Sebelumnya Kesempurnaan WelasAsih Dan Tanpa Aku
Kesempurnaan Kesabaran dan Rendah Hati
(Kshānti Pāramitā)
Bagaimana pendapatmu Subhuti?
Andaikata seorang siswa yang telah mencapai tingkat srotapanna (memasuki
saluran), bolehkah dia berpendapat sedemikian “ Aku telah memasuki saluran??”
Jawab Subhuti : Tidak, Yang Maha
Mulia. Oleh karena dengan tingkat yang telah dicapainya itu, ini berarti dia
telah memasuki saluran suci, akan tetapi di dalam arti yang sebenarnya, dia
tiada pernah memasuki suatu apapun tidak pula pikirannya itu merasakan senang
terhadap suatu konsepsi palsu sebagai yang bersangkutan pada rupa, rasa, suara,
bau harum, raba dan perbedaan, melainkan oleh karena dalam keadaan sedemikian
itulah, maka dia sesungguhnya berhak untuk disebut seorang srotapanna
Bagaimana pendapatmu, Subhuti?
Andaikata seorang siswa telah mencapai sakradagamin ( hanya kembali satu kali),
bolehkah dia berpikir demikian seperti “ aku telah mencapai tingkat
sakradagamin?”.
Tidak, Yang Dimuliakan oleh
seantero alam! Oleh karena dengan tingkat Sakradagamin ini berarti bahwa ia
hanya satu kali lagi lahir kembali, baik di dunia ini maupun dunia-dunia
lainnya. Melainkan sebab dia mengetahui hal ini bahwa dia berhak disebut
seorang Sakradagamin.
Bagaimana pendapatmu, Subhuti?.
Andaikata seorang siswa telah mencapai tingkat Anagamin ( Tak kembali lagi),
bolehkah dia berpikir bahwa “Aku telah mencapai tingkat Anagamin?”.
Tidak, Yang Dimuliakan oleh
seantero alam! Oleh karena : dengan tingkat Anagamin ini berarti bahwa dia
tidak akan kembali lagi, namun, berbicara sebenarnya, seorang yang telah
mencapai tingkat sedemikian itu tidak berhak disebut seorang Anagamin.
Bagaimana pendapatmu Subhuti?
Andaikata seorang siswa mencapai tingkat arahat ( penerangan sempurna ),
bolehkah dia berpikir bahwa “Aku telah mencapai tingkat Arahat.”?
Tidak, Yang Maha mulia. Oleh
karena, berbicara sesungguhnya tidaklah ada yang dikatakan seorang yang telah
memperoleh penerangan sempurna. Jika seorang siswa telah mencapai tingkat
kesadaran, dan sementara itu dia memelihara suatu pandangan keliru didalam
pikirannya seperti “Aku telah menjadi seorang Arahat” maka dia segera
terbelenggu oleh unsure sedemikian, yaitu sifat keakuannya, dan keakuan-keakuan
lainnya, makhluk yang hidup, ataupun suatu keakuan universal.
Ooh Jagad Guru junjungan! Kau
katakana bahwa hamba telah mencapai tingkat Samadhi “tanpa pernyataan” dan oleh
sebab itu telah mencapai tingkat tertinggi baik tingkatan manusia dan oleh
sebab itu, hamba telah menjadi seorang Arahat. Jika saja hamba merasa senang
dengan pikiran “ Aku telah menjadi
seorang Arahat dan bebas dari segala keinginan.”
Guruku Yang Mulia tentu tidak
akan menyatakan bahwa Subhuti menyukai pelajaran ketenangan dan keseimbangan.
Tetapi berbicara sebenarnya hamba tidak pernah memelihara pikiran palsu yang
sedemikian itu, oleh karena itu Guruku dapat mengatakan, “ Subhuti merasakan
bahagia didalam latihan ketenangan dan keseimbangan.”
Bagaimana pendapat Subhuti?
Apabila Tathagata pada penghidupan yang lampau berada dengan Dipankara Buddha,
apakah aku menerima suatu pelajaran tertentu atau mencapai suatu tingkatan
tertentu daripada ketaatan (disiplin) dan oleh sebab itu kemudian aku menjadi
satu Buddha?
Tidak, Yang Dimuliakan oleh
seantero alam! Ketika Sang Tathagata itu menjadi siswa dari Buddha Dipankara,
berbicara sebenarnya, beliau tidak menerima suatu pelajaran tertentu, tidak
pula beliau mencapai suatu keistimewaan tertentu.
Bagaimanakah pendapat, Subhuti?
Apakah Bodhisattva Mahasattva itu menghias / memperindah alam-alam Buddha (
Buddha lands). Waktu mereka pergi ketempat tempat tersebut?.
Tidak Yang Dimuliakan oleh alam-alam! Dan mengapakah?
Oleh karena apa yang di maksudkan oleh guru dengan pernyataan “ menghiasi /
memperindah alam-alam Buddha” ini adalah bertentangan sendirinya, sebab
alam-alam Buddha, yang diperindah sedemikian tak dapat lagi disebut alam-alam
Buddha. Maka itu pernyataan dari pada “ memperindah alam-alam Buddha itu
hanyalah suatu gambaran di dalam percakapan belaka.
Sang Buddha melanjutkan,: oleh
karena itu Subhuti, pikiran-pikiran (Minds) semua Bodhisattva Mahasattva harus
bersih dari segala konsepsi-konsepsi (pandangan) yang berhubungan dengan
penglihatan, pendengaran, perasaan, rabaan, dan perbedaan. Mereka harus memakai
akal budinya dan kecerdasan dengan murni dan sewajarnya, akan tetapi terlepas
dari pengaruh-pengaruh yang timbul dari hubungan dengan indra-indra (sense).
Subhuti, andaikata seorang
mempunyai tubuh sebesar gunung semeru. Akankah kau berpikir bahwa tubuhnya itu
di pandang orang sangat besar?.
Sungguh besar sekali, Yang
Dihormati oleh seantero alam! Oleh karena apa yang dimaksudkan oleh Sang Buddha
dengan “Kebesaran tubuh orang itu” sebenarnya hanya untuk pernyataan belaka,
dan tidaklah dibatasi oleh konsepsi walau bagaimanapun, maka tidak salah jika
dikatakan itu besar.”
Apa yang telah diuraikan pada bagian
dahulu yang berhubungan dengan pelajaran ketiga dari kesabaran Sang Tathagata
itu tidak membatasi pikirannya pada suatu konsepsi semau-maunya tentang
unsure-unsur kesabaran itu. Beliau hanya mengemukakan itu sebagai pelajaran
ketiga (Paramita Ketiga). Dan mengapakah? Oleh karena seperti kehidupan yang
lalu, ketika pangeran Kalinga menghidangkan daging paha dan tubuh kami itu,
kami tidak mempunyai pikiran bahwa itu adalah milikku sendiri, atau milik yang
lain, atau sebagai milik sesuatu makhluk yang hidup ataupun sebagai milik dari
keseluruhan (universal). Karena jika disaat penderitaan kami itu, pada diri
kami lahir pikiran yang sekehendaknya (palsu), maka sudah tentu kami akan jatuh
kedalam sifat-sifat kebencian dan ketidak sabaran.
Selain itu Subhuti, aku teringat
pada kehidupan kami yang terlampau yang lima
ratus kelahiran itu, kami telah menggunakan kelahiran-kelahiran
kehidupan-kehidupan itu untuk melatih kesabaran dan untuk memiliki kehidupan
kami dengan kerendahan hati seakan akan suatu panggilan untuk menjalankan
kehidupan bagaikan orang suci dengan cara hidup menderita dan merendah hati.
Walaupun demikian pikiran kami bebas dari pada suatu konsepsi keliru terhadap
gejala gejala milik kami, milik yang lain, milik makhluk-makhluk hidup yang
terpecah ataupun milik kesatuan didalam semesta alam.
Yang Dirakhmati melanjutkan.:
Subhuti, apabila diantara
siswa-siswa yang setia terdapat diantaranya yang belum masak karmanya dan yang
lebih dahulu harus menderita sebagai akibat dari kesalahan yang dilakukan di
dalam kehidupan yang lampau telah diturunkan untuk hidup dalam keadaan
penghidupan yang lebih rendah, dan apabila mereka benar-benar dan
sungguh-sungguh mempelajari dan menyelidiki kitab suci ini dan oleh sebab itu
dipandangan rendah dan dihukum oleh masyarakat, karena mereka itu segera masak
dan mereka akan segera mencapai Anuttara samyak sambodhi / Anuttara samma
sambuddha.
Subhuti, aku teringat
kejadian-kejadian yang lampau, bahwa berjuta-juta kehidupan tak terhitung
banyaknya sebelum kedatangan Dipankara Buddha, tanpa sesuatu kesalahan yang
telah dilakukan oleh kami, kami menyembah dan memuja serta menerima
petunjuk-petunjuk kepatuhan dari delapan ratus empat ribu juta Buddha-Buddha,
akan tetapi dalam kalpa terakhir dari kehidupan dunia ini, jikalau seorang
siswa akan sungguh-sungguh menyelidiki dan mempelajari serta patuh melaksanakan
didalam praktekapa yang diajarkan kitab suci ini, berkah yang ia akan terima
dengan cara kehidupan yang sedemikian akan jauh melebihi daripada apa yang
telah kami capai selama jaman yang panjang itu yang kami persembahkan dan
perhambakan kepada Buddha. Ya, bahkan akan melebihi jasa-jasa kami yang amat
tak berarti itu sebagai perbandingan sejuta lawan satu, malahan, sepiluh juta
lawan satu.
Sang Buddha melanjutkan: Subhuti,
berlawanan dengan apa yang kami katakana perihal kebahagiaan yang tak ternilai
bagi siswa-siswa yang menyelidiki dan mempelajari serta mempraktekkan kitab
suci ini di dalam kalpa terakhir ini, maka aku harus memberitahukan kamu bahwa
mungkin akan ada beberapa siswa yang setelah mendengar pelajaran ini, akan
menjadi bimbang dan tidak percaya. Subhuti, kamu harus ingat bahwa seperti
dengan pelajaran Dharma yang menembuskan sanubari umat manusia, demikian juga
akibat atau buah yang dihasilkan daripada mempelajari dan mempraktekkan
pelajaran ini sungguh di luar dugaan.
Selanjutnya Kesempurnaan Kemauan
Anda baru saja membaca artikel yang berkategori Religi
dengan judul Kesempurnaan Kesabaran Dan Rendah Hati. Anda bisa bookmark halaman ini dengan URL http://anekaforall.blogspot.com/2014/04/kesempurnaan-kesabaran-dan-rendah-hati.html. Terima kasih!
Ditulis oleh:
irawan - Wednesday, April 23, 2014
Belum ada komentar untuk "Kesempurnaan Kesabaran Dan Rendah Hati"
Post a Comment