ada perpaduan sebab dan kondisi yang tepat. Demikian pula, siapa saja dapat
menjadi tercerahkan jika dia berkembang secara spiritual. Dengan demikian,
Kesunyaan merupakan ajaran yang penuh harapan.
Kesunyaan Mental dan Materi
Kesunyaan berlaku untuk semua entitas fisik/materi. Jauh
lebih halus lagi, Kesunyaan juga berlaku untuk semua entitas mental (keadaan
pikiran). Dalam pemeriksaan yang terperinci, semua entitas fisik hanyalah
fluktuasi molekul, atom, elektron, netron, proton, partikel, partikel sub-atom,
dan energi yang tiada hentinya. Semua hanyalah manifestasi energi yang tiada
batasnya.
Dalam pemeriksaan yang terperinci, semua entitas mental
hanyalah proses-proses yang berubah dengan hampir tidak kentara sepanjang
waktu. Misalnya, kita tahu bahwa kita memiliki gagasan, tetapi bagaimana suatu
gagasan mengalir dari satu gagasan ke gagasan yang lain adalah hal yang paling
tidak kentara bagi pikiran yang tidak terlatih.
Pesona Kesunyaan
Segala sesuatu semata-mata adalah seperti apa yang tampak,
di balik itu... tidak ada "apa-apa".
Di depan kita ada segala sesuatu, tetapi di belakang segala
sesuatu itu tidak ada sesuatu yang substansial (karena semuanya adalah
perubahan abadi). Namun segala sesuatu yang ada di sini sesungguhnya ADA di
sini! Dan "ketiadaan" di balik mereka sesungguhnya ADA di sini,
sekaligus di tempat dan waktu yang sama!
Segala sesuatu adalah sama, sekaligus berbeda.
Segala sesuatu adalah sama dalam pengertian bahwa semuanya
sama-sama kosong. Bagaimanapun juga, segala sesuatu jelas berbeda karena mereka
bermanifestasi dalam berbagai bentuk yang tak terhingga banyaknya. "Segala
sesuatu" juga merujuk pada semua kepemilikan kita, keluarga, kesehatan,
kekayaan, ketenaran, dan lain-lain.
Sebagaimana dalam perumpamaan sungai, sungai adalah di sini
sekaligus tidak di sini pada tempat dan saat yang sama. Hal ini berlaku untuk
segala sesuatu. Seluruh jagad raya yang kita ketahui adalah "nyata tapi
tidak nyata" pada saat yang sama. Ini adalah "tipuan sulap" yang
terhebat, yang mana orang yang belum tercerahkan tidak mampu melihatnya,
sehingga terpikat padanya.
Manfaat Menyadari Kesunyaan
Kegelapan batin kita melihat ilusi sebagai sesuatu yang
"begitu nyata". Kita melihat perubahan yang terus-menerus sebagai
sesuatu yang tidak berubah dan menjadi melekat pada hal-hal yang tidak
substansial. Ketidak-mampuan melihat ketidak-nyataan diri menciptakan
penderitaan yang terpusat di sekitar pandangan kita yang salah tentang diri.
Tidak ada petunjuk tentang suatu diri yang kekal di dalam segala sesuatu, baik
fisik maupun mental. Tidak ada "saya, kamu, milik saya, milik kamu...".
Jika diri disadari sebagai kosong dan tidak nyata, segala perbedaan yang
bertentangan akan sirna, semuanya tampak sebagaimana adanya dalam realitas
mereka yang telanjang tanpa label-label kosong, penghakiman, atau prasangka.
Kemampuan menerapkan Kesunyaan dalam kehidupan sehari-hari
membawa kemudahan dan kebahagiaan yang tak terkira karena kita menjadi
terbebaskan dari belenggu kemelekatan. Menyadari Kesunyaan adalah mencapai
Kebijaksanaan tentang ketiadaan diri (melihat hakikat tiada inti diri dalam
segala sesuatu). Berfungsinya ketiadaan inti diri adalah Kewelasan. Jadi,
Kebijaksanaan sejati adalah Kewelasan dan Kewelasan sejati adalah
Bijaksana-keduanya saling berkaitan. Kesempurnaan Kebijaksanaan dan Kewelasan
membentuk puncak ganda pengembangan spiritual atau Pencerahan.
Jika kita membiasakan diri kita dengan Kesunyaan, secara
berangsur-angsur kita membuka pikiran kita dan membebaskan diri kita dari
belenggu ketidaktahuan yang memahami realita secara salah. Pada waktunya, kita
akan mengenyahkan segala kegelapan batin, kemarahan, kemelekatan, keangkuhan,
iri hati, dan sikap-sikap negatif lainnya dari pikiran kita. Dengan berbuat
demikian, kita tidak lagi menciptakan tindakan-tindakan merusak yang
termotivasi oleh semua ketidakbaikan itu. Selanjutnya kita akan terbebaskan
dari semua masalah. Dengan kata lain, menyadari Kesunyaan mendatangkan
Kebahagiaan Sejati.
Sebagai rangkuman, sebuah penerapan praktis Kesunyaan dalam
kehidupan sehari-hari adalah:
Hargailah segala sesuatu (pada saat ini)
karena semuanya adalah sementara;
Janganlah melekat pada segala sesuatu (pada saat ini)
karena semuanya adalah sementara.
KETUHANAN DALAM AJARAN BUDDHA
Yang Tak Terkondisi
Buddha telah mencapai Pencerahan Sempurna, dengan demikian
Buddha menghayati dan memahami Ketuhanan dengan sempurna pula. Buddha bersabda
bahwa ada Yang Tidak Terlahir, Yang Tidak Terjelma, Yang Tidak Tercipta, Yang
Mutlak (Udana VIII:3). Yang Mutlak itu Esa adanya, disebut Asamkhata-Dharma,
Dharma Yang Absolut, Yang Tak Terkondisi. Dengan adanya Yang Mutlak, Yang Tak
Terkondisi, maka manusia yang terkondisi (samkhata) dapat mencapai kebebasan
mutlak dari lingkaran kehidupan-kematian (samsara).
Ketuhanan Yang Maha Esa dapat dihayati melalui hukum-hukum
Dharma yang berlaku di alam semesta. Hal ini ibarat udara. Apakah udara itu
ada? Ya, tentu saja. Akan tetapi, mana udara itu? Bisakah dipegang? Bisakah
dilihat? Bisakah didengar? Tentu saja tidak. Walau demikian, kita bisa
memastikan bahwa udara itu ada dari gejala-gejalanya, seperti nyiur yang melambai,
asap yang bergerak, debu yang beterbangan, dan lain-lain.
Dengan adanya hukum-hukum Dharma, unsur imanen dari
Ketuhanan Yang Maha Esa tidak lenyap sama sekali, namun ajaran Buddha
menekankan unsur transenden dari Ketuhanan Yang Maha Esa. Semua yang bersifat
transenden adalah tidak terkonsepkan. Mereka harus dipahami secara langsung
(intuitif) melalui pencerahan, bukan melalui konsep. Akan tetapi, hal itu sulit
dilakukan. Karena kesulitan itu, ada yang berusaha memahami dengan pendekatan
konseptual. Tidak terelakkan, ketika manusia berbicara mengenai konsep
Ketuhanan, diperlukanlah nama. Salah satu nama yang digunakan dalam ajaran
Buddha adalah "Adi-Buddha". Dalam kitab-kitab Buddhis berbahasa Kawi
(Jawa Kuno), nama-nama lain dari Adi-Buddha adalah Advaya, Diwarupa, dan
Mahavairocana. Sebutan lain Adi-Buddha adalah Vajradhara (Tibet-Kargyu dan
Gelug), Samantabhadra (Tibet-Nyingma), dan Adinatha (Nepal).
Adi-Buddha merupakan Realitas Absolut atau Kebenaran Mutlak,
bukan suatu personifikasi. Adi-Buddha tak lain adalah Dhammakaya, Tubuh Dharma
Yang Absolut. Dhammakaya bersifat kekal, meliputi segalanya, tidak terbatasi
oleh ruang dan waktu, ada dengan sendirinya, bebas dari pasangan yang
berlawanan, bebas dari pertalian sebab-akibat.
Konsep Ketuhanan menurut ajaran Buddha ini perlu dipahami
dengan benar, mengingat masih banyak yang mencampuradukkan dengan konsep
Ketuhanan menurut agama-agama lain.
Asal Alam Semesta
Semua agama mempunyai dongeng dan sejarah yang berupaya
menjawab pertanyaan ini. Pada zaman dahulu, ketika pikiran manusia masih
sederhana, dongeng-dongeng sudah mencukupi. Namun pada abad milenium ini, era
fisika, astronomi, dan geologi modern berangsur-angsur telah menggantikan
dongeng-dongeng tersebut dengan fakta-fakta ilmiah.
Sungguh menarik bahwa penjelasan Buddha mengenai asal mula
alam semesta ternyata sangat sesuai dengan pandangan ilmu pengetahuan. Dalam
Aganna Sutta, Buddha menggambarkan alam semesta berulang kali mengalami
kehancuran dan tersusun kembali seperti saat ini selama masa yang tak terhitung
lamanya. Bumi ini bukanlah satu-satunya planet, masih ada gugus-gugus yang
lebih besar, tata surya, galaksi, mahagalaksi, dan seterusnya, tanpa batas.
Kehidupan pertama terbentuk di atas permukaan cairan, dan berangsur-angsur
berevolusi dari organisme yang sederhana menjadi semakin kompleks. Segala
proses ini tidak berawal, tidak berakhir, dan berlangsung secara alamiah.
Keyakinan Umat Buddha
Pengikut Buddha yakin bahwa setiap makhluk hidup adalah
bernilai dan penting, setiap makhluk memiliki potensi untuk mencapai
ke-Buddha-an-tingkat kesempurnaan suatu makhluk. Pengikut Buddha yakin bahwa
setiap orang akan mampu mengatasi kegelapan batin, serta melihat segala sesuatu
sebagaimana adanya; kebencian, keserakahan, dan kejahatan dapat digantikan oleh
cinta kasih, kemurahan hati, dan kebajikan. Semua ini ada dalam jangkauan
setiap orang jika kita mau berusaha, mengendalikan diri, bersemangat, dan
meneladani jejak Buddha. Seperti yang dikatakan-Nya dalam Dhammapada 165:
Oleh diri sendiri kejahatan dilakukan,
oleh diri sendiri pula seseorang ternoda.
Oleh diri sendiri kejahatan tak dilakukan,
oleh diri sendiri pula seseorang menjadi suci.
Suci atau tidak suci tergantung diri sendiri,
tak seorang pun dapat menyucikan orang lain.
Kita sendirilah yang harus menjalaninya,
para Buddha hanyalah penunjuk jalan.
UPACARA DAN HARI RAYA
Dalam praktiknya, upacara dan perayaan Buddhis memberikan
keragaman dalam pembelajaran kehidupan dan ajaran Buddha. Upacara Buddhis
mencakup banyak ibadah, beberapa di antaranya umum bagi seluruh pengikut
Buddha, sementara yang lainnya merupakan ciri khas budaya atau negara tertentu.
Karena kita adalah makhluk-makhluk yang memiliki rasio dan emosi, upacara
kebaktian adalah penting untuk membantu kita terhubung secara emosional dengan
Buddha dan ajaran-Nya. Ritual dapat memberikan kekhusukan yang berarti dalam
latihan, membantu kita memusatkan pikiran dan mencapai ketenangan. Ini harus
dilakukan dengan keyakinan tulus, bukan karena rasa takut, ketamakan, atau
takhayul.
Altar
Altar yang dijumpai di vihara-vihara atau di rumah-rumah
pengikut Buddha adalah sebuah titik fokus peribadahan pengikut Buddha terhadap
Tiga Permata. Citra (arca dan/atau gambar) Buddha di tengah altar mewakili dan
mengingatkan kita kepada Buddha, cita-cita Pencerahan, serta kesempurnaan
Kebijaksanaan dan Kewelasan-Nya. Hal ini membantu menginspirasi kita karena
kita mengingat kembali keagungan Buddha dan ajaran-Nya. Beberapa objek lain
juga dapat diletakkan di altar, seperti naskah-naskah suci Buddhis yang
melambangkan Dharma. Di beberapa altar juga terdapat gambar atau foto bhikkhu
dan bhikkhuni yang melambangkan Sangha. Ketika seorang pengikut Buddha berdiri
di depan altar, objek-objek yang dilihatnya di sana membantunya mengingat
sifat-sifat Tiga Permata. Ini akan menginspirasinya untuk berjuang
mengembangkan sifat-sifat positif tersebut di dalam dirinya.
Bersujud
Bersujud di hadapan citra Buddha bukanlah memuja berhala,
ini merupakan ungkapan rasa hormat yang mendalam. Sujud merupakan pengakuan
bahwa Buddha telah mencapai Pencerahan Sempurna. Sikap seperti ini membantu
kita untuk mengatasi perasaan egois, untuk menjadi lebih siap belajar dari
Buddha.
Beranjali
Menangkupkan telapak tangan di depan dada (anjali) merupakan
suatu tradisi sikap tubuh untuk mengungkapkan penghormatan mendalam kepada Tiga
Permata. Ketika sesama pengikut Buddha saling menyapa, mereka menangkupkan
telapak tangan seperti sekuntum kuncup teratai (lambang kesucian dalam ajaran
Buddha), sedikit membungkukkan badan, dan dalam hati mengucap: "Sekuntum
teratai untukmu, seorang bakal Buddha." Salam ini memberikan pengakuan
adanya benih-benih Pencerahan atau benih ke-Buddha-an di dalam diri orang lain,
oleh karenanya kita mengharapkan kesejahteraan dan kebahagiaan baginya. Menangkupkan
telapak tangan juga memiliki efek pemusatan dan penenangan pikiran.
Padakkhina
Padakkhina merupakan kegiatan mengelilingi sebuah objek
pemujaan, seperti stupa (bangunan tempat menyimpan relik Buddha atau guru
Dharma), pohon Bodhi (pohon yang menaungi Buddha saat mencapai Pencerahan),
atau citra Buddha, sebanyak tiga kali atau lebih sebagai wujud sikap hormat.
Hal ini dilakukan dengan meditasi berjalan searah jarum jam-menjaga sisi kanan
tubuh kita ke arah objek pemujaan.
Persembahan
Memberikan persembahan di altar merupakan wujud bakti, yang
mengekspresikan penghargaan dan penghormatan kepada Tiga Permata. Setiap objek
yang dipersembahkan memiliki makna masing-masing.
Pelita
Persembahan pelita (lilin atau lampu minyak) mengingatkan
kita pada pancaran cahaya Kebijaksanaan yang menghalau gelapnya ketidaktahuan
dalam jalan menuju Pencerahan. Hal ini mendorong kita untuk mencari terang
Kebijaksanaan tertinggi.
Menghormati Buddha, kita mempersembahkan pelita:
Kepada-Nya, yang merupakan terang dunia, kami persembahkan
pelita. Dari pelita-Nya yang agung, kami nyalakan pelita dalam diri kami.
Semoga pelita Pencerahan bersinar dalam hati kami.
Bunga
Persembahan bunga-bunga yang segar dan indah, yang segera
akan menjadi layu, tidak lagi wangi, dan pudar warnanya, mengingatkan kita akan
ketidakkekalan segala sesuatu, termasuk kehidupan kita juga. Hal ini mendorong
kita untuk menghargai setiap momen dalam hidup kita sekaligus tidak melekat
padanya.
Menghormati Buddha, kita mempersembahkan bunga:
Bunga-bunga yang saat ini segar dan mekar dengan indahnya.
Bunga-bunga ini esok akan memudar, layu, dan berguguran. Begitu jualah tubuh
kita ini, seperti bunga, akan lapuk juga.
Dupa
Persembahan dupa wangi yang dibakar memenuhi udara sekitar
melambangkan kebajikan dan efek pemurnian tingkah laku yang bermanfaat. Hal ini
mendorong kita untuk mengakhiri semua kejahatan dan mengembangkan hal-hal yang
baik.
Menghormati Buddha, kita mempersembahkan dupa:
Dupa nan harum semerbak di udara. Harumnya hidup nan
sempurna, lebih semerbak daripada dupa. Menyebar ke segenap penjuru dunia.
Air
Persembahan air melambangkan kemurnian, kejernihan, dan
ketenangan. Hal ini mendorong kita untuk melatih pikiran, perkataan, dan
perbuatan kita untuk mencapai kualitas-kualitas di atas.
Buah-buahan
Buah-buahan melambangkan buah dari pencapaian spiritual yang
membawa ke buah tertinggi-Pencerahan, yang merupakan tujuan akhir semua
pengikut Buddha. Hal ini mendorong kita untuk berjuang mencapai Pencerahan bagi
kebahagiaan semua makhluk.
Puja
Puja adalah penguncaran ayat-ayat ajaran Buddha secara
beralun. Di samping membantu pengingatan akan ajaran Buddha, lantunan puja
mempunyai efek menenangkan, baik bagi penguncarnya maupun pendengarnya. Puja
seharusnya dilakukan dengan khidmat, dengan perhatian murni dan semangat.
Seperti meditasi, puja membantu kita berkonsentrasi dan mengembangkan kedamaian
batin.
Ucapan-ucapan Buddha juga dapat diuncarkan dengan perhatian
murni pada Tiga Permata pada saat kita merasa takut atau resah sehingga
gangguan itu dapat teratasi. Hal ini bisa terjadi karena Tiga Permata bebas
dari segala cemaran dan rintangan seperti ketamakan, kebencian, dan kegelapan
batin. Puja bisa dilakukan dalam segala bahasa. Bahasa-bahasa yang populer
antara lain adalah Pali, Sanskerta, Mandarin, Tibet, Thai, Inggris, dan
lain-lain.
Para perumah tangga biasanya melakukan puja pada pagi dan
sore hari. Tujuan puja pagi adalah mengingatkan kita untuk sadar sepanjang hari
akan ajaran yang diuncarkan. Tujuan puja sore adalah untuk merenung kembali
apakah sepanjang hari tersebut kita telah melaksanakan apa yang telah kita
tekadkan pada pagi harinya. Walaupun pilihan puja berbeda-beda dari satu
tradisi ke tradisi yang lain, beberapa isi puja yang umum meliputi: Pernyataan
Perlindungan, Lima Sila, Pujian Kepada Tiga Permata, Sutta, Mantra,
Penghormatan Kepada Para Buddha dan Bodhisatta, Pengakuan Kesalahan, Sukacita
Jasa Kebajikan, dan Pelimpahan Jasa.
Mantra
Mantra adalah frasa-frasa atau ungkapan pendek yang
melambangkan ajaran atau kualitas tertentu yang mewakili Kebenaran dalam
berbagai aspeknya (seperti mantra enam suku kata: "Om Mani Padme Hum"
yang melambangkan Kewelasan). Menguncarkan mantra membantu membawa ketenangan
dan kedamaian pikiran sembari memurnikannya. Setiap mantra khusus dapat membantu
menumbuhkan sifat-sifat positif dalam pikiran, seperti Kewelasan,
Kebijaksanaan, Semangat, dan sebagainya.
Penghormatan Kepada Para Buddha dan Para Bodhisatta
Penghormatan pada nama para Buddha dan Bodhisatta bisa
dilafalkan untuk mengingat dan membangkitkan kebajikan dan kualitas yang mereka
lambangkan. Melakukan hal ini akan mengingatkan kita bahwa seperti halnya para
Buddha dan Bodhisatta, kita pun dapat mencapai kesempurnaan dalam berbagai
sifat.
Hari Waisak
Waisak adalah peristiwa tahunan yang terpenting bagi umat
Buddha. Waisak memperingati kelahiran, pencapaian Pencerahan, dan Parinirwana
Buddha. Ketiga peristiwa ini jatuh pada hari bulan purnama, bulan kelima
penanggalan bulan. Peristiwa ini diperingati oleh jutaan umat Buddha di seluruh
dunia. Ini merupakan perayaan untuk bersukacita dan berbagi niat baik bagi
semua. Ini juga merupakan momen untuk merenungkan kembali perkembangan
spiritual kita.
Bagi sebagian pengikut Buddha, perayaan Waisak dimulai
pagi-pagi sekali dengan berkumpul di vihara untuk melaksanakan Delapan Sila.
Sebagian yang lain bergabung dengan perayaan umum untuk mengikuti upacara
dengan mengambil Tiga Pernaungan, menjalankan Lima Sila, membuat persembahan di
altar, dan menguncarkan Sutta. Mereka juga bisa mengikuti prosesi dan padakkhina,
serta mendengarkan ceramah-ceramah Dharma.
Di beberapa vihara, umat Buddha mengambil bagian dalam
upacara pemandian arca bayi Pangeran Siddhattha yang ditempatkan di bejana air
wangi yang bertaburan bunga. Air wangi digayung dengan sendok besar dan
dicucurkan ke arca tersebut. Ini melambangkan pemurnian perbuatan buruk dengan
perbuatan baik.
Sebagian umat hanya menyantap makanan vegetarian pada hari
ini sembari merenungkan ajaran Kewelasan universal. Pada hari Waisak,
vihara-vihara dirias indah dengan bendera Buddhis dan lampu-lampu; altar
dipenuhi bunga-bunga, buah-buahan, dan persembahan lainnya.
Hari Uposatha
Saat Uposatha atau hari bulan baru dan bulan purnama
(tanggal 1 dan 15 penanggalan bulan), banyak umat Buddha berhimpun di vihara
untuk bermeditasi, melakukan persembahan, menguncarkan Sutta, dan melakukan
penghormatan kepada Tiga Permata. Sebagian juga melaksanakan vegetarian pada
hari-hari tersebut, sekaligus menjalankan Delapan Sila.
Hari Ullambana
Ullambana adalah perwujudan rasa hormat umat Buddha kepada
leluhur mereka dan Kewelasan mereka kepada semua makhluk yang menderita di
alam-alam menyedihkan. Peringatan Ullambana pada tanggal 15 bulan ketujuh
penanggalan bulan didasarkan pada kejadian saat Mogallana, siswa Buddha,
melalui kekuatan meditasinya mendapati bahwa ibunya terlahir kembali di salah
satu alam menyedihkan. Karena sedih, Mogallana memohon bantuan Buddha, yang
kemudian menasihatinya untuk membuat persembahan kepada Sangha, karena jasa
perbuatan itu dapat membantu membebaskan penderitaan ibunya dan makhluk-makhluk
lain di alam-alam menyedihkan. Karena itulah, melakukan persembahan untuk
membebaskan penderitaan orang yang telah meninggal dan makhluk-makhluk lain di
alam sengsara menjadi perayaan umum yang populer.
Ullambana dirayakan dengan mempersembahkan
kebutuhan-kebutuhan Sangha, menguncarkan Sutta, dan melakukan
perbuatan-perbuatan amal. Jasa dari perbuatan-perbuatan ini lalu dilimpahkan
kepada semua makhluk.
Upacara Pengalihan Pelita
Dalam upacara ini, para umat memegang sebatang lilin yang
disulut setelah matahari terbenam sambil berjalan mengitari vihara, objek suci,
atau bangunan bersejarah sembari menguncarkan mantra atau nama Buddha. Upacara
ini melambangkan penerusan pelita Kebijaksanaan (penyebaran Kebenaran) ke segenap
penjuru dunia untuk menghalau gelap ketidaktahuan. Pada tataran pribadi, hal
ini bermakna menyulut pelita Kebijaksanaan dalam diri kita.
Nyala api yang dipindahkan ke lilin-lilin lain yang tak
terhitung banyaknya tanpa memadamkan nyalanya sendiri, melukiskan bahwa
Kebijaksanaan tidak pernah habis terbagi. Terbakarnya sumbu disertai lelehnya
lilin mengingatkan kita pada ketidakkekalan dan perubahan segala sesuatu yang
terkondisi, termasuk hidup kita sendiri. Merenungkan hal ini dapat membantu
kita menghargai setiap momen dalam hidup tanpa menjadi melekat padanya.
Perhatian murni dapat dilatih dengan menjaga agar nyala lilin tidak padam. Ini
melambangkan penjagaan pikiran dari faktor-faktor negatif yang merusak
kehidupan spiritual. Dalam upacara ini, menyaksikan secercah api yang menerangi
kegelapan, hingga samudra cahaya yang saling berbagi penerangan, sungguh sangat
menginspirasi.
Upacara Tiga Langkah Satu Sujud
Dalam upacara ini, para pengikut biasanya berbaris sebelum
matahari terbit dengan mengitari vihara, membungkukkan badan satu kali setiap
tiga langkah, sambil menguncarkan mantra-mantra atau nama Buddha sebagai
penghormatan. Pada setiap sujud, Buddha dapat divisualisasikan tengah berdiri
di telapak tangan kita yang terbuka. Telapak tangan yang terbuka melambangkan
bunga teratai, lambang merekahnya kesucian (sekalipun akar teratai berada di
lumpur kotor, bunganya mekar dengan anggun dan bersih dari lumpur). Setiap
sujud merupakan penyampaian rasa hormat kepada Buddha (atau kepada para Buddha
dan Bodhisatta yang tidak terhitung jumlahnya). Latihan ini membantu pemurnian
pikiran, mengikis ego, dan mengurangi rintangan sepanjang jalan spiritual,
sambil kita menyesali tindakan-tindakan buruk yang lalu dan mencita-citakan
kemajuan spiritual. Dengan perhatian murni pada pikiran, perkataan, dan
perbuatan selama latihan, konsentrasi dan ketenangan dapat dicapai.
Upacara yang panjang ini mengingatkan kita pada perjalanan
menuju Pencerahan yang panjang dan sulit. Namun, ini juga mengingatkan kita
bahwa asalkan kita bertekad kuat, seluruh rintangan akan dapat ditanggulangi.
Keteguhan dalam menuntaskan latihan ini dengan segala kesulitannya juga
membantu memperkuat keyakinan pada Buddha dan ajaran-Nya yang menuntun kita
menuju Pencerahan.
Merekahnya fajar pada akhir upacara melambangkan cahaya
Kebijaksanaan yang menghalau kegelapan batin karena kita terus melaju dalam
perjalanan menuju Pencerahan.
MEDITASI
Meditasi adalah pengembangan Batin. Melalui meditasi, batin
dan seluruh kehidupan kita bertumbuh secara spiritual-karena kesadaran kita
menjadi semakin berkembang. Kita menjadi semakin sadar akan diri kita, orang
lain, dan lingkungan kita, dan akhirnya menyadari realitas itu sendiri.
Kesadaran yang meningkat ini membantu kita untuk berurusan dengan situasi
kehidupan sehari-hari dengan lebih tenang dan bijak.
Meditasi sebagaimana dialami dan diajarkan oleh Buddha
memiliki dua aspek: Ketenangan (Konsentrasi) dan Pandangan Cerah
(Kebijaksanaan). Karena pikiran menjadi semakin tenang, dan kesadaran kita
menjadi semakin jernih, kita mulai memperoleh "kilatan" pandangan
cerah akan sifat sejati segala sesuatu-yang membangkitkan Kebijaksanaan. Karena
Ketenangan dan Pandangan Cerah berjalan bergandengan, meditasi menjadi lengkap
hanya setelah kita mencapai Ketenangan dan Pandangan Cerah.
Bagaimana Meditasi Dapat Membantu Kita?
Dengan membangun kebiasaan pikiran yang baik dalam meditasi,
tingkah laku kita dalam kehidupan sehari-hari berangsur-angsur berubah. Dengan
redanya sifat pemarah, kita akan mampu membuat keputusan yang lebih baik dan
kita menjadi semakin jauh dari ketidakpuasan dan kegelisahan. Hasil-hasil
meditasi ini dapat dialami saat ini juga. Namun, kita harus selalu mencoba
untuk memiliki motivasi bermeditasi dengan cakupan yang lebih luas dan lebih
jauh daripada sekadar demi kebahagiaan kita sendiri pada saat ini. Kita dapat
membangkitkan motivasi untuk bermeditasi dalam rangka membuat persiapan untuk
kehidupan-kehidupan yang akan datang, atau untuk mencapai kebebasan dari siklus
berbagai masalah, atau untuk mencapai Pencerahan penuh demi kepentingan semua
makhluk.
Apakah Meditasi Penting Bagi Kita?
Menjalankan latihan meditasi secara teratur adalah sangat
bermanfaat, bahkan jika latihan itu hanya berlangsung sejenak saja setiap
harinya. Tidaklah tepat untuk berpikir, "Aku ini orang kerja. Hari-hariku
begitu sibuk dengan karier, keluarga, dan tanggung jawab sosial, sehingga saya
tidak dapat bermeditasi." Jika meditasi itu sangat bermanfaat bagi kita,
kita seharusnya menyisihkan waktu untuknya. Bahkan jika kita tidak bermeditasi,
penting sekali menyisihkan suatu waktu hening untuk kita sendiri setiap
hari-suatu waktu untuk merenungkan apa yang kita lakukan dan mengapa, atau
belajar mengenai Dharma.
Adalah sangat penting bahwa kita belajar menyayangi diri kita
dan bahagia dalam kesendirian. Menyisihkan sejenak waktu hening, pada pagi hari
sebelum memulai kegiatan harian atau pada penghujung hari, adalah
perlu-khususnya di masyarakat modern di mana setiap orang begitu sibuk. Kita
selalu punya waktu untuk memberi makanan kepada badan kita; kita tidak pernah
melewatkan makanan karena kita memandang hal itu penting. Demikian pula, kita
semestinya menyediakan waktu untuk memberikan makanan kepada batin kita, karena
batin pun begitu penting. Di atas semua itu, bukan badan kita, tetapi batin
kitalah yang berlanjut dalam kehidupan yang akan datang. Mempraktikkan Dharma
bermanfaat bagi sesama dan diri kita sendiri. Karena Dharma menjabarkan
bagaimana menciptakan sebab bagi Kebahagiaan Sejati, dan karena kita semua mendambakan
Kebahagiaan Sejati, sudah semestinya kita mempraktikkan Dharma semampu-mampunya
kita.
Dapatkah Kita Bermeditasi untuk Mendapatkan Kesaktian?
Ya, namun itu bukan tujuan yang tertinggi dari praktik
meditasi. Sebagian orang sangat bergairah untuk memiliki kekuatan-kekuatan
batin. "Setiap orang akan berpikir bahwa aku ini hebat dan akan datang
kepadaku untuk meminta petuah. Aku akan menjadi kondang dan dihormati!"
Ini adalah motivasi yang membesarkan ego! Jika kita, misalnya, masih tetap suka
marah-marah dan tidak mampu mengendalikan apa yang kita pikirkan, katakan, dan
perbuat, kekuatan-kekuatan tersebut tidak ada gunanya, bahkan menjadi gangguan
bagi latihan kita. Adalah jauh lebih bermanfaat menjadi orang yang lebih bijak
dan lebih baik hati.
Jika kita berhati baik, mengembangkan kekuatan batin bisa
bermanfaat bagi pihak lain. Para praktisi yang telah mencapai tingkat tinggi
tidak pernah memamerkan kesaktian mereka. Orang yang rendah hati lebih
mengesankan daripada orang yang sombong, ketenteraman dan sikap hormat mereka
memancar kepada orang lain. Orang-orang yang telah menaklukkan kesombongan
mereka, yang memiliki Cinta Kasih kepada makhluk lain, dan yang mengembangkan
Kebijaksanaan, adalah orang-orang yang dapat kita percaya.
Apakah Meditasi Itu Berbahaya?
Jika kita belajar bermeditasi dari guru yang berpengalaman,
yang memberikan petunjuk dengan metode andal yang telah teruji oleh waktu, dan
jika kita mengikuti petunjuk-petunjuknya dengan benar, tidak ada bahaya sama
sekali. Meditasi semata-mata adalah membangun kebiasaan-kebiasaan pikiran yang
baik. Hal ini kita lakukan dengan jalan bertahap; tidaklah bijaksana bagi
seorang pemula untuk melakukan latihan tingkat tinggi tanpa petunjuk yang
tepat.
BUAH-BUAH PENCAPAIAN
Ajaran Buddha ada dan bertujuan untuk Pencerahan semua
makhluk. Karena itu, ke-Buddha-an atau Pencerahan Tertinggi merupakan tujuan
akhir pengikut Buddha. Secara sederhana, ini adalah pencapaian Kebahagiaan
Sejati. Sebagai ringkasan yang sangat umum, berikut ini adalah berbagai pencapaian
spiritual dalam Pencerahan.
Bodhisatta
Bodhisatta adalah seseorang yang bertekad, atas dasar
Kewelasan, untuk menolong semua makhluk hidup lain, bersama dengan dirinya,
untuk melaju menuju Pencerahan Tertinggi. Meskipun para Bodhisatta bersumpah
untuk tidak memasuki kebahagiaan Pencerahan Tertinggi sebelum makhluk-makhluk
lain terbebas dari penderitaan, mereka menyadari bahwa hanya para Buddha-Yang
Tercerahkan Sempurna-yang memiliki Kebijaksanaan dan Kewelasan sempurna untuk
menolong makhluk lain dengan cara terbaik. Dengan demikian, mereka berupaya
untuk mencapai Pencerahan Tertinggi, tetapi mereka tidak tinggal diam dalam
keadaan bahagia mereka dan melupakan makhluk-makhluk lain. Mereka
bermanifestasi dalam berbagai wujud untuk dengan piawainya membimbing
makhluk-makhluk lain menuju Pencerahan.
Arahatta
Seseorang dapat bercita-cita untuk mencapai tataran
Arahatta, atau menjadi seorang Araha. Araha adalah seseorang yang telah
mencapai kebahagiaan dan Pencerahan Nirwana, mencapai kebebasan dari ketamakan,
kebencian, dan kegelapan batin-yang menyebabkan segala penderitaan, ia telah
mengakhiri siklus kelahiran dan kematian bagi dirinya.
Ke-Buddha-an
Sesosok Buddha adalah ia yang telah mencapai Pencerahan
Tertinggi, memiliki Kebijaksanaan dan Kewelasan nan sempurna. Ketika sesosok
Buddha "mangkat", Ia meninggalkan tubuh-Nya dan memasuki kebahagiaan
sempurna Parinirwana.
AJARAN BUDDHA DAN ILMU PENGETAHUAN
Suatu ketika, sekelompok cendekiawan yang berjumlah lebih
dari 10.000 orang memohon kepada Buddha untuk menjelaskan tentang kejadian dan
cara munculnya kehidupan dan alam semesta. Hal ini berlanjut dengan serangkaian
ceramah dan demonstrasi harian yang berlangsung selama tiga bulan. Penjelasan
Buddha mendatangkan kepuasan penuh bagi setiap orang yang hadir.
Yang paling mengagumkan adalah ketika penuturan Buddha
dirangkum menjadi prinsip-prinsip dasar, ternyata banyak pernyataan di dalam
naskah-naskah Buddhis yang selaras dengan penemuan-penemuan ilmiah modern.
Ajaran Buddha bersifat ilmiah dalam hal menggabungkan pengamatan, pengujian,
dan penelaahan objektif dalam semangat penyelidikan bebas.
Ajaran Buddha melebihi ilmu pengetahuan karena ajaran Buddha
dapat bersumbangsih dalam kehidupan modern dengan menyediakan panduan moral dan
spiritual kepada orang banyak pada era teknologi yang semakin maju dan semakin
materialistik, menunjukkan kepada kita jalan menuju Kebahagiaan Sejati. Seperti
yang dikatakan Einstein, "Agama tanpa ilmu pengetahuan adalah buta; ilmu
pengetahuan tanpa agama adalah pincang."
Anda Terpanah!
Pada kenyataannya, Buddha tidak pernah berkeinginan untuk
menghabiskan waktu untuk perkara-perkara spekulatif (atau metafisik) tentang
alam semesta karena hal ini kecil nilainya bagi pengembangan spiritual menuju
Kebahagiaan Sejati. Ia hanya mengajar kepada orang-orang atas dasar
Kewelasan-entah membabarkan suatu ajaran pokok atau memuaskan keingintahuan
orang-orang yang mau mendengarkan ajaran-Nya yang sesungguhnya. Buddha
meyakinkan kita bahwa pada saat Pencerahan, semua pertanyaan spekulatif akan
terjawab dengan sendirinya, dan oleh karena itu kita tidak perlu menanyakannya
saat ini.
Buddha mengibaratkan orang yang terus-menerus mengajukan
pertanyaan-pertanyaan spekulatif dengan seseorang yang tertembak anak panah
beracun, yang menolak untuk mencabutnya sebelum dia tahu siapa yang memanahnya,
kenapa panah itu ditembakkan, dari mana anak panah itu ditembakkan.... Pada
saat semua pertanyaannya terjawab, dia sudah akan mati lebih dahulu. Begitu
pula, kita pun "terpanah" oleh anak panah ketidakpuasan dan kematian
yang tak tertunda dan tak terduga; janganlah pernah melupakan tujuan kita untuk
mencapai Pencerahan.
Wujud
Ajaran Buddha: "Wujud adalah Kesunyaan; Kesunyaan
adalah Wujud. Wujud tidak berbeda dari Kesunyaan; Kesunyaan tidak berbeda dari
Wujud," merujuk pada fakta bahwa materi tidak benar-benar serupa maupun
berbeda sama sekali dari "Kesunyaan" energi, karena dengan tidak
adanya inti yang "solid", materi dapat menjadi non-materi, dan
sebaliknya. Ini adalah kaidah terkenal E=mc2 versi Buddhis (E=energi, m=massa,
c=kecepatan cahaya). Bom atom adalah sebuah contoh tentang bagaimana sebuah
materi kecil dapat diubah menjadi energi yang dahsyat. Begitu pula, energi
dapat diubah menjadi materi! Meskipun ilmu pengetahuan belum menemukan
bagaimana hal itu bisa terjadi, Buddha tercatat telah menunjukkan
"prestasi" yang sedemikian menakjubkan. Buddha berbuat demikian
semata-mata atas dasar Kewelasan, untuk merendahkan hati orang-orang yang
angkuh, yang Ia ketahui telah siap mendengarkan ajaran-Nya, yang hanya
terhalangi oleh keangkuhan.
Pikiran
Buddha menyatakan bahwa faktor utama dan kekuatan paling
dahsyat di alam semesta adalah pikiran. Para ilmuwan dewasa ini tengah melihat
Kebenaran ini-menyadari bahwa pikiran seseorang mampu menciptakan realita menurut
apa yang dicerap. Energi pikiran belum dimengerti sepenuhnya oleh ilmu
pengetahuan, namun Buddha telah mengajarkan kepada kita dengan sangat rinci
tentang dinamika pikiran. Penguasaan pikiran adalah hal terpenting karena ini
merupakan kunci menuju kebebasan dan Kebahagiaan Sejati.
Relativitas
Buddha, seperti Einstein, menemukan kebenaran tentang
relativitas-bahwa ruang dan waktu tidaklah mutlak, namun relatif, berfungsi
dengan saling bergantung. Ruang dan waktu dialami secara berbeda-beda oleh
makhluk-makhluk di pelbagai alam dan keadaan pikiran. Dunia yang dialami dalam
keadaan Pencerahan adalah kesadaran jernih dari penembusan ruang dan waktu.
Waktu
Buddha mendefinisikan waktu sebagai "ukuran untuk
perubahan". Ini adalah definisi ilmiah karena waktu dikaitkan dengan
gerakan materi (atau energi) dalam ruang, yang menciptakan gaya (tenaga).
Konsep waktu tidak memiliki arti jika tidak ada perubahan. Menurut ajaran
Buddha, waktu tidak memiliki awal atau akhir karena segala sesuatu (kecuali
keadaan Pencerahan) mengalami perubahan terus-menerus. Hanya ada saat penting
"saat ini" yang berarti bagi keberadaan kita.
Ruang
Dalam ajaran Buddha, ruang didefinisikan sebagai Kesunyaan
di antara materi yang memungkinkan pergerakan dan interaksi. Karena ruang meluas
secara tak terbatas ke segenap penjuru, sebuah titik di alam semesta dapat
dianggap sebagai suatu pusat. Demikian pula, para ilmuwan melihat ke jagad raya
dan menemukan bahwa posisi kita di alam semesta hanya seperti halnya
titik-titik yang lain di ruang angkasa. Tidak ada posisi istimewa di alam
semesta karena alam semesta secara homogen terpenuhi dengan sistem-sistem dunia
yang lain. Hanya ada tempat penting "di sini" yang berarti bagi
keberadaan kita.
Atom
Karena atom (yang diduga sebagai zat yang tidak dapat
dibagi) baru-baru ini terbukti dapat dibagi dengan tak terbatas, karena itu
atom bukan kesatuan materi yang mendasar. Dengan demikian, sebuah atom bukan
benar-benar sebuah atom (Latin: 'yang tak terbagi'); ia disebut demikian untuk
memudahkan saja. Begitu pula, Buddha mengatakan bahwa ketika Ia berbicara
tentang "alam semesta" (tersusun dari energi dan atom-atom), Ia tidak
benar-benar mengartikannya "alam semesta"-Ia menyebutnya demikian
hanya sebagai penamaan.
Fisika Kuantum
Para ilmuwan menemukan dalam fisika kuantum bahwa
partikel-partikel atom dan sub-atom tidak memiliki lokasi-lokasi yang tertentu
(pasti) atau gerakan yang "berarti", tampak acak dan tidak dapat
diperkirakan. Hal ini membuat mereka menyimpulkan bahwa "bangunan realita"
merupakan "hantu-hantu khayalan". Cara pandang seorang pengamat
menentukan perwujudan fenomena yang diamati. Hal-hal yang terwujud hanyalah
potongan dan interaksi pikiran pengamat dengan fenomena. Teori ini juga
menyarankan bahwa realita tidak hanya tersusun oleh pikiran pengamat, tetapi
ada realita-realita yang tak terhitung banyaknya yang tersusun oleh pikiran
yang tak terhitung banyaknya-masing-masing sama-sama nyata atau sama-sama tidak
nyata. Mungkin mereka sangat banyak kemiripannya satu sama lain, atau malah
sebenarnya saling bertentangan.
Demikian pula, dalam ajaran Buddha, pikiranlah yang
membangun sifat tak menentu dari perwujudan realita tertinggi dengan suatu cara
tertentu. Dalam kondisi-kondisi tertentu, pikiran membangun realita dalam suatu
cara tertentu, secara umum dalam hal eksistensi atau non-eksistensi, dan secara
lebih spesifik dalam bentuk enam alam kehidupan atau tiga puluh satu alam
kehidupan.
Saling Bergantung
Unsur-unsur penyusun alam semesta, baik materi maupun
mental, berinteraksi satu sama lain sedemikian hingga tidak satu pun yang
berdiri secara terpisah, segala sesuatu sama-sama pentingnya. Buddha
mengajarkan hal ini sebagai Musabab yang Saling Bergantung pada segala
fenomena.
Perubahan
Keberadaan objek apa pun merupakan ilusi karena alam semesta
sekadar proses rumit dari berbagai aktivitas yang tiada hentinya yang saling
terkait, yang mana tidak ada sesuatu yang bergerak sendiri di antara yang lain.
Buddha mengajarkan hal ini sebagai fluktuasi konstan dan sifat perubahan dalam
segala sesuatu yang terkondisi-bahkan sampai tingkat materi terkecil.
Jasad Renik
Suatu ketika Buddha memegang sebuah cawan dan mengatakan
bahwa ada 84.000 (sebuah angka untuk menunjukkan "banyak" atau
"tak terhitung") makhluk di dalamnya. Pada masa itu, tidak seorang
pun mengerti apa yang Ia maksud. Saat ini, dengan mikroskop kita mengerti bahwa
Buddha merujuk pada jasad renik yang tidak kasad mata.
Evolusi Alam Semesta
Buddha mengajarkan bahwa alam semesta mengalami dua periode
perubahan besar yang berulang-ulang tiada akhirnya-mengembang dan mengerut. Ini
seperti model alam semesta yang berdenyut, yang mengatakan bahwa alam semesta
dimulai dengan sebuah Ledakan Besar (Big Bang), ketika segala sesuatu meledak
dan meluas, membentuk galaksi-galaksi. Ketika kekuatan ekspansi surut, alam
semesta menguncup dengan sendirinya melalui gaya gravitasi dengan sebuah
Kerutan Besar (Big Crunch), sebelum mengembang sekali lagi. Dengan demikian,
kemungkinan besar ada, pernah ada, dan akan ada alam semesta yang tiada
batasnya. Evolusi alam semesta merupakan sebuah siklus tertutup-menyerupai
siklus air di mana air menguap membentuk awan lalu jatuh sebagai hujan dan
menguap lagi. Dengan demikian, keberadaan air (dan segala fenomena lain) tidak
memerlukan sesosok pencipta karena hal ini merupakan sebuah proses alami dari
dirinya sendiri.
Susunan Alam Semesta
Menurut Buddha, alam semesta ada dalam berbagai deretan,
yang terkecil adalah Sistem Dunia Kecil-ini melukiskan sebuah galaksi (misalnya
Bima Sakti), yang mengandung jutaan bintang dan planet. Deretan berikutnya
disebut Sistem Dunia Sedang-ini melukiskan gugus-gugus galaksi (misalnya Coma
Berenices). Sistem Dunia Sedang terdiri dari ratusan atau ribuan gugus galaksi.
Berikutnya adalah Sistem Dunia Besar, yang terbentuk oleh gugus-gugus Sistem
Dunia Sedang-ini melukiskan metagalaksi (misalnya Big Dipper yang
"membingkai" setidaknya sejuta galaksi). Meskipun ini merupakan
penemuan terjauh yang dapat diamati oleh peralatan-peralatan modern yang
canggih, Buddha mengajarkan pandangan kosmik ini jauh sebelum teleskop
ditemukan.
Galaksi
Naskah-naskah Buddhis menjabarkan bahwa ada
"dunia-dunia yang berbentuk seperti bunga"-ini berhubungan dengan
kabut gas antargalaksi yang bergelombang (yang mengandung miliaran bintang)
yang diamati dengan berbagai teleskop-radio. "Beberapa di antaranya luas
seperti lautan, berpilin bagai roda yang berputar. Sebagian lagi ramping
(seperti galaksi yang dapat diamati di Cetus, Pegasus, dan Hercules). Sebagian
lainnya kecil. Mereka memiliki bentuk-bentuk yang tak terhitung banyaknya
(galaksi memiliki bentuk yang tak terhitung). Mereka berputar dalam berbagai
cara (galaksi berputar mengelilingi pusatnya).... Beberapa dunia tampak seperti
roda yang bercahaya (beberapa galaksi memiliki pancaran yang kuat)."
Kuasar
Beberapa sistem dunia (galaksi) digambarkan dalam
naskah-naskah Buddhis meletup-letup dengan dahsyat seperti gunung berapi. Ini
berkenaan dengan kuasar yang meletus secara aktif, memuntahkan materi yang luar
biasa banyaknya dari inti galaksi.
Lubang Hitam
Beberapa dunia kosmik dilukiskan di dalam naskah-naskah
Buddhis menyerupai "mulut singa" yang memangsa segala sesuatu-ini
adalah lubang hitam yang menelan segala sesuatu yang berada di dalam jangkauan
gravitasinya.
Planet
Naskah-naskah Buddhis melukiskan bahwa "banyak sistem
dunia penuh dengan tanah berkarang tajam-berbahaya dan membinasakan". Hal
ini tidak hanya benar untuk planet-planet dari berbagai sistem bintang yang
lain, namun juga terbukti benar untuk planet-planet Tata Surya kita seperti
Mars dan Venus. Bumi juga digambarkan terbentuk dari sebuah massa materi yang
tebal dan berat yang secara berangsur mengeras hingga padat-hal ini disetujui
oleh ilmu pengetahuan.
Evolusi
Hingga tahap tertentu, ajaran Buddha setuju dengan teori
Darwin tentang Evolusi dan Seleksi Alam. Buddha mengajarkan bahwa semua makhluk
hidup, dengan naluri untuk mempertahankan hidup, terus berevolusi ke
bentuk-bentuk kehidupan yang lebih tinggi (dan lebih cerdas) atau
"mundur" ke bentuk-bentuk kehidupan yang lebih rendah (melalui
kekuatan Karma-dalam satu kehidupan tunggal atau melalui Kelahiran Berulang).
Hal ini berlangsung dalam jangka waktu yang tidak terbatas hingga suatu makhluk
mencapai tingkat evolusi yang tertinggi, menjadi Buddha-yang telah berkembang
penuh secara fisik dan mental.
Penjelasan Buddha tentang bagaimana kehidupan muncul dan
berkembang di dunia kita secara mengejutkan mirip dengan bagian-bagian dari
teori evolusi yang diajukan oleh Charles Darwin. Dalam Aganna Sutta, Buddha
menceritakan pemunculan dan pembentukan kembali alam semesta dalam periode
jutaan tahun yang tak terhitung lamanya dalam kaitannya dengan evolusi umat
manusia, munculnya kebaikan dan kejahatan dalam masyarakat, dan bagaimana
masyarakat berkembang. Buddha juga mengajarkan tentang bagaimana kehidupan yang
pertama terbentuk di permukaan air di Bumi, dan lagi-lagi, selama jutaan tahun
yang tak terhitung, organisme berkembang dari bentuk yang sederhana ke bentuk
yang kompleks. Semua proses ini tanpa mula dan akhir, dan bergerak karena sebab-sebab
alamiah. Di dalam Brahmajala Sutta juga tercatat tentang bagaimana alam semesta
yang lampau berakhir dan menjadi stabil, berkembang kembali dan stabil kembali
dengan pemunculan makhluk-makhluk dari alam kehidupan yang berbeda.
Energi
Ajaran Buddha meyakini sifat energi yang tidak dapat
dimusnahkan atau bersifat kekal. Ini selaras dengan hukum kekekalan energi,
yang menyatakan bahwa energi tidak dapat diciptakan ataupun dimusnahkan; energi
hanya dapat diubah dari satu bentuk ke bentuk lainnya. Ajaran tentang Kelahiran
Berulang, adalah satu contoh tentang perpindahan pikiran atau energi mental
yang tidak dapat mati dari satu tubuh ke tubuh lainnya.
Makhluk Planet Lain
Buddha menggambarkan dunia-dunia lain di luar dunia kita
dalam ruang angkasa yang mahaluas dan dimensi lain yang dihuni oleh banyak
makhluk hidup lain yang cerdas, yang kebanyakan tidak seperti kita. Kemungkinan
adanya kehidupan di luar kehidupan dunia kita sangat bisa diterima oleh para
ilmuwan dewasa ini.
Sebab-Akibat
Buddha mengajarkan bahwa semua fenomena fisik dan mental
muncul oleh kombinasi berbagai sebab dan kondisi. Hukum Karma sama dengan hukum
kausalitas (sebab-akibat) dalam ilmu pengetahuan. Dipercaya bahwa ada sebab
untuk setiap hal (akibat) yang terjadi atau eksis. Dengan kondisi-kondisi yang
tepat, setiap akibat pada gilirannya dapat berubah menjadi sebab bagi akibat
yang lain. Dalam ajaran Buddha tidak ada fenomena yang tidak dapat diterangkan,
acak, atau adikodrati. Fenomena adikodrati hanyalah gejala yang belum dimengerti
oleh mereka yang belum tercerahkan.
Psikologi
Buddha adalah yang pertama kali melihat dengan dalam ke
batin manusia dan berbagai pengalamannya. Ajaran-Nya merupakan pengobatan
mujarab bagi ketidakpuasan batin. Orang-orang Barat menemukan bahwa psikologi modern
hanya merupakan perluasan ajaran Buddha. Meditasi Buddhis tidak disangkal lagi
menawarkan motode-metode penyembuhan diri dan psikoterapi yang tak lekang oleh
waktu sekaligus paling maju.
Kekuatan Batin
ESP (Extra Sensory Perception), telekinesis, dan
fenomena-fenomena semacamnya telah diterangkan oleh Buddha sebagai
kekuatan-kekuatan batin yang dapat dicapai oleh siapa saja yang mampu berlatih
memusatkan pikiran (ini adalah "pikiran mengatasi materi"). Karena
pikiran adalah kekuatan yang paling dahsyat di alam semesta, penguasaan pikiran
membuka gerbang menuju kekuatan yang tidak terbatas. Buddha sendiri memiliki
kemampuan penuh atas berbagai kekuatan gaib karena Ia telah menguasai
pikiran-Nya dengan sempurna. Akan tetapi, menguasai berbagai kekuatan gaib
tidak membawa Kebahagiaan Sejati. Berbagai keajaiban yang dipertunjukkan Buddha
sekadar "pertunjukan sampingan" untuk mengilhami keyakinan, dan
merupakan hal yang sekunder bagi ajaran-Nya.
Elektron
Ahli fisika kenamaan dari Amerika, Robert Oppenheimer
mengatakan, "Jika kita ditanya, misalnya, apakah posisi elektron tetap
sama, kita harus menjawab 'tidak'; jika kita ditanya apakah posisi elektron
berubah bersama waktu, kita harus menjawab 'tidak'; jika kita ditanya apakah
elektron bergerak, kita harus menjawab 'tidak'." Buddha juga telah
memberikan jawaban senada ketika ditanya tentang kondisi-kondisi diri seseorang
setelah kematiannya.
KETAHUILAH!
Buddha Masih Hidup!
Sebagian orang berpikir bahwa Buddha dilahirkan di India
lebih dari 2.500 tahun yang lalu dan wafat 80 tahun kemudian. Buddha
"manusia" ini hanyalah penampakan lahiriah dari Dhammakaya Buddha
yang kekal adanya. Buddha yang sejati ini muncul di dunia kita dalam bentuk
manusia tak berapa lama setelah Ajaran Kebenaran (Dharma) dilupakan oleh
manusia.
Bagi mereka yang tidak mengerti, Buddha muncul untuk mati
begitu saja. Seandainya saja pembimbing dan guru Anda yang terhormat wafat,
bukankah hal ini akan membuat Anda mengandalkan diri Anda sendiri untuk
melakukan kebajikan dan berjuang untuk mencapai kebebasan? Inilah tujuan dari
"kematian" Buddha.
Bagi mereka yang mengerti, Buddha tidak pernah mati. Buddha
adalah Kebenaran dan Kebenaran tidak pernah mati-kelahiran dan kematian tidak
berkuasa atas Kebenaran. Bahkan setelah wujud manusia Buddha meninggal dunia,
kita masih bisa melihat-Nya. Buddha bersabda, "Dia yang melihat Kebenaran
melihat-Ku." (Itivuttaka 91). Lebih lanjut Buddha bersabda, "Ajaran
dan Disiplin yang telah Kuberikan akan menjadi Guru kalian." (Mahaparinibbana
Sutta 2:154).
Bahkan pada saat ini juga, Buddha yang akan datang sedang
menunggu waktu bagi-Nya untuk muncul di dunia kita setelah Ajaran Kebenaran
dilupakan orang. Dengan kata lain, selalu ada sesosok Buddha yang akan muncul
untuk menolong dunia. Buddha sejati ini akan selalu dalam wujud manusia-Buddha
yang abadi dan universal.
Buddha Dapat Menolong Anda!
Buddha mengasihi semua makhluk. Ia bersabda, "Atas
dasar Kewelasan, Saya memeriksa seluruh dunia dengan mata-Buddha."
(Majjhima Nikaya 1:169). Kapan saja seseorang membutuhkan bantuan atau siap
menerima Ajaran Kebenaran, Buddha akan datang kepadanya. Namun, sering kali
kita tidak tahu bahwa Buddha-lah yang membantu kita. Buddha bersabda,
"Ingatlah, Ananda, ketika Saya sering memasuki suatu kumpulan ratusan orang
penting, orang spiritualis, perumah tangga, orang dari agama lain, dan berbagai
dewa, sebelum Saya duduk dan berbicara dengan mereka; Saya mengubah diri supaya
tampak serupa dengan mereka, dan berbicara seperti mereka. Ketika Saya selesai
mengajar mereka, mereka sangat bersukacita. Namun mereka tidak tahu siapakah
Saya bahkan setelah Saya berlalu!" (Mahaparinibbana Sutta 1:109).
Kapan saja Anda dalam kesulitan, Anda bisa memandang kepada
Buddha untuk mendapatkan pertolongan. Karena Ia bersabda, "Jangan takut, ketika
engkau memandang-Ku, Aku akan membebaskanmu, seperti seseorang yang
menyelamatkan seekor gajah yang terperosok di dalam lumpur." (Kisah
Vakkali, Dhammapada Atthakatha 4:119).
Doa Buddhis Manjur!
Cobalah, doa-doa Buddhis itu manjur! Anda dapat berkomunikasi
dengan Buddha secara langsung. Buddha bersabda, "Jika engkau berada di
dalam hutan belantara atau di tempat yang sunyi, jika rasa takut dan panik
muncul di dalam pikiranmu, segera sebutlah nama-Ku di dalam pikiranmu. Jika
engkau berbuat demikian, rasa takut dan panik itu akan teratasi."
(Samyutta Nikaya 1:219).
Setiap ajaran Buddha adalah seperti sebuah doa yang dapat
digunakan sebagai pengingat spiritual sehari-hari. Misalnya, Buddha memberi
tahu kita supaya tidak menyesali masa lalu atau mencemaskan masa yang akan
datang-hanya saat inilah yang nyata dan berarti. Ia bersabda, "Jangan
memikirkan masa lalu; jangan mengkhawatirkan masa yang akan datang. Apa yang
telah lalu biarlah berlalu; masa yang akan datang belumlah terjadi. Gunakanlah
Kebijaksanaanmu dan berikanlah perhatian pada saat ini." (Ringkasan
Ceramah Bhaddekaratta).
Anda Dapat Menyelamatkan Diri Anda Sendiri!
Tidak seorang pun dapat menyelamatkan kita, kecuali diri
kita sendiri! Ini adalah pesan penting yang diberikan Buddha kepada kita.
Buddha bersabda, "Oleh diri sendiri kejahatan dilakukan; oleh diri sendiri
seseorang menjadi tidak suci. Hanya oleh diri sendiri kejahatan dihentikan;
hanya oleh diri sendiri seseorang menjadi suci. Suci dan tidak suci tergantung
pada diri sendiri. Tak seorang pun dapat menyucikan orang lain."
(Dhammapada 165).
Lebih lanjut, Buddha mengatakan bahwa kita bisa menjadi
majikan bagi diri kita sendiri. "Seseorang adalah majikan bagi dirinya
sendiri. Siapa lagi yang dapat menjadi majikannya? Jika seseorang terkendali
dengan baik, dia menjadi tuan yang jarang adanya." (Dhammapada 160).
Kita semua ini pada hakikatnya adalah baik, demikian kata
Buddha-keserakahan, kebencian, dan kegelapan batin dalam kehidupan kita
sehari-hari hanya untuk sementara waktu menyelubungi pikiran kita,
"Pikiran kita ini adalah murni, namun terkotori oleh berbagai hal dari
luar." (Anguttara Nikaya 1:10).
Dalam ajaran Buddha yang sejati, tidak ada hal-hal seperti
dosa, perintah, penghakiman, surga abadi, atau neraka abadi. Hanya ada pikiran
murni Buddha untuk kita capai. "Semua makhluk dapat menjadi Buddha."
(Ratna-gotra-vibhaga 1).
BERBAGAI TRADISI BUDDHIS
Buddha, yang merupakan guru Kewelasan yang sangat piawai,
menyampaikan beragam ajaran yang sesuai untuk orang-orang dengan berbagai latar
belakang, minat, dan kecenderungan. Disebutkan bahwa Buddha memberikan sebanyak
84.000 ajaran! Setiap orang tidak diharapkan untuk mempraktikkannya dengan cara
yang sama. Dengan demikian, pengikut Buddha menyambut baik keanekaragaman
tradisi Buddhis yang berkembang di berbagai latar budaya dengan kebutuhan yang
berbeda-beda. Meskipun ada banyak ajaran, mereka saling terkait erat-dengan
tujuan umum untuk mencapai Kebebasan, Kebijaksanaan, dan Kewelasan melalui
Pencerahan bagi diri sendiri dan semua makhluk. Buddha bersabda,
"Sebagaimana samudera luas punya satu rasa, rasa asin. Demikian pula,
dalam ajaran-Ku, hanya ada satu rasa, rasa Kebebasan."
Dua Tradisi Utama
Ajaran Buddha yang beragam telah berkembang menjadi dua
tradisi utama, yaitu: Theravada dan Mahayana. Theravada mengandung
ajaran-ajaran yang disampaikan Buddha kepada mereka yang tertarik untuk
terbebas dari siklus kehidupan dan mencapai pembebasan. Sutta atau kumpulan
ceramah Buddha ini diturunkan dari generasi ke generasi secara oral sampai
sekitar 5 abad setelah kemangkatan Buddha. Setelah itu sutta dituliskan di Sri
Lanka dan dihimpun dalam tiga keranjang menjadi kumpulan naskah suci yang
dikenal sebagai Kanon Pali.
Ajaran Mahayana diberikan oleh Buddha kepada mereka yang
berminat dalam jalan Bodhisatta dan ke-Buddha-an. Setelah Buddha mangkat,
ajaran Mahayana tidak dipraktikkan secara umum, namun diturunkan secara pribadi
dari guru ke murid. Lima abad setelah kemangkatan Buddha, ajaran Mahayana mulai
muncul ke khalayak ramai.
Mahayana terdiri dari dua metode latihan, yaitu Paramitayana
dan Vajrayana. Paramitayana adalah jalan umum Bodhisatta yang ditemukan dalam
sutra-sutra dan menekankan pada niat altruistik (mementingkan pihak lain).
Vajrayana mengandung metode Theravada dan Paramitayana ditambah praktik
meditasi tentang berbagai perwujudan Buddha.
Ajaran Buddha sangatlah luwes dalam wujud luar yang
diambilnya, sehingga ajaran Buddha telah beradaptasi dengan budaya dari setiap
tempat pengembangannya.
Harmoni Dalam Berbagai Tradisi Buddhis
Meskipun ajaran Buddha adalah salah satu agama tertua di
dunia, tidak pernah ada perang atas nama ajaran Buddha. Semangat sektarian
sempit dipandang sangat merusak, karena mengatakan satu tradisi itu baik
sedangkan tradisi lain itu tidak baik, sama saja dengan mengkritik ajaran yang
diberikan Buddha kepada sekelompok orang tertentu.
Meskipun kita mungkin menemukan suatu tradisi tertentu
paling cocok bagi kepribadian kita, tidaklah bijaksana untuk menonjolkannya
dengan terlalu kuat, "Saya Mahayana, kamu Theravada." Adalah penting
untuk mengingat bahwa kita semua adalah umat manusia yang mencari Kebahagiaan
Sejati dan ingin merealisasi Kebenaran, masing-masing boleh mencari metode yang
paling sesuai dengan perangai dan kecenderungan kita.
Suatu Pikiran Terbuka Terhadap Berbagai Tradisi Buddhis
Kita bebas memilih pendekatan yang paling sesuai dan nyaman
bagi kita. Bagaimanapun juga, penting untuk memelihara pikiran yang terbuka dan
hormat kepada tradisi-tradisi lain. Tatkala pikiran kita berkembang, kita
mungkin akan memahami unsur-unsur dalam tradisi-tradisi lain yang semula tidak
dapat kita pahami. Singkatnya, kita seyogianya mempraktikkan apa saja yang kita
rasa berguna untuk membantu kita menjalani kehidupan yang lebih baik, dan kita
dapat menyisihkan apa saja yang belum kita mengerti tanpa harus mengkritiknya.
Menjaga suatu pikiran terbuka terhadap berbagai tradisi
tidak berarti mencampur-adukkan semuanya secara acak. Lebih baik memusatkan
diri pada satu teknik pada suatu waktu. Jika kita mencuplik sedikit dari teknik
ini dan sedikit dari teknik lainnya tanpa pemahaman, kita bisa jadi bingung
sendiri. Bagaimanapun juga, suatu ajaran yang ditekankan dalam satu tradisi
dapat memperkaya pemahaman dan praktik kita akan tradisi lain. Juga disarankan
untuk melakukan praktik-praktik yang sama setiap harinya. Jika kita melakukan
satu jenis praktik untuk satu hari dan praktik jenis lain besoknya, kita akan
sulit maju dalam praktik manapun. Akan tetapi, kita bisa melakukan kedua jenis
praktik setiap hari, asalkan kesinambungannya terus dipertahankan.
KEHIDUPAN MEMBIARA
Apakah Tujuan Kehidupan Membiara Dalam Ajaran Buddha?
Tujuan Buddha dalam mendirikan komunitas bhikkhu dan
bhikkhuni (disebut Sangha) adalah untuk menyediakan lingkungan dan kondisi yang
menunjang untuk pengembangan spiritual. Pengikut awam menyediakan kebutuhan
dasar para bhikkhu dan bhikkhuni seperti makanan, jubah, tempat bernaung, dan
obat-obatan, sehingga mereka dapat mencurahkan segenap waktu untuk belajar dan
berlatih Dharma. Pola hidup yang teratur dan sederhana dalam biara merupakan
hal yang menunjang ketenangan batin dan meditasi. Sebaliknya, bhikkhu dan
bhikkhuni diharapkan membagikan pengetahuan mereka kepada masyarakat serta
bertindak sebagai teladan seorang pengikut Buddha yang baik.
Apakah Kita Harus Menjadi Biarawan Agar Tercerahkan?
Tentu saja tidak. Beberapa pengikut Buddha yang tercerahkan
adalah pria dan wanita awam. Bahkan di antara mereka ada yang demikian
berkembang dan mampu menasihati para bhikkhu dan bhikkhuni. Dalam ajaran
Buddha, tingkat pemahaman dan kebijaksanaan seseorang adalah hal yang paling
utama, yang tidak ada hubungannya apakah mengenakan jubah atau tidak, apakah
tinggal dalam biara atau di rumah saja. Ada yang merasa bahwa biara dengan
segala kelebihan dan kekurangannya merupakan lingkungan terbaik untuk
mengembangkan spiritualitas; sementara yang lain merasa bahwa rumah dengan
segala suka-dukanya adalah lebih sesuai. Setiap orang adalah berbeda.
Apa Jadinya Seandainya Semua Orang Menjadi Biarawan?
Kita dapat mempertanyakan hal yang sama terhadap segala
jenis profesi. "Menjadi dokter gigi adalah sangat baik, namun apa jadinya
seandainya semua orang menjadi dokter gigi? Tidak akan ada guru, juru masak,
pengemudi taksi." "Menjadi guru adalah sangat baik, namun apa jadinya
seandainya semua orang menjadi guru? Tidak akan ada dokter gigi, juru masak,
dan sebagainya. Buddha tidak pernah menganjurkan bahwa semua orang harus
menjadi biarawan dan tentu hal ini juga tidak akan pernah terjadi. Meskipun
demikian, selalu akan ada orang yang tertarik dengan kehidupan sederhana dan
pelepasan keduniawian. Dan sebagaimana profesi lainnya, mereka memiliki
keahlian dan pengetahuan yang dapat membantu masyarakat sekitarnya.
Apa yang dijalani oleh Biarawan Buddhis?
Seorang bhikkhu (biarawan) bertekad menjalankan lebih dari
dua ratus aturan disiplin pelatihan diri (Vinaya); sementara seorang bhikkhuni
(biarawati) menjalankan lebih dari tiga ratus aturan disiplin. Vinaya
bermanfaat untuk mendisiplinkan pikiran, perkataan, dan perbuatan melalui
pemahaman. Aturan utama mengenai hidup selibat dan pantang dari mencuri,
membunuh, dan berbohong, sampai aturan disiplin spiritualitas yang lebih tinggi
harus dijalankan secara ketat. Jika seorang biarawan melanggar salah satu
aturan, ia harus menghadapi banyak konsekuensi dan memperbaikinya sesuai dengan
beratnya pelanggaran.
Apakah Menjadi Biarawan Buddhis Adalah Suatu Sumpah?
Tidak ada sumpah bagi seorang bhikkhu/bhikkhuni. Seseorang
menjadi biarawan berdasarkan kehendaknya sendiri untuk menjalani kehidupan suci
selama ia suka. Karena itu ia tidak perlu merasa terjebak oleh sumpah yang
pernah ia buat dan menjadi munafik, karena ia sendiri dapat memutuskan apakah
ia ingin mematuhi aturan atau tidak. Ia bebas untuk meninggalkan Sangha kapan
pun dan dapat menjalani cara hidup pengikut Buddha awam jika ia
menginginkannya. Ia juga dapat kembali membiara kapan pun ia mau.
Apakah Karakteristik Biarawan Buddhis?
Karakteristik yang menonjol dari biarawan Buddhis antara
lain adalah kemurnian, kerendahan hati, kesederhanaan, pelayanan tanpa pamrih,
kendali diri, kesabaran, kewelasan, dan tidak merugikan pihak lain. Ia mudah
melayani dan mudah dilayani.
PENGIKUT BUDDHA SEJATI
Apa yang membuat seseorang disebut pengikut Buddha? Apa yang
membedakan pengikut Buddha dan yang bukan? Menjadi pengikut Buddha berarti
berbeda dengan yang lain; tetapi apa maksud sebenarnya ini?
Sekadar Melakukan Ritual
Apakah orang yang hanya ambil bagian dalam berbagai ritual
dan upacara Buddhis serta mengunjungi vihara untuk memberi persembahan adalah
pengikut Buddha sejati?
Kegiatan-kegiatan sedemikian itu bisa bernilai jika
dilakukan dengan semangat yang benar karena kegiatan tersebut dapat
membangkitkan dan menyokong tekad dalam mengikuti jalan Buddha. Namun, apa yang
lebih penting adalah memurnikan pikiran. Upacara dan ritual bisa membawa dampak
yang berlawanan jika formalitas belaka dijadikan sebagai tujuan akhir.
Sekadar Mengharapkan Jasa
Apakah orang yang hanya mengumpulkan jasa kebajikan demi
mengalami masa depan yang menyenangkan adalah pengikut Buddha sejati?
Materialisme spiritual sama-sama buruknya dengan
materialisme murni-keduanya merupakan bentuk-bentuk kemelekatan dan keakuan.
Kebaikan seharusnya hanya dilakukan semata-mata karena itu adalah kebaikan;
kita seyogianya tidak melekat pada berbagai keuntungan sebagai akibat melakukan
kebaikan.
Sekadar Menjadi Bermoral
Apakah orang yang hanya mempraktikkan moralitas adalah
pengikut Buddha sejati?
Ada satu kesalahpengertian umum bahwa kita harus
menyempurnakan moralitas terlebih dahulu sebelum bisa melaju di jalan
spiritual-khususnya sebelum kita bermeditasi. Moralitas secara alamiah menjadi
semakin dalam dengan meditasi karena moralitas melemahkan perasaan ego. Praktik
moralitas yang tanpa realisasi Kebijaksanaan, tidak akan dapat membawa kita ke
Pencerahan. Pencerahan bukanlah suatu tujuan yang muluk-muluk jika kita hidup
saat ini, dari momen ke momen, dengan perhatian murni.
Sekadar Iman Membuta
Apakah orang yang membedakan agamanya sendiri dari
agama-agama lain, menentang ajaran-ajaran mereka dan percaya bahwa pasti tidak
ada kebenaran dalam ajaran mereka adalah pengikut Buddha sejati?
Semua agama memiliki unsur-unsur kebenaran tertentu di
dalamnya. Selalu ada sesuatu yang dapat kita pelajari dari mereka meskipun
pengikut Buddha yakin bahwa Buddha telah mengajarkan kepada kita semua hal yang
kita perlukan untuk mempraktikkan jalan menuju Pencerahan dan Kebahagiaan
Sejati.
Sekadar Yakin Terhadap Buddha
Apakah orang yang hanya percaya bahwa hanya dengan memiliki
keyakinan kepada Buddha saja akan selamat adalah pengikut Buddha sejati?
Itu adalah pikiran penuh harap yang menggantungkan diri
kepada orang lain alih-alih melakukan usaha sendiri untuk mempraktikkan jalan
menuju Pencerahan yang membawa kebahagiaan. Jika kita dengan tulus melakukan
usaha untuk berlatih, berbagai keadaan dalam kehidupan kita akan meningkat
secara alami. Kita harus merealisasi Kebenaran untuk diri kita sendiri; tidak
seorang pun dapat melakukannya untuk kita. Buddha menyadari bahwa semua makhluk
memiliki sifat (hakikat) Buddha yang sama. Karena kita pada hakikatnya memiliki
sifat yang sama seperti Buddha, kita pun dapat merealisasi sifat ini dengan
jalan yang ditempuh-Nya.
Siapakah Pengikut Buddha Sejati?
Seorang pengikut Buddha sejati adalah orang yang, pertama,
meyakini bahwa Pencerahan Buddha merupakan kebebasan melalui realisasi penuh
atas sifat hakiki diri dan segala sesuatu, yang mengakhiri segala derita dan
mencapai Kebahagiaan Sejati. Kedua, mencapai pengalaman bagi diri sendiri merupakan
tujuan penting dalam kehidupan ini, mengikuti jalan yang telah Buddha tunjukkan
kepada kita, datang kepada Tiga Permata untuk berlindung. Seorang pengikut
Buddha memiliki keyakinan bahwa pengalaman Buddha bukanlah suatu khayalan,
tetapi bahwa pengalaman itu merupakan hal yang paling penting dan bernilai yang
dapat dialami oleh siapa saja melalui latihan pemurnian batin yang rajin.
Bagian terpenting dari jalan menuju Pencerahan adalah kesadaran meditatif-yang
membimbing menuju pengertian tentang diri sendiri dan makhluk-makhluk lain,
yang membangkitkan Kebijaksanaan dan Kewelasan yang sempurna.
Nah, apakah Anda seorang pengikut Buddha sejati?
INDAHNYA AJARAN BUDDHA
Jalan Pencerahan yang Unik
Bukan metafisik ataupun ritualistik.
Bukan skeptik ataupun dogmatik.
Bukan penyiksaan diri ataupun pemanjaan diri.
Bukan pesimisme ataupun optimisme.
Bukan eternalisme ataupun nihilisme.
Bukan mutlak dunia ini ataupun dunia lain.
Ajaran Buddha adalah jalan Pencerahan yang unik.
Mengungguli Segala Sistem Lain
Sebagai ajaran moral, ajaran Buddha mengungguli segala
sistem etika, namun moralitas hanyalah awal, bukan sebagai akhir dari ajaran
Buddha.
Dalam satu pengertian, ajaran Buddha bukanlah filosofi;
dalam pengertian yang lain, ajaran Buddha adalah filosofi dari segala filosofi.
Dalam satu pengertian, ajaran Buddha bukanlah agama; dalam
pengertian yang lain, ajaran Buddha adalah agama dari segala agama.
Melampaui Agama
Jika definisi dari "agama" adalah kepercayaan
mutlak dan pemujaan terhadap suatu sosok ilahi, dengan kewajiban untuk
menjalankan upacara dan ritual, ajaran Buddha bukanlah suatu agama. Ajaran
Buddha melampaui semua definisi umum tentang agama karena ajaran Buddha
mendorong kecerdasan kita untuk bertanya dan meyakini adanya potensi tertinggi
dari setiap individu.
Upacara dan ritual hanya sekadar perayaan yang membantu
mengilhami kita, namun tidak bisa memberi kita Kebijaksanaan dan kebahagiaan
sejati.
Universal
Karena perhatian utama Buddha adalah kebahagiaan sejati bagi
semua makhluk, ajaran-Nya dapat dipraktikkan dalam masyarakat atau pertapaan,
oleh semua ras dan sistem kepercayaan. Ajaran Buddha sama sekali tidak memihak
dan benar-benar bersifat universal.
Kebenaran Tidak Memerlukan Nama
Apakah ajaran Buddha itu agama atau filsafat? Ajaran Buddha
tetaplah sedemikian rupa apa pun nama yang disematkan padanya. Nama tidaklah
penting. Bahkan nama "Buddhisme" yang kita berikan untuk ajaran
Buddha bukanlah hal yang penting. Kebenaran tidak memerlukan nama.
Pemurnian Pikiran
Ajaran Buddha tidak hanya menganjurkan untuk menghentikan
semua kejahatan dan melakukan semua kebaikan, tetapi juga mengajarkan pemurnian
pikiran-yang merupakan akar dari segala kebaikan dan kejahatan, serta sebab
dari penderitaan maupun kebahagiaan sejati. Dewasa ini kita banyak mendengar
tentang cara melatih kekuatan pikiran, ajaran Buddha adalah sistem pelatihan
pikiran yang paling lengkap dan efektif yang ada di dunia ini.
Kebebasan Berpikir
Dari sisi intelektual dan filsafat ajaran Buddha, tumbuhlah
kebebasan berpikir dan bertanya yang tidak ada bandingannya dengan agama atau
filsafat besar dunia lainnya. Walaupun Buddha mendorong kita untuk
mempertimbangkan ajaran-Nya, namun tidak ada kewajiban atau paksaan apa pun
untuk percaya atau menerima ajaran Buddha.
Tidak Ada Perintah
Buddha begitu penuh toleransi, bahwasanya Ia tidak
mengerahkan kekuatan untuk memberikan perintah kepada para pengikut-Nya.
Sebagai pengganti penggunaan perintah, Ia berkata: "Sebaiknya kamu
melakukan ini. Sebaiknya kamu tidak melakukan ini." Ia tidak memerintah,
tapi menasihati.
Kebebasan Bertanya
Ajaran Buddha dipenuhi dengan semangat kebebasan bertanya
dan toleransi menyeluruh. Ajaran Buddha adalah ajaran tentang keterbukaan
pikiran dan hati yang simpatik, yang menerangi dan menghangatkan segenap semesta
dengan sinar ganda Kebijaksanaan dan Kewelasan, memancarkan sinar keramahan
pada setiap makhluk dalam perjuangan mengarungi samudera kelahiran dan
kematian.
Tidak Ada Rahasia
Menurut Buddha, kebenaran adalah sesuatu yang terbuka bebas
untuk ditemukan oleh semua makhluk. Jika kita mempelajari kehidupan dan ajaran
Buddha, kita bisa melihat bahwa segala sesuatu terbuka untuk setiap orang.
Memang ada ajaran tingkat lanjut tertentu yang memerlukan bimbingan khusus dari
para guru yang berpengalaman, namun tidak ada rahasia dalam ajaran Buddha.
Pendidikan Kebenaran
Buddha adalah guru kebenaran terbesar. Ajaran Buddha adalah
pendidikan yang sempurna tentang kita dan semesta tempat kita tinggal. Ajaran
Buddha adalah ajaran yang melampaui pengetahuan duniawi, mengenai Kebijaksanaan
tertinggi menuju perwujudan kebahagiaan sejati.
Menarik untuk dicatat bahwa salah satu universitas pertama
di dunia adalah Universitas Buddhis Nalanda di India, yang berkembang pada abad
ke-2 sampai ke-9. Universitas ini dibuka untuk pelajar dari seluruh penjuru
dunia dan merupakan sekolah dari berbagai pelajar Buddhis terkemuka.
Kebenaran Akan Selalu Menang
Buddha dengan terbuka mengundang pengikut-Nya dan penganut
kepercayaan lain untuk menguji ajaran-Nya dari setiap sudut sampai tidak ada
ruang keragu-raguan lagi. Buddha tahu bahwa jika seseorang benar-benar yakin
bahwa ia mengetahui kebenaran, seharusnya ia tidak takut untuk diuji, karena
kebenaran akan selalu menang. Jawaban Buddha terhadap berbagai pertanyaan telah
memperkaya ajaran Buddha menjadi bidang keagamaan yang luas.
Mengandalkan Diri Sendiri
Ketika Buddha bermeditasi untuk mencapai Pencerahan, tidak
ada dewa yang datang untuk menyingkap rahasia kekuatan spiritual apa pun. Ia
berkata, "Saya tidak pernah memiliki guru atau makhluk apa pun yang
mengajarkan cara mencapai Pencerahan. Saya mencapai Kebijaksanaan tertinggi
dengan usaha, kekuatan, pengetahuan, dan kemurnian sendiri." Demikian
pula, kita dapat mencapai tujuan tertinggi ini melalui usaha yang
sungguh-sungguh dalam memperbaiki diri sendiri.
Berdasarkan Pengalaman dan Nalar
Ajaran Buddha adalah satu-satunya ajaran yang dibabarkan
bagi umat manusia melalui pengalaman, pencapaian, Kebijaksanaan, dan Pencerahan
dari pendirinya. Ajaran ini berakar dari pengalaman, bukan kepercayaan yang
membuta. Masalah manusia harus dipahami melalui pengalaman manusia dan diatasi
dengan pengembangan nilai-nilai manusia yang luhur. Manusia harus menemukan
pemecahan melalui pemurnian dan pengembangan pikiran manusia, bukan melalui
pihak-pihak luar.
Jadilah Pelita Bagi Dirimu Sendiri
Buddha tidak pernah memperkenalkan diri-Nya sebagai juru
selamat gaib. Ia tidak mengajarkan adanya juru selamat semacam itu. Tak seorang
pun yang dapat menyelamatkan kita selain diri kita sendiri. Para Buddha dengan
jelas menunjukkan jalannya, namun kita sendirilah yang harus menjalaninya. Ia
berkata, "Jadilah pelita bagi dirimu sendiri; andalkanlah dirimu sendiri;
jangan mengandalkan pertolongan lain dari luar. Genggamlah erat kebenaran
bagaikan sebuah pelita!"
Teladan Sempurna
Buddha adalah perwujudan segala kebajikan yang
diajarkan-Nya. Ia mewujudkan seluruh ucapan-Nya dalam tindakan. Tanpa kenal
lelah Ia membabarkan kebenaran dan menjadi teladan yang sempurna. Tak pernah Ia
menampakkan kelemahan atau nafsu dasar manusia. Kualitas Moralitas,
Kebijaksanaan, dan Kewelasan-Nya adalah yang paling sempurna sepanjang sejarah
pengetahuan dunia.
Kita Juga Bisa Menjadi Sempurna
Buddha mewakili puncak tertinggi dari pengembangan spiritual
yang mungkin dicapai. Ia mengajarkan bahwa semua orang bisa mencapai
kesempurnaan sejati. Tidak ada pendiri agama mana pun yang pernah berkata bahwa
para pengikutnya juga mempunyai kesempatan yang sama untuk memperoleh
pengalaman yang sama akan kedamaian, kebahagiaan, dan keselamatan seperti
dirinya. Tetapi Buddha mengajarkan bahwa setiap orang bisa mencapai kebahagiaan
Pencerahan tertinggi yang serupa jika telah mempraktikkan apa yang Ia jalani.
Umat Buddha Bukanlah Budak
Umat Buddha bukanlah budak atau hamba sebuah buku atau siapa
pun. Ia juga tidak mengorbankan kebebasan berpikirnya dengan menjadi seorang
pengikut Buddha. Ia dapat melatih kehendak bebasnya sendiri dan mengembangkan
pengetahuannya bahkan sampai tahap pencapaian ke-Buddha-an oleh dirinya sendiri
karena pada dasarnya semua orang berpotensi menjadi Buddha.
Tidak Ada Ketakutan
Buddha adalah tokoh sejarah utama yang mempromosikan
bangkitnya keyakinan rasional melawan takhayul keagamaan. Ia membebaskan
manusia dari cengkeraman para imam, dan juga yang pertama kali menunjukkan
jalan untuk bebas dari kemunafikan dan penindasan keagamaan.
Ajaran Buddha adalah ajaran yang menggunakan nalar dan tidak
memakai unsur ketakutan untuk mendesak orang lain dalam segala cara supaya
percaya. Ajaran Buddha mengajarkan kita untuk menjadi baik bukan karena takut
akan ancaman api neraka atau karena imbalan kerajaan surga.
Tidak Ada Kepercayaan Membuta
Buddha tidak menjanjikan kebahagiaan surgawi, imbalan, atau
keselamatan bagi orang yang percaya kepada-Nya. Bagi-Nya, agama bukanlah suatu
tawar-menawar tapi suatu jalan hidup mulia untuk mencapai Pencerahan dan
keselamatan untuk diri sendiri dan orang lain. Buddha tidak menginginkan
pengikut-Nya untuk percaya kepada-Nya secara membuta. Ia menginginkan kita
untuk berpikir dan paham oleh diri kita sendiri. Oleh karenanya ajaran Buddha
disebut agama analisis.
Jangan Percaya Begitu Saja
Jangan percaya begitu saja akan apa yang engkau dengar;
Jangan percaya begitu saja akan tradisi, desas-desus, atau
banyaknya omongan;
Jangan percaya begitu saja hanya karena hal itu tertulis di
dalam kitab agamamu;
Jangan percaya begitu saja pada kewenangan guru-gurumu;
Namun melalui pengamatan dan analisis, jika engkau temukan
bahwa suatu hal sesuai dengan nalar dan mendatangkan kebaikan dan manfaat bagi
diri sendiri dan semua, maka terimalah dan hiduplah sesuai dengan hal tersebut.
Ilmiah
Umat Buddha tidak pernah merasa perlu untuk memberikan
tafsiran baru terhadap ajaran Buddha. Penemuan ilmiah belakangan ini tidak
pernah bertentangan dengan ajaran Buddha karena metode dan ajaran Buddha
bersifat ilmiah. Asas-asas Buddhis dapat dipertahankan dalam keadaan apa pun
tanpa mengubah gagasan-gagasan dasarnya. Ajaran Buddha dihargai oleh para
cendekiawan, ilmuwan, pemikir hebat, ahli filsafat, kaum rasionalis, bahkan pemikir
bebas, sepanjang masa.
Matang Secara Intelektual dan Spiritual
Buddha berkata, "Dharma yang Kuajarkan hanya dapat
dipahami oleh orang yang mampu berpikir." Hanya mereka yang memiliki
kecerdasan untuk menggunakan pikiran dengan jelas dan yang matang secara
spiritual, tahu bagaimana menghargai Dharma ini sebagai Hukum Universal.
Agama Masa Depan
Albert Einstein, ilmuwan paling terkemuka pada abad ke-20:
"Agama masa depan adalah agama kosmik. Melampaui Tuhan
sebagai pribadi serta menghindari dogma dan teologi. Mencakup baik alamiah
maupun spiritual, agama tersebut seharusnya didasarkan pada rasa keagamaan yang
timbul dari pengalaman akan segala sesuatu yang alamiah dan spiritual, berupa
kesatuan yang penuh arti. Ajaran Buddha menjawab gambaran ini... Jika ada agama
yang akan memenuhi kebutuhan ilmiah modern, itu adalah ajaran Buddha."
Filsafat Tertinggi
Bertrand Russell, pemenang Hadiah Nobel dan filsuf paling
terkemuka pada abad ke-20:
"Di antara agama-agama besar dalam sejarah, saya lebih
menyukai ajaran Buddha... Ajaran Buddha menganut metode ilmiah dan
menjalankannya sampai suatu kepastian yang dapat disebut rasionalistik. Ajaran
Buddha membahas sampai di luar jangkauan ilmu pengetahuan karena keterbatasan
peralatan mutakhir. Ajaran Buddha adalah ajaran mengenai penaklukan
pikiran."
Psikologi Tertinggi
Dr. C.G. Jung, pelopor psikologi modern menyatakan
penghargaannya:
"Sebagai seorang pelajar studi banding agama, saya
yakin bahwa ajaran Buddha adalah yang paling sempurna yang pernah dikenal
dunia. Filsafat teori evolusi dan hukum karma jauh melebihi kepercayaan
lainnya... Tugas saya adalah menangani penderitaan batin, dan inilah yang
mendorong saya menjadi akrab dengan pandangan dan metode Buddha, yang bertema
pokok mengenai rantai penderitaan, ketuaan, kesakitan, dan kematian."
Kewelasan Universal
Karena Kewelasan Buddha bersifat universal, Ia memandang
semua makhluk besar dan kecil, dari serangga sampai hewan besar, tampak maupun
tak tampak, adalah sederajat. Masing-masing mempunyai hak yang sama untuk
berbahagia seperti halnya manusia.
Anti-kekerasan
Tidak ada yang dinamakan "perang suci" dalam
ajaran Buddha. Buddha mengajarkan, "Yang menang menuai kebencian dan yang
kalah hidup sengsara. Barang siapa yang tidak mencari menang dan kalah akan
berbahagia dan damai." Buddha tidak hanya mengajarkan anti-kekerasan dan
perdamaian, Ia mungkin satu-satunya guru yang pergi ke medan pertempuran untuk
mencegah pecahnya perang.
Tidak Ada Pengorbanan
Buddha tidak menyetujui pengorbanan hewan karena Ia
memandangnya sebagai hal yang kejam dan tidak adil bagi siapa pun untuk merusak
kehidupan makhluk lain demi keuntungan diri sendiri.
Penyetaraan Derajat
Buddha mengecam sistem kasta. Menurut-Nya, satu-satunya
penggolongan umat manusia adalah berdasarkan kualitas perilaku moralnya. Buddha
berkata, "Pergilah ke seluruh negeri dan babarkan ajaran ini. Katakan
kepada mereka bahwa yang miskin dan yang hina, yang kaya dan yang mulia, semua
adalah satu, dan bahwa semua kasta dipersatukan di dalam ajaran ini seperti sungai
bermuara di lautan".
Persamaan Hak Pria dan Wanita
Buddha, yang memandang bahwa kedua jenis kelamin memiliki
hak yang seimbang, adalah guru agama pertama yang memberikan kebebasan penuh
bagi wanita untuk turut serta dalam kehidupan beragama. Sikap-Nya yang memperbolehkan
wanita untuk memasuki Sangha (menjadi biarawati) merupakan hal yang sangat
radikal pada zaman itu.
Sistem Parlementer Pertama
Buddha adalah pemimpin pertama yang mendorong semangat
musyawarah dan proses demokrasi. Dalam komunitas Sangha, setiap anggota
memiliki hak individu untuk memutuskan hal-hal yang umum. Ketika permasalahan
serius muncul, pokok persoalan diajukan dan dibahas dengan cara yang serupa
dengan sistem parlementer demokrasi saat ini.
Tanpa Penyalahgunaan Politik
Buddha berasal dari kasta kesatria dan bergaul dengan para
raja, pangeran, dan menteri. Tapi Ia tidak pernah menggunakan pengaruh
kekuasaan politik untuk mengenalkan ajaran-Nya. Ia juga tidak memperbolehkan
ajaran-Nya disalahgunakan untuk mendapatkan kekuasaan politik. Ia mendorong
para raja untuk menjadi teguh dari segi moral, mengajarkan bahwa negara tidak
semestinya diperintah dengan ketamakan tapi dengan Kewelasan dan tenggang rasa
bagi warganya.
Peduli Akan Kesejahteraan Ekonomi
Buddha juga peduli terhadap kesejahteraan material para umat
awam karena kemapanan ekonomi sampai tingkat tertentu bisa menunjang
pengembangan spiritual para umat. Ia tidak menghalangi mereka untuk mencari
kebahagiaan duniawi, namun Ia menekankan bahwa dalam pencarian tujuan duniawi,
para umat sebaiknya berhati-hati agar tidak melanggar aturan dasar moralitas.
Tidak Ada Penghukuman Abadi
Tidak ada konsep dosa yang tak terampuni dalam ajaran
Buddha; tidak ada penghukuman abadi karena neraka pun tidaklah kekal. Buddha
berkata bahwa semua perbuatan adalah baik atau buruk disebabkan ada atau
tidaknya Kebijaksanaan. Selalu ada harapan sepanjang seseorang menyadari
kesalahannya dan berubah untuk menjadi lebih baik.
Agama yang Layak
Buddha mengajarkan bahwa jika agama apa pun mengandung Empat
Kebenaran Mulia dan Jalan Mulia Berfaktor Delapan, agama itu bisa dianggap
sebagai agama yang layak. Hal ini karena agama yang benar-benar bermanfaat
harus menuju pada pengakhiran total penderitaan (seperti dalam Empat Kebenaran
Mulia), menunjukkan dengan jelas jalan yang rasional menuju kebahagiaan sejati
(seperti dalam Jalan Mulia Berfaktor Delapan).
Ajaran yang Ceria
Sebagian orang berpikir bahwa ajaran Buddha adalah suatu
agama yang suram dan murung. Tidaklah demikian, ajaran Buddha akan membuat para
penganutnya menjadi cerah dan ceria. Apabila kita membaca kisah-kisah kelahiran
Bodhisatta (bakal Buddha), kita belajar bagaimana Ia mengembangkan kesabaran
dan pengendalian diri. Hal ini akan membantu kita untuk tetap ceria meskipun
sedang berada di tengah kesulitan besar dan merasa bergembira terhadap
kesejahteraan orang lain.
Tidak Ada Fanatisme
Ajaran Buddha dapat dikatakan bebas dari segala bentuk
fanatisme. Ajaran Buddha bertujuan untuk menghasilkan perubahan internal dengan
jalan penaklukan diri sendiri; bagaimana mungkin ajaran Buddha dikatakan
mencari kekuasaan, keuntungan, atau bahkan bujukan untuk pindah agama? Buddha
hanya menunjukkan jalan keselamatan, selanjutnya terserah setiap orang untuk
memutuskan akan mengikutinya atau tidak.
Tak Setetes Darah Pun
Semangat toleransi dan pengertian adalah salah satu prinsip
yang paling mengagumkan dari budaya Buddhis. Tak setetes darah pun dicucurkan
demi penyebarluasan ajaran Buddha sepanjang sejarah 2.500 tahun.
Misionari Pertama
Ajaran Buddha adalah agama misionari pertama dalam sejarah
dengan pesan universal bagi keselamatan segenap umat manusia.
Tidak Mengubah Agama Orang
Umat Buddha tidak pernah menarik masuk dengan cara
memaksakan pendapat dan keyakinan terhadap orang yang tidak berminat; juga
tidak menggunakan berbagai rayuan, tipuan, atau bujukan untuk memenangkan
pandangannya. Misionari Buddhis tidak pernah bersaing untuk mengubah agama
orang.
Toleransi Luar Biasa
Teladan luar biasa dari toleransi umat Buddha ditunjukkan
oleh Kaisar Asoka. Salah satu dekritnya terukir di batu karang, yang masih ada
sampai hari ini di India:
"Seseorang seharusnya tidak hanya menghormati agamanya
sendiri dan mencela agama lain, tapi juga harus menghormati agama lain karena
satu dan lain hal. Dengan bertindak demikian, seseorang membantu agamanya
sendiri untuk tumbuh sekaligus memberikan pelayanan bagi agama lain. Dengan
bertindak sebaliknya, seseorang menggali kubur bagi agamanya sendiri sekaligus
merugikan agama lain."
Semangat Misionari
Perang suci dan diskriminasi agama tidak pernah mencemari
sejarah umat Buddha. Misionari Buddhis tidak berhasrat untuk mengubah orang
yang sudah menganut agama yang layak. Umat Buddha berbahagia melihat kemajuan
agama lain sejauh agama tersebut membantu orang untuk menjalani kehidupan religius
dan menikmati kedamaian, keharmonisan, dan pengertian yang benar. Namun
demikian, Buddha juga menganjurkan kita untuk membagi kebenaran dengan orang
yang berminat dengannya.
Demi Kebahagiaan Semua
Sabda Buddha kepada murid-murid-Nya untuk menyebarluaskan
Dharma: "Pergilah kalian, O Bhikkhu, demi kesejahteraan semua, demi
kebahagiaan semua, atas dasar Kewelasan kepada dunia, demi manfaat,
kesejahteraan, dan kebahagiaan para dewa dan manusia. Janganlah pergi berdua
dalam satu jalan. Babarkanlah Dharma ini, yang indah pada awalnya, indah pada
tengahnya, dan indah pada akhirnya, dalam semangat maupun dalam ungkapan.
Jalanilah kehidupan suci yang sempurna dan murni sepenuhnya."
Tetap Hormat
Suatu ketika, seorang pengikut agama lain menjadi yakin
bahwa pandangan Buddha adalah benar dan pandangan gurunya adalah keliru, dia
memohon kepada Buddha untuk menerimanya sebagai murid-Nya. Namun Buddha
memintanya untuk mempertimbangkannya kembali dan tidak tergesa-gesa. Ketika
orang tersebut mengungkapkan hasratnya kembali, Buddha memenuhi permintaannya
dengan syarat dia meneruskan dukungan dan rasa hormatnya kepada gurunya yang
dulu.
Mukjizat Terbesar
Bagi Buddha, mukjizat hanyalah perwujudan fenomena yang
tidak dipahami oleh orang pada umumnya. Mukjizat tidak dipandang sebagai
ungkapan Pencerahan atau Kebijaksanaan. Walaupun Buddha sepenuhnya menguasai
kemampuan batin, Ia tidak pernah menggunakan kekuatan-Nya untuk mendapatkan
pengikut melalui kepercayaan membuta dan ketergantungan akan mukjizat. Ia
mengajarkan bahwa mukjizat terbesar adalah perubahan orang yang gelap batin
menjadi orang yang bijaksana.
Kebahagiaan Dalam Kehidupan Ini Juga
Ajaran Buddha bukanlah semata-mata agama kehidupan lain atau
mendatang. Sekalipun menjalankan ajaran Buddha dalam kehidupan saat ini
mendatangkan hasil positif yang berkelanjutan sampai kehidupan mendatang,
kebanyakan buah dari hal-hal yang kita praktikkan bisa dilihat dalam kehidupan
ini juga.
Jalan Tengah
Ajaran Buddha juga dikenal sebagai "Jalan Tengah"
karena menghindari dua ekstrem. Ekstrem pertama adalah pencarian kebahagiaan
melalui kenikmatan indrawi, yang bersifat rendah, umum, tidak bermanfaat, dan
cara orang biasa; ekstrem yang lain adalah pencarian kebahagiaan melalui
penyiksaan diri dalam berbagai bentuk pertapaan, yang menyakitkan, sia-sia, dan
tidak bermanfaat.
Kewelasan dan Kebijaksanaan
Agama sering memandang rasio dan Kebijaksanaan laksana musuh
dari emosi seperti kasih atau iman. Sebaliknya ilmu pengetahuan sering
memandang emosi laksana musuh dari rasio dan objektivitas. Dan, tentu saja,
dengan kemajuan ilmu pengetahuan, agama mengalami kemerosotan. Ajaran Buddha
mengajarkan bahwa untuk menjadi pribadi yang betul-betul seimbang dan lengkap,
kita harus mengembangkan baik Kebijaksanaan maupun Kewelasan. Dan karena tidak
melulu dogmatis, namun didasarkan pengalaman, ajaran Buddha tidak pernah gentar
menghadapi perkembangan ilmu pengetahuan.
Ehipassiko: Datang dan Lihatlah Sendiri
Kebebasan berpikir itu sungguh penting. Ajaran Buddha
dijalankan secara ehipassiko, yang artinya mengundang Anda untuk datang dan
melihat sendiri, bukan datang dan percaya begitu saja. Buddha menasihatkan kita
untuk tidak mempercayai apa pun secara membuta.
Anda baru saja membaca artikel yang berkategori Religi
dengan judul Bagaimana Mencari Kebenaran. Anda bisa bookmark halaman ini dengan URL http://anekaforall.blogspot.com/2014/06/bagaimana-mencari-kebenaran.html. Terima kasih!
Ditulis oleh:
irawan - Monday, June 9, 2014
Belum ada komentar untuk "Bagaimana Mencari Kebenaran"
Post a Comment